Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Romcom Ala Wali Murid [Vol 1 Chapter 6]

The Love Comedy Which Nurtured With A Mom Friend Bahasa Indonesia




Chapter 6: Adikku Bisa Menilai


Dalam perjalanan dari sekolah ke TK, aku menghentikan sepedaku ketika aku mendengar dering.


||  "Halo, apakah ini Onii-chan?"


"Iya!"


||  "kalau begitu, cepat jemput aku!  Jangan pakai lama!  Dah!"


Siap meluncur!


Sudah dua hari sejak Soyoka kuberikan ponsel, dan dia sudah bisa menggunakannya secara optimal.  Itu karena aku telah menyiapkan shortcut agar ia bisa meneleponku, dan dia mampu mengoperasikannya dengan sempurna.


Aku merasa berbeda hari ini.  Karena Soyoka yang imut telah memintaku untuk melakukan sesuatu, jadi tentu saja aku harus melakukannya.  Lalu, aku memasukkan ponselku ke dalam tas dan mengayuh sepedaku.


"Dia meneleponku karena ingin aku menjemputnya secepatnya, kan?  Duh, aku jadi bersemangat!"


Dia telah banyak berlatih kemarin.  Meskipun dia bisa berbicara padaku secara langsung, tapi dia selalu meneleponku setiap ada kesempatan.  Berkat itu, riwayat panggilanku dipenuhi oleh nama Soyoka.  Yah, lagi pula aku tidak membutuhkan nama lain, dan aku juga tidak ingin ada yang meneleponku selain dirinya.


Aku sangat ingin langsung menjemputnya tanpa membuatnya menunggu lama, tapi itu sulit karena aku masih harus sekolah.


Kenapa aku harus menjadi murid SMA?  Kenapa aku tidak menjadi kakak eksklusif untuk Soyoka saja?


Adikku pulang dari TK jam 2 siang, tapi dia tetap harus tinggal di sana sampai hampir jam 4 sore karena aku masih sekolah.  Untungnya, biayanya penitipan anak tidak terlalu mahal, dan mereka juga menjaga adikku dengan sangat baik.


Selain itu, di sana lebih aman.  Ada anak-anak lain juga yang dititipkan di sana, jadi Soyoka sepertinya bisa bersenang-senang dengan bermain bersama mereka.


"Hari ini sangat panas dan lembab, bukan?


"Tapi ketika waktu menjemput telah tiba, kau akan langsung merasa segar, bukan?"


Aku bertemu dengan Akiyama, yang kebetulan kutemui tepat sebelum sampai di gerbang TK, dan memasuki halamannya bersama-sama.


Dia tidak pernah berbicara sepatah kata pun di sekolah, tetapi ketika di TK, dia tampak seperti sedang dalam suasana hati yang baik.  Kupikir dirinya yang ada di sini lebih baik ketimbang dirinya yang selalu memiliki lidah yang tajam di sekolah.


Karena aku berada di kelas yang sama dengan Akiyama, jadi waktu di mana kami menjemput juga sama.  Mungkin itu sebabnya Soyoka dan Iku bisa akrab karena seringnya mereka bermain bersama saat sedang menunggu dijemput.


Hari ini, mereka bermain lumpur.  Ups, seluruh tubuh Soyoka tertutup oleh lumpur.  Itu artinya aku harus memandikannya ketika sampai di rumah nanti.


“Hei, adikmu terlalu dekat dengan Iku, bukan?  Aku tidak ingin adikmu terlalu dekat dengan Iku hanya karena dia tampan."


"Justru Soyokalah yang harus berhati-hati.  Dia sangat imut, jadi mungkin saja adikmu salah paham dengan tindakannya.  ......Laki-laki adalah serigala, kau tahu?"


Pertukaran kami saat ini sudah bukan topik normal lagi.  Ketika kami menyapa guru, Soyoka memperhatikan kami dan dengan cepat mengangkat tangannya.


"Onii-chan!"


"Soyoka!  Aku merindukanmu!"


"Lihat, dango lumpur!  Aku akan memberikannya padamu!"


Dia membungkus dango lumpur di tanganku agar tidak pecah.  Tanah yang lembap terasa sejuk dan menyenangkan.  Bentuknya sedikit cacat, tetapi dibuat dengan terampil.


Dango ini membuatku nostalgia.  Jika aku mengeraskan dan memolesnya dengan baik, maka permukaannya akan menjadi biru mengkilat.  Aku ingat kalau dulu aku sering membuatnya.


"Terima kasih ...... aku akan menjaganya seumur hidupku.  Ya, aku akan meletakkannya di etalase ketika kita sampai di rumah."


"Itu Iku yang memberikannya padaku!"


"Oke, aku akan menghancurkannya sekarang."


Hadiah dari Iku, huh?


Iku, dia benar-benar mengincar adikku!  Soyoka masih polos, jadi tentu saja dia akan senang ketika dikasih dango lumpur.  Jadi begitu caramu mencoba untuk memenangkan hatinya, huh?!


"Kamu terlalu kenak-kanakkan......"


"Itu karena aku harus memastikan bahwa Soyoka tidak akan terinfeksi oleh serangga jahat."


"Siapa yang kamu sebut serangga, hmm?"


