Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Romcom Ala Wali Murid [Vol 1 Chapter 5]

The Love Comedy Which Nurtured With A Mom Friend Bahasa Indonesia


Chapter 5: Debut Ponsel Adikku


Hari Sabtu.  Ini adalah hari libur pertama Soyoka sejak menjadi murid TK, dan kami berdua sedang mengunjungi mall di stasiun berikutnya.


Kami sebenarnya tidak perlu datang jauh-jauh ke sini jika hanya ingin berbelanja bahan makanan, tetapi jika kami ingin membeli barang elektronik atau perlengkapan rumah tangga, maka di sinilah tempatnya.


Mall ini memiliki berbagai toko dan terkadang mereka suka mengadakan acara untuk anak-anak.


Segera setelah dibuka, toko-toko di dalamnya langsung ramai dengan pembeli.  Aku memegang erat tangan Soyoka agar tidak terpisah darinya.


"Beli ape, beli ape!"


"HP soyoka, bukan ape."


Tujuan kami adalah konter HP di salah satu sudut mall.  Aku datang ke sini untuk membelikan Soyoka ponsel atas izin ibuku.


Meskipun mungkin tampak terlalu dini bagi seorang anak TK untuk menggunakan ponsel, tapi aku memutuskan bahwa akan lebih baik jika dia memilikinya untuk berjaga-jaga, karena terkadang dia suka ditinggal sendirian tanpaku ataupun orang tuaku.


Tidak seperti anak PAUD, anak TK memiliki jangkauan kegiatan yang jauh lebih luas.  Dan akan terlambat jika sesuatu terjadi padanya lebih dulu sebelum kami sempat melakukan tindak pencegahan.


Tentu saja, aku tidak bermaksud membuatnya kecanduan game atau internet di usia ini.  Maka dari itu aku berniat membelikannya ponsel untuk anak-anak dengan berbagai fungsi.  Apalagi, Soyoka kelihatannya lebih tidak sabar untuk memilikinya dibanding ingin melakukan sesuatu dengannya.

[TL: Intinya sih cuma pengen punya dibanding pengen maenin.]


Yah, apalagi semua orang dewasa di sekitarnya memilikinya, bukan?


"Beli ape, beli a---... Taiyaki?!"


Soyoka yang sedang berjalan cepat tiba-tiba berhenti dan menarik tanganku.  Dia memiliki ekspresi terkejut dan matanya melebar.  Apa yang dia lihat adalah kedai Taiyaki.


Tunggu, kenapa dia bisa menyadarinya ketika kedainya tertutup oleh kerumunan orang?!  Soyoka!  Hidungmu tajam sekali!


Aku ingin membelikannya, tapi kami baru saja sarapan.  Jika dia makan taiyaki sekarang, aku takut jika dia tidak akan bisa makan siang nanti.


Sambil tersenyum, aku mencoba mengatakan dengan lembut kepada Soyoka yang sedang menatapku dengan mata berbinar.


"Kalau kita berhenti, nanti ponselnya keburu dibeli orang, loh"


"Ah....!  Ayo kita pergi ke sana, Onii-chan!  Buruan!"


"Ah, jangan lari!"


Mengingat tujuannya, Soyoka mulai berjalan lagi.  Konter HP yang kami tuju ada di lantai tiga.  Jadi, sambil memegangi bahu Soyoka yang gelisah, kami menaiki eskalator dan sampai di tempat tujuan.  Setelah memberi tahu apa yang ingin kulakukan, aku menerima nomor antrian.


(Kami telah menunggu satu jam.  Tapi, tempat ini selalu ramai, bukan?


"Ponsel mana yang harus kupilih untuk Soyoka?"


Ada dua jenis ponsel untuk anak-anak, dan masing-masing memiliki tiga warna.


Ponselnya dilengkapi dengan sistem keamanan dan GPS, sehingga aku bisa tenang ketika terjadi sesuatu padanya. Karena ketika alarmnya berbunyi, notifikasi akan dikirim ke ponsel walinya.  Dan aku juga dapat memeriksa posisinya lewat aplikasi.


Kupikir, semua orang tua di dunia ini harus proaktif dalam memberikan perangkat ini kepada anak-anak mereka.  Dan yang paling penting, aku akan bisa mendengar suara Soyoka kapan pun yang kumau!