"Maaf, maksudku serigala.  Kupikir, kau juga terlalu kekanak-kanakkan..."


"Ah, aku baru sadar ... Iku pasti tidak puas dengan wanita biasa seperti adikmu itu karena ia memiliki kakak yang terlalu cantik.  Aku menyesal karena telah mendistorsi kecantikannya, tapi mau bagaimana lagi."


"Wow, pede sekali."


Aku bertanya-tanya dari mana kepercayaan dirinya itu berasal?  ......Ngomong-ngomong, Iku memiliki wajah yang sama baiknya dengan Akiyama.  Dia pasti akan menjadi anak yang sangat tampan di masa depan nanti.  Sungguh gen yang mengerikan.


Ngomong-ngomong, Soyoka adalah keajaiban di dunia ini, jadi tidak etis rasanya untuk membandingkan mereka berdua.


Soyoka memegang ponsel dari lehernya dengan tangannya yang berlumpur.  Karena itu dibuat agar tahan lama, jadi ponselnya akan aman meskipun kotor.


"Lihat, aku sudah bertukar kontak dengan Iku!"


"Tidak!  Kau masih belum siap untuk teleponan dengan seorang pria!"


Jika kalian saling bertukar kontak, maka dia akan mencoba mendekatimu dengan mengatakan, "Aku kangen." atau "Aku ingin mendengar suaramu." atau "Ayo sleep call."  Sebagai kakakmu, tentu saja aku tidak akan mengizinkan itu!


Aku buru-buru memeriksa ponsel Soyoka dan menemukan nomor tak dikenal terdaftar di sana.  Siapa yang mengajarinya cara menggunakan telepon, huh?


"Iku, aku senang karena kalian bisa bertukar kontak."


"Ya......!"


Akiyama menepuk kepala Iku.  Dia terlihat seperti kakak yang baik saat melakukan itu.


"Soyoka-chan, ayo bertukar denganku juga, oke?"


"Tentu!"


Soyoka sedang dalam suasana hati yang gembira ketika Akiyama memintanya.  Iku juga tersenyum sambil memegangi ponsel di dadanya.


Aku menyesal karena telah memikirkan hal-hal aneh tadi.


"Kyota."


Akiyama, yang berdiri setelah melakukan tos ringan dengan Soyoka, mengarahkan ponselnya padaku.


"Hmm."


"Hmm?"


"Bagi."


Untuk beberapa alasan, dia terlihat sedikit malu, gelisah dan membuang mukanya.


"Oh, jadi kau mau bertukar denganku juga?"


"Maksudku, kupikir kita memang harus melakukannya.  Ini demi Iku dan Soyoka.  Aku tidak berencana untuk menghubungimu secara pribadi.  Aku juga ingin mengirimimu foto-foto yang kuambil saat upacara masuk."


"Oke."


Aku dengan cepat mengoperasikan kode QR dari aplikasi perpesanan dan memindainya.  Aku juga mengiriminya nomor teleponku lewat aplikasi itu.


"Iku, bisakah kamu mengajariku cara menukar nomor telepon juga?"


"Tentu.......!  Sini aku ajarin..."


Dia pasti berusaha keras untuk mengajari Soyoka.  Bahkan jika dia belum bisa membaca, dia akan tetap bisa melakukannya asalkan mengingat urutannya.  Meski masih terbata-bata, tapi pada akhirnya dia mampu melakukan tugasnya dengan baik.


Aku suka keberaniannya, tapi aku tidak bisa mendukung cintanya!


"Oke, kita mau pulang dulu.  .....Hmm, Akiyama?"


Aku senang saat melihat Akiyama yang menatap layar ponselnya dengan ceria, tapi ketika aku berbicara dengannya, wajahnya langsung kembali normal.  Dia cukup ahli dalam memainkan ekspresi wajahnya.  Dan saat ia melakukan itu, ponsel di tanganku melompat ke udara dan terjatuh ke tanah.


"Hmm......?"


M-Mungkinkah aku mulai menyukaimua?!  Tidak, tidak.  Jangan memikirkan hal yang aneh-aneh!


"Ngomong-ngomong, ada berapa banyak kontak dari teman sepantaran yang kamu punya?"


"......Mungkin cuma satu, itu pun sepupu."


Orang ini tidak punya teman ...... kalau dipikir-pikir, aku juga tidak pernah melihatnya ramah dengan siapa pun di sekolah.  Aku merasa kasihan padanya.   Itu membuatku ingin menjadi temannya.


"Iku, ayo pulang."


"Ugh......"


Akiyama menyeka tangan Iku dengan tisu basah.  Tidak seperti Soyoka, pakaiannya masih bersih, yang menunjukkan perbedaan kepribadian di antara mereka.


Imajinasi Soyoka sangat kuat!  Ah, ngomong-ngomong, dango lumpur buatan Iku telah pecah dan hancur.  Kasihannya...


"Iku, kamu kenapa?"


Seperti yang dikatakan Soyoka, Iku tampak tidak bersemangat.  Bahkan ketika kakaknya menarik lengannya, langkahnya berat dan ekspresinya kaku.  Kurasa dia terlalu bersenang-senang di TK dan tidak ingin pulang.


Apakah dia tidak ingin meninggalkan Soyoka?


Yah, adikku memang sangat populer, jadi itu pasti berat baginya.  Aku ingin tahu akan ada berapa banyak pria yang akan tergila-gila padanya di masa depan?


"Tidak, aku baik-baik saja.  .....Aku benar-benar baik-baik saja."


"Hari ini ibunya lembur, jadi dia merasa kesepian.  Benarkan, Iku?"


Iku menunduk dan mulutnya tertutup.  Sikap Iku saat ini sedikit mengkhawatirkan.  Nada suara Iku juga cukup menggangguku.  Aku tidak berpikir kalau itu adalah satu-satunya yang ia khawatirkan, tapi itu bukan hakku untuk memikirkannya.


"Makanan Onee-chan tidak enak......."


"Pfft!"


Kata-kata Iku membuatku tidak bisa menahan tawa.  Itu karena kata-katanya terdengar meyakinkan.  Apalagi yang mengatakan itu adalah Iku, orang yang sangat peka terhadap sekitarnya.


Aku melirik Akiyama dan melihat bahwa dia memiliki tatapan layaknya seorang pembunuh bayaran yang terampil.


"Memang benar kalau aku membuat sedikit kesalahan saat terakhir kali, tapi kali ini akan sempurna, Iku."


Akiyama berkata demikian, sambil melihat ke atas secara diagonal.


"......Apakah ibumu yang biasanya membuatkan makanan untukmu?"


 "Ya!"


"Bagaimana dengan kakakmu?"


"Tidak pernah."


Anak-anak memang sangat jujur.  Dan karena Akiyama tidak bisa marah pada Iku, jadi aku mengorbankan diriku untuk menggantikannya.


"Itu mengejutkan.  Kupikir kau bisa melakukan apa saja, Akiyama."


“Ya, aku bisa.  Hanya saja resepnya agak terlalu sulit.


"Padahal mah memang tidak bisa."


Bayanganku tentangnya sebagai wanita yang sempurna telah lenyap.


"Aku ingin tahu apakah kamu bisa memasak, Kyota?"


"Hei, apa menurutmu aku akan berkompromi dengan makanan Soyoka, huh?"


Orang tuaku telah bekerja terus-menerus sejak aku masih sangat muda.  Jadi sejak SD, aku telah melakukan semua pekerjaan yang ada di rumah.  Dan aku bisa memasak bukan hasil dari latihan, melainkan karena dipaksa oleh keadaan.  Berkat itu, sekarang aku bisa melakukan semua pekerjaan rumah tanpa masalah.  Dan selain itu, aku rela melakukan apa saja asalkan bisa membuat Soyoka tersenyum.


"Makanan buatan Onii-chan rasanya enak!"


"Bagus, Soyoka!"


"Tapi paprika hijau tidak enak."


Apa kau masih tidak suka makan paprika hijau, Soyoka.......?


Lain kali, aku akan mencoba resep lain yang bahkan anak-anak yang tidak suka paprika pun akan doyan.  Apalagi kudengar ada juga yang menjual paprika manis yang rasanya tidak terlalu pahit.


"Iku, ayo kita pulang.  Aku akan memasakkan makanan untukmu nanti."


"Mm..."


Iku terlihat sangat enggan melakukannya, aku penasaran seberapa buruk rasanya.


Akiyama, yang mendapat peringkat pertama di kelas, sebenarnya adalah juru masak yang buruk.  Jika ia membagikan masakan buatannya di kelas, itu pasti akan menjadi berita yang heboh.


"Iku sangat pemberontak sekarang, yah.  ......Aku tidak percaya dia begitu membangkang pada kakaknya sekarang."


Akiyama tampak terkejut.


Kemudian, Iku dengan lembut melepaskan tangannya dan melompat ke arahku.  Apa-apaan ini?


"Aku ingin mencoba masakan Nii-chan!"


"Huh?"


"Tidak boleh, yah?"


Matanya bersinar menyilaukan.  Tunggu.  Mungkinkah ... itu hanya alasannya saja agar ia bisa dekat dengan Soyoka lagi?!


Tapi, sepertinya bukan.  Karena apa yang ada di wajahnya adalah tatapan yang tulus.  Dia benar-benar hanya ingin menghindar dari masakan kakaknya.


Yah, bahkan tanpa mereka, aku akan tetap memasak.  Dan bahkan jika jumlah orangnya bertambah, itu tidak akan berpengaruh apa-apa bagiku.


"Tidak apa-apa, Onii-chan.  Kita akan memasakkan makanan untuknya."


Soyoka, dengan tangan di pinggul, memberinya izin dengan ekspresi bangga di wajahnya.  Soyoka sangat menyukai masakanku, jadi itu memang layak untuk ia banggakan.


"Jika kau ingin memakan masakanku, itu artinya kau harus datang ke rumahku......."


Aku membuat kontak mata dengan Akiyama.  Lalu, dia mengalihkan pandangannya dan memainkan poninya dengan ujung jarinya.


Meskipun ini demi anak-anak, tapi tetap canggung rasanya untuk mengundang seorang gadis ke rumahku.


"Nee-chan.  Boleh, yah?"


Akiyama menatap Iku dan berkata,


"Bagaimana, yah.....?  Maksudku, itu akan mengganggu, bukan?"


Akiyama tidak memberinya jawaban jelas.


Yah, dari sudut pandangnya, berkunjung ke rumah seorang pria yang tidak dia kenal dengan baik tentu akan sedikit tidak nyaman baginya, bukan?


"Aku akan menunjukkan boneka binatang milikku padamu!"


Tapi, anak-anak ini benar-benar ingin melakukannya, tanpa memedulikan perasaan kakak mereka.  Dan mereka langsung berjalan pulang bersama dengan tas di tangan masing-masing.


"Yah, karena Iku ingin memakannya, jadi kupikir tidak apa-apa."


"Yah, kurasa begitu.  Maaf karena telah merepotkanmu."


Aku dan Akiyama saling berkata dengan canggung.


Nah, kalau dipikir-pikir, bukankah itu normal untuk anak TK mengundang temannya untuk makan bersama di rumahnya?


Meskipun bersosialisasi itu penting, tapi tidak seharusnya aku menggunakan anak-anak sebagai alasan untuk membawa seorang gadis ke rumahku.


Kudengar rumah Akiyama terletak di seberang TK.  Rumahnya berada di arah yang berlawanan, tapi itu bukan masalah besar jika ia mengendarai sepeda.


Dengan itu, kami masing-masing menempatkan adik kami di kursi khusus anak dan menuju ke rumahku.


***


""Permisi...""


"Inilah rumah Soka!"


Akiyama terlihat agak gugup saat memasuki rumahku.  Namun kemudian, ia meletakkan barang bawaannya di ruang tamu, melepas blazernya, dan mengenakan seragamnya saja.  Dia melipatnya dengan hati-hati dan menaruhnya di dalam tas sekolahnya.  Ia juga melakukan hal yang sama pada Iku.


Saat ini, Akiyama Sumi ada di rumahku, dan duduk di sofa.


Rumahku, yang seharusnya tidak asing bagiku, tampak seperti tempat yang berbeda hanya karena kehadirannya di sana.


"Kalian boleh menggunakan kamar mandinya dengan bebas."


"Terima kasih.  Ini rumah yang indah."


"Ah, yah.  Yang membangun rumah ini adalah orang asing."


Rumah tempatku dan Soyoka tinggal memiliki tata ruang yang cukup luas.  Meskipun rumah kami memiliki teras, tapi tidak ada tanaman di halamannya karena kami tahu bahwa tidak ada yang akan merawatnya.


Karena kami tidak membutuhkan banyak tempat untuk tinggal berdua, jadi Soyoka dan aku hanya menggunakan lantai pertama.  Lantai dua adalah kamar orang tuaku dan gudang.  Jadi tidak ada yang bisa kubanggakan dengan luasnya rumah ini.  Apalagi, dengan betapa luasnya rumah ini, itu hanya akan memperbanyak jumlah pekerjaan rumahku.


"Apakah ayahmu sedang di luar negeri? Atau mungkin ibumu juga?"


"Cuma ayahku saja.  Dia hanya pulang setahun sekali.  Sedangkan ibuku hampir tidak pernah pulang karena dia harus bekerja setiap hari."


"Soyoka pasti kesepian....."


"Aku yakin Soyoka pasti hampir tidak mengingat apa-apa tentang ayahnya.  ......Dan karena ibuku tidak bisa melakukan pekerjaan rumah, jadi akulah yang melakukan semuanya  ......Maaf karena menceritakannya secara tiba-tiba."


"Tidak, tidak apa-apa.  .....Lagi pula, kita agak mirip."


Sudah lebih dari setahun sejak terakhir kali ayahku pulang, jadi aku hanya memiliki ingatan samar tentangnya.  Aku bahkan tidak ingat seperti apa tampangnya.  Aku juga tidak ingat kalau dia pernah melakukan sesuatu layaknya seorang ayah sama sekali.  Satu-satunya hal yang kuingat dari percakapanku dengan ayahku adalah ketika dia mengatakan kepadaku, "Aku akan memberimu uang sebanyak yang kau inginkan.  Jadi, hiduplah sesukamu."


"Iku, ayo cuci tangan.  Ehem, aku pinjam kamar mandinya dulu."


“Oh, oke, oke.  Ah, Soyoka!  Kau harus ganti pakaianmu juga!  Semuanya kotor, loh!  Hei!  Jangan buka bajumu di depan laki-laki!"


Karena dia biasanya berganti pakaian di ruang tamu, jadi dia bertanya "Kenapa?" sambil memiringkan kepalanya.  Tapi, sekarang Iku ada di sini.  Untungnya, Iku adalah seorang pria sejati, jadi dia mengalihkan pandangannya.


"Dia pasti sengaja melakukannya untuk menggoda Iku, bukan?"


Aku mengabaikan kata-kata kakak idiot itu yang bahkan memiliki hawa persaingan dengan seorang balita dan meninggalkannya untuk mengganti pakaian Soyoka di kamarku.


Aku tidak yakin apakah aku harus memakaikannya piyama atau tidak.  Tapi pada akhirnya, aku memakaikannya seragam yang lain.


Memang benar, pakaian santai membuatnya terlihat imut.  Tapi, setelan yang rapi juga tidak kalah imutnya jika dipakai olehnya!


Kembali ke ruang tamu, aku mulai menyiapkan makan malam.


Dapur kami adalah dapur terbuka, jadi aku bisa melihat ke sisi ruang tamu sambil memasak.  Ini adalah apa yang mereka sebut sebagai dapur pulau, yang tidak terhalang oleh dinding.


Ada banyak ruang penyimpanan di dindingnya, yang membuatnya terlihat luas dan mudah digunakan.  Jadi aman bagiku untuk memasak sambil mengawasi anak-anak.


Akiyama dan aku berdiri di dapur.  Meskipun di sini ada banyak ruang, tapi entah kenapa aku merasa tidak nyaman.


"Apa kau mau ikut memasak juga, Akiyama?


"Yah, itu tidak seperti aku tidak bisa memasak.  Lagi pula, tidak ada hal yang tidak bisa kulakukan."


"Benarkah?  .....Ya, ya, terserahlah.  Ini celemeknya."


Aku memberinya celemek yang Ibuku beli meskipun dia tidak memasak.


Iku menatap kami dengan cemas dari ruangan lain.  Sepertinya, Iku sama sekali tidak memiliki kepercayaan pada kakaknya.


Akiyama dengan cepat mengenakan celemek di atas seragamnya dengan memasang ekspresi yang misterius di wajahnya.


Celemek itu terlihat cocok untuknya.  Dia terlihat seperti juru masak yang ahli saat dikombinasikan dengan ekspresi penuh percaya dirinya.  Itu jika kita melihatnya dari pakaiannya saja.


Di ruang tamu, Iku dan Soyoka mulai bermain bersama.  Mereka sedang bermain rumah-rumahan dengan boneka favorit Soyoka.


"Neko-chan adalah istrinya Inu-san.  Tapi, Neko-chan berselingkuh dengan Kuma-san."


"Selingkuh......?"


"Iya.  Dan Iku yang jadi anjingnya."


WTF......?!


Kupikir anime "Minisuka-chan" berpengaruh buruk pada anak-anak.  Iku, yang ditunjuk menjadi korban NTR, memainkan boneka beruang di tangannya dengan depresi.


Bisakah dia mengikuti alur cerita buatan Soyoka?


"Kyota, aku akan melakukannya!"


Akiyama, dengan ekspresi penuh motivasi di wajahnya, berdiri di depan kompor gas.  Dia memegang pengasah pisau, tapi aku tidak tahu untuk apa dia memegangnya. 


"Kita akan membuat kari saja.  Karena kita bisa membuatnya sekaligus untuk kita berempat."


"Kamu bisa membuat kari?  Itu luar biasa......"


"Biasa saja.  Lagi pula ini adalah makanan yang bahkan anak SD pun bisa membuatnya."


Aku telah berencana membuat ini sejak awal karena makanan untuk dimakan oleh banyak orang harus menjadi sesuatu yang bisa dimasak sekaligus.


Bahan yang kusiapkan sama seperti biasanya: wortel, daging babi, kentang, dan bawang.  Sisanya adalah roux.

[TL: Roux = Bahan penyedap.  Anggap saja kek masako.]


Akiyama mencondongkan tubuhnya ke depan dan menatap tajam ke arah bahan-bahan yang kukeluarkan dari kulkas.


Dia mengeluarkan buku catatan dari suatu tempat dan mengetuk bolpoin dengan dagunya.  Dia menjalankan penanya dengan ekspresi serius di wajahnya.


Tapi, aku meraih dan merebut buku catatan itu darinya dan meletakkannya di tepi meja.


"Yup, disita."


"Apa maksudmu?"


"Kau tidak membutuhkan catatan.  Aku bukan profesional, aku hanya mengikuti resep yang tertera di kotaknya.  Akan lebih baik jika kau belajar melakukannya dengan tanganmu sendiri."


Kunci untuk memasak adalah pengalaman.  Aku dulu memulainya sebagai pemula.  Dan aku berhasil menguasainya lewat banyak kesalahan yang kulakukan sejak SD.


Tentu saja, ada kalanya kau harus mempelajarinya.  Namun, di zaman sekarang, kau hanya perlu mencari resep dan cara untuk membuatnya.  Kunci utamanya adalah kemampuan untuk mengikuti resepnya.  Kau tidak perlu melakukan penelitian atau mengembangkan hidangan baru.


"Baiklah, izinkan aku bertanya, apa kau benar-benar bisa menggunakan pisau?"


"Memalukan rasanya jika diledek oleh Kyota......"


"Ah, maaf.  Kau benar.  Tidak baik untuk untuk mengejek orang lain.  Kalau begitu, bisakah kau memotong kentang untukku?  Peeler ada di laci kedua."

[TL: Peeler = Pengupas.]


Kata-kata Iku dan kesaksian darinya adalah bukti yang cukup bahwa dia tidak bisa memasak.  Meskipun aku belum pernah melihatnya secara langsung.


"Ya, serahkan padaku.  Aku akan mengurusnya.  ......Ngomong-ngomong, apa yang harus kulakukan?"


"Baru kali ini aku melihat ada orang yang begitu bangga pada dirinya sendiri mengakui bahwa dia tidak tahu apa yang akan dia kerjakan."


"Ketidaktahuan hanya akan membawa pada kebodohan."


Bagaimana mungkin ada seorang gadis yang dikatakan sempurna dan peringkat pertama di kelas tapi sebenarnya tidak bisa memasak......?


"Peeler.  Aku tahu apa itu peeler.  ......Itu alat untuk mengupas kulit, iya kan?"


"Kuharap aku juga punya kepercayaan diri sebanyak dirimu..."

[TL: Lagi sarkas karena Akiyama begitu pede dalam menunjukkan ketidaktahuannya soal memasak.]


Akiyama mengambil peeler dengan ujung jarinya dan melihatnya dari atas ke bawah.


Meskipun hatiku berdebar karena bisa memasak dengan seorang gadis cantik, tapi ini terasa seperti sedang mengajari anak kecil.  Dalam arti tertentu, aku tidak bisa melepaskan pengawasanku darinya.


Akiyama meletakkan peeler itu pada kentang dan mulai mengupasnya.  Dia dengan tenang menyatakan, "Kok susah?"


Aku bertanya-tanya apakah ini benar-benar akan baik-baik saja?


Setelah terbiasa, ia akhirnya dengan hati-hati mulai mengupas kentangnya.


"Kau bisa melepaskan kuncup kentangnya dengan menggunakan sudut pisau ...... seperti ini."


“Itu Solanin, iya kan?  Solanin adalah racun yang sangat berbahaya bagi anak-anak, sehingga kita perlu menyingkirkannya dengan benar."


"Kau tahu banyak hal, yah ....... tapi, kau tidak perlu memikirkannya terlalu serius."


Dia jago dalam belajar, tetapi kenapa dia tidak bisa memasak?  ......Yah, karena kami sedang memasak bersama sekarang, meski cuma sebentar, aku bisa mengerti beberapa alasan mengapa ia tidak bisa memasak.


Faktor utamanya adalah dia tidak terlalu fleksibel.


Ada banyak bahan mentah, dan masing-masing dari mereka memiliki bentuk yang berbeda.  Oleh karena itu, dalam memasak diperlukan yang namanya fleksibilitas.  Bahkan ketika kau memotong kentang menjadi beberapa potongan, kau harus memotongnya menjadi potongan-potongan dengan ukuran yang sama.


Nah masalahnya, Akiyama terlalu banyak berpikir dan tidak pandai dalam hal itu.  Dia terlalu keras kepala dan tidak fleksibel.


Kalau begini terus, matahari akan terbenam sebelum makanannya matang.


"Hei, kita harus mengerjakannya lebih cepat ...... ah, kita juga harus membuat potongannya menjadi lebih kecil agar lebih mudah dimakan oleh anak-anak.  Setelahnya, masukkan kentang yang sudah dipotong ke dalam mangkuk dan cuci sampai bersih kemudian saring hingga kering."


"Jangan mengatakan banyak hal sekaligus.  Saat ini, aku sedang fokus memotong kentangnya."


Dia tampaknya telah memusatkan semua perhatiannya pada satu kentang.  Sangat lambat.  Tapi ...... sepertinya aku telah salah memahaminya.


Kupikir Akiyama Sumi adalah seorang jenius yang bisa melakukan segalanya tanpa hambatan.


Di sekolah, dia selalu mempertahankan penampilannya yang sempurna dan aku tidak pernah melihatnya gagal dalam hal apa pun.  Tetapi, ketika aku mengenalnya lebih dekat, aku menemukan hal lain yang mengejutkan selain fakta bahwa dia adalah kakak yang baik yang bisa ditemukan di mana saja.


Aku yakin kalau sosoknya yang sempurna itu adalah hasil dari kerja kerasnya.  Sebenarnya, dia bukanlah seorang jenius, karena ada hal yang tidak mampu dia kuasai.  Namun, dia mampu menutupinya dengan belajar, tidak hanya di kelas, tetapi juga saat jam istirahat.


Bukan prestasi kecil untuk mempertahankan nilai bagus sambil merawat Iku.  Aku tahu itu karena aku juga mengalaminya.


Tapi meski begitu, aku merasa sangat senang dengan caranya yang mau bekerja sangat keras demi adiknya, meskipun dia tidak terlalu baik dalam hal itu.


Aku merasa simpati untuknya dan ingin menghiburnya.


"Aku akan mengajarimu cara melakukannya dengan benar, jadi perhatikan."


"Tentu saja.  Aku bukan kakaknya Iku jika aku tidak bisa melakukannya."


......Mm, apa hubungannya, yah?


Kemudian, aku mulai memotong bawang di sebelahnya.  Di saat seperti inilah aku merasa bersyukur karena kami memiliki dapur yang luas.


Ini hanya obsesi pribadiku, jadi aku menyiapkan dua jenis bawang yang kucincang dan potong dadu untuk dimasukkan ke dalam karinya.


Aku membutuhkan bawang untuk memberikan rasa yang kaya pada karinya, dan aku juga tidak ingin merasakan tekstur bawang saat memakannya.


Setelah bahan-bahan selesai dipotong, maka sudah saatnya untuk memasaknya.  Yang tersisa hanyalah menumis dan merebus, tetapi orang di sebelahku ini menggangguku.


"Mengapa kita memasaknya di wajan?  Kotaknya bilang kita harus melakukannya dalam panci.


“Itu karena lebih mudah dan cepat jika kita memasaknya di wajan.  Juga, lapisan wajan membuat bahan-bahannya tidak menempel, yang membuat rasanya menjadi jauh lebih enak saat warnanya sudah kecokelatan."


Dengan buku catatan di tangan, dia bertanya dengan antusias.


"Hmmm, bawangnya sudah gosong.  Aku belum pernah melihat bawang yang secoklat itu.  Selera Kyota ternyata cukup buruk."


"Segini mah masih wajar."


Dia melihat mengolok-olokku saat melihat bawang yang sedang kumasak.


"Lihat.  Iku sedang mengawasiku.  Tunggu di sana, yah, Iku.  Kakakmu ini akan membuatkanmu kari yang lezat!"


Dia mengatakan itu kepada Iku dengan ekspresi bangga di wajahnya.


"Hei, akulah satu-satunya orang yang membuatnya."



Seperti biasa, dia sangat bersemangat ketika adiknya terlibat di dalamnya.  Dia langsung berisik karenanya, mungkin karena dia menikmati situasi di mana ia memasak untuk Iku.


Karena ibunya sibuk melakukan semua pekerjaan rumah, jadi ini adalah kesempatan sempurna baginya untuk memamerkan citra "kakak yang keren" padanya.  Sayangnya, dia hanya mengintipnya dari ruang sebelah.


Soyoka, yang mungkin tertarik saat melihat kami memasak, menghentikan permainannya dan datang menghampiri kami.


"Onii-chan, apakah kamu dan Sumi-chan akan menikah?!"

[TL: ( ͡° ͜ʖ ͡°) ]


"Huh?"


"Karena itu Sumi-chan, jadi dia akan menjadi Mama Soka!"


Soyoka menatapku dari balik meja dan berkata demikian.


"Soyoka-chan, aku bukan Mamamu......"


Akiyama tiba-tiba angkat bicara, mencoba menyangkalnya.  Dia menurunkan alisnya dengan canggung.


Alasan Soyoka mengatakan itu adalah karena Akiyama, yang sedang memasak di rumah, mencerminkan figur seorang Ibu.  Karena itulah gambaran seorang ibu yang diketahui secara umum oleh dunia.


Di zaman sekarang, tugas seorang ibu tidak harus selalu memasak.  Tetapi, bagi Soyoka, tidak pernah memiliki pengalaman dimasakkan oleh orang tuanya, tentu menganggap bahwa itulah yang seorang ibu biasanya lakukan untuk anaknya.


"Kupikir akan sangat bagus jika Sumi-chan menjadi Mama Soyoka!"


Itu sebabnya dia menyebut Akiyama sebagai "Mama" karena apa yang dia lihat di TV dan media lainnya.


Dadaku terasa sesak karena aku mengerti apa yang Soyoka rasakan.


".....Jangan memanggilnya begitu, dia bahkan tidak bisa memasak, tahu."


"Hei, aku bisa memasak.  Benarkan, Iku?"


"Soyoka, apa kau lupa?  Kakakmu ini adalah Onii-chan super yang menjadi Papa sekaligus Mamamu!!!"


Aku menghiburnya dan menggendong Soyoka dalam pelukanku.


"Oke, Soyoka, bantu aku.  Aku akan membuktikannya padamu."


Aku mengenakan celemek pink padanya dan menggulung lengan bajunya.  Lalu, aku meletakkan tangga di depan kompor dan memberinya spatula kayu.


"Diaduk?"


"Ya.  Hati-hati, pancinya panas soalnya."


"Oke~"


Aku memang percaya padanya, tapi aku juga mengkhawatirkannya, maka dari itu aku berdiri tepat di belakangnya, supaya siap menolongnya kapan saja.


.....Jika tangannya terpeleset dan menjatuhkan pancinya, maka itu akan menjadi malapetaka!


Yah, berhubung pancinya cukup berat, jadi kupikir ini akan baik-baik saja.  Bukan hal bijak jika aku menjauhkannya dari panci hanya karena itu berbahaya.  Aku ingin memenuhi rasa penasaran Soyoka.   Namun tentu saja, jika tiba-tiba terjadi kesalahan, maka aku akan langsung menghentikannya.


"Bagus, Soyoka.  Itu sudah hampir matang."


"Benarkah?  Apa Soka jenius?"


"Ya!  Kau sangat jenius, Soyoka!"


Sebenarnya, kau terlalu jenius!  Meskipun spatulanya tidak mampu mencapai dasar pancinya karena itu terlalu berbahaya bagi tangannya, tapi itu sudah lumayan.  Mungkin saja dia bisa menjadi koki hebat di masa depan.  Ugh, adikku terlalu berbakat!


"Muu......"


Iku, yang telah menunggu beberapa saat, menatap Soyoka yang sedang mengaduk panci dengan ekspresi tidak puas.


Karena merasa tidak diperhatikan oleh Soyoka yang terlalu asyik mengaduk panci karinya, dia pun berlari ke arah Akiyama dan memeluk pinggangnya.


Iku sama angkuhnya dengan kakaknya, khususnya dalam hal ponsel anak waktu itu.  Dia biasanya pemalu dan bukan tipe orang yang suka cari perhatian.  Tapi, di dalamnya, dia memiliki harga diri yang kuat dan sangat jelas tentang niatnya.  Mereka benar-benar mirip satu sama lain.


"Hmm?  Iku mau melakukannya juga?"


"T-Tidak!"


Dan, seperti biasa, dia memiliki kepribadian yang merepotkan.  Soyoka hendak memberikan spatula yang dipegangnya ketika ia tiba-tiba menjauh.


Tidak baik menolak pemberian dari seorang gadis , tahu?


Iku, yang tampaknya sadar akan hal itu, akhirnya berbalik.  Tetapi, ia hanya melirik Soyoka dan menggerakkan tangannya seolah-olah dia menolaknya.


Akiyama, yang dipeluk olehnya, memasang senyum pahit dan menepuk kepalanya.


Saat melihat kakaknya tersenyum padanya, dia pun melepaskan diri dari Akiyama.


"Hei, lihat ke mana matamu itu?  Aku sudah curiga sejak awal ketika kamu ingin membawaku ke rumahmu, jadi begini rupanya."


"Hei, aku tidak melihat kakimu, oke......"

[TL: MC sebenarnya sedang menatap Iku yang lagi ngumpet di balik pinggangnya.]


Akiyama bersembunyi di belakang Iku, menggunakannya sebagai perisai.


Itu tuduhan yang tidak masuk akal, bukan?


"Haa .... jadi, apakah ada yang bisa Iku bantu?"


"Yah, kupikir aku membutuhkannya untuk memasukkan beberapa roux ke dalamnya."


"Baiklah Iku, kamu hanya perlu memasukkannya, oke?  Bisakah kamu melakukannya?


Ya.  Bisakah dia melakukannya?


Lalu, aku menurunkan Soyoka dari tangga dan mematikan apinya.


Memasak yang seharusnya mudah malah jadi ribet hanya karena kehadiran anak-anak di dapur.


Entah kenapa ini malah terdengar seperti mereka adalah anak dari Akiyama dan aku, padahal mereka berdua adalah adik kami


Iku berdiri di tangga menggantikan Soyoka, dan ditemani oleh kakaknya.  Senyuman Iku saat memasukkan roux kari untuk pertama kalinya sangat menyilaukan.  Soyoka bahkan sampai bertepuk tangan dan berkata, "Ah!"


"Apa kamu memasukkan banyak cinta juga ke dalamnya?!"


"Cinta...?"


"Ya!  Onii-chan memasukkannya terus setiap hari, loh!"


Hei, jangan mengungkapkan perilaku memalukanku di rumah pada mereka!  Yah, bahkan jika aku tidak mau, itu tetap akan masuk dengan sendirinya karena itu adalah bukti betapa sayangnya aku pada Soyoka.


Setelah roux selesai ditambahkan, yang harus kita lakukan hanyalah mendidihkannya sebentar dengan api kecil dan kaldunya akan siap.


Kemudian, aku mencicipinya di piring kecil.  Ya, itu lezat.  Tapi aku lebih suka yang pedas.


Aku meletakkan panci karinya di atas meja untuk empat orang.


Aku biasanya hanya menggunakan satu sisi meja, jadi rasanya cukup menyegarkan untuk memiliki seseorang di sisi lain.


Kita memang tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi dalam hidup.  Khususnya saat ini, di mana ada teman sekelas yang cantik yang akan makan bersama dengan kami.


Sebelum aku bisa mengatakan "Itadakimasu." Soyoka dan Iku telah mengambil sesendok kari dan memasukkannya ke dalam mulut mereka masing-masing.


"Lezatnya!  Ini tidak seperti buatan Onee-chan!"


Dengan dentingan, sendok yang ia pegang menghantam piring.


Iku, apa kau tidak merasakan adanya tekanan dari kursi sebelagmu.......?  Betapa beraninya dia meroasting kakaknya di depan orangnya langsung.


"Iku, aku juga membantu---"


"Terima kasih, Kyota Nii-chan!"


Bagus, Iku sepertinya mengetahuinya dengan baik.  Aku senang karena itu sesuai dengan seleranya.  Tapi, kakaknya terlihat kecewa.  Aku takut jika dia akan mendapat masalah saat pulang nanti.


Selain itu, aku juga senang saat melihat bahwa Soyoka juga memakan karinya dengan bunyi "Uma, uma" tanpa ragu sedikit pun.


"......Lumayan."


"Apakah itu lezat?"


"Ya, ini lezat ..... meskipun ini membuatku frustrasi."


Akiyama mengerutkan alisnya dan sedikit terbatuk.  Namun, tangannya tidak berhenti menyendok kari.


"Yah, itu bagus.  Aku yakin kau pasti akan bisa membuatnya juga jika kau terus berlatih, mungkin...."


"Ya, tentu saja.  Aku yakin aku akan bisa segera menyusulmu."


"Kau tidak suka kalah, yah?  Ah, maksudku, kau orang yang perfeksionis."


Dia ingin menjadi kakak yang sempurna dan keren untuk Iku.  Dan jujur, sisi dirinya yang ini jauh lebih menarik ketimbang dirinya yang menjadi Takane no Hana di sekolah.


Aku memikirkan tentang betapa anehnya hubungan kami sambil menghabiskan kari yang ada di meja.


Setelah itu, kami berdua mencuci piringnya dengan cepat dan mereka berdua kembali ke rumah mereka.