"Pink ..... kuning .......  hitam....."


Mata Soyoka melebar saat dia menyodok sesuatu yang mirip antena di bagian atas ponsel anak.


Sebelumnya, aku telah melihat katalog di rumah, tapi sepertinya aku masih belum bisa memutuskan yang mana yang harus kupilih.  Ponsel hitam yang tidak kupilih entah kenapa membuatku merasa sedih.  Tapi tidak apa-apa, aku yakin pasti anak laki-lakilah yang akan membelinya.


Untuk menjernihkan pikiranku, aku dengan santai melihat sekeliling toko.


Ada banyak ponsel baru yang keluar setiap tahunnya.  Dan sejujurnya, aku tidak bisa mengikuti perkembangannya.  Yah, lagi pula aku membeli ponsel baru setiap tiga tahun sekali.


Di saat aku sedang membandingkan model-model terbaru yang tidak dapat kulihat perbedaannya, wajah yang kukenal muncul di sana.


"Hei, Akiyama-san!"


Aku mengangkat tanganku dan memanggilnya.


Akiyama terlihat bahagia dan tersenyum saat berbicara dengan Iku.  Tetapi ketika dia melihatku, ekspresi di wajahnya langsung menghilang.


"Oh, sungguh kebetulan yang aneh, yah."


Dia menyisir rambutnya ke belakang dengan tangan kanannya dan membuka mulutnya tanpa tersenyum.


"Jangan bertingkah sok dingin begitu.  Aku sudah melihat semuanya tadi, jadi kau tidak akan bisa membodohiku dengan berpura-pura dingin sekarang."


"Aku tidak tahu apa yang kamu bicarakan.  Tapi, aku memang selalu seperti ini."


Kau sebenarnya sedang dalam suasana hati yang sangat baik, bukan?


Akiyama yang mengenakan topi dengan hoodie putih dan celana jeans, memiliki aura yang sangat berbeda jika dibandingkan dengan ia yang mengenakan seragam sekolah.  Jika bukan karena Iku, aku mungkin tidak akan mengenalinya.


Hmm, begitu, yah.  Karena adik kami masuk ke TK yang sama, jadi mungkin saja rumah kami berada di lingkungan yang sama juga.  Meskipun aku dan Akiyama bersekolah di SMP yang berbeda, tapi itu mungkin karena dia bersekolah di distrik sebelah.


"Soyoka-chan!"


"Iku!"


Hei, bocah!  Jangan berbicara dengan adik manisku begitu santainya!


Aku ingin mengatakan itu, tapi aku memutuskan untuk menahan diri karena sepertinya aku akan dibenci jika mengganggu persahabatan di antara anak-anak.  Namun meski begitu, aku tetap memberikan tekanan dalam diam pada Iku, dan dia langsung bersembunyi di balik Akiyama ketika menyadarinya.


Bukankah anak ini terlalu penakut?


Di sisi lain, Akiyama menatap Soyoka dan memiringkan kepalanya.


"Aku ingin tahu, apakah kamu ingin membelikan ponsel untuk Soyoka-chan?"


"Ah, iya.  Untuk jaga-jaga.  Kupikir akan lebih baik melakukan pencegahan sebelum terjadi sesuatu padanya."


"Kukira itu untuk memantaunya setiap saat lewat GPS."


"Hei, kau pikir aku ini orang seperti apa, huh?!  Aku hanya berencana untuk memantaunya sesekali!"


Lagi pula, untuk apa aku repot-repot memantaunya ketika aku selalu bersamanya kecuali saat dia di TK?


"Apakah itu perlu untuk memberinya ponsel anak?"


"Tentu saja, apalagi tidak ada biaya tambahan untuk ponsel anak jika dibeli dengan paket keluarga."


"Benarkah?  Hmm, haruskah aku membelikannya untuk Iku?"


Akiyama meletakkan tangannya di pipinya dan berpikir.


ini bukanlah percakapan antar teman sekelas, melainkan percakapan antar orang tua yang memiliki anak.


Soyoka dan Iku sedang bermain dengan ponsel sampel di tangannya.  Ponsel anak dibuat relatif lebih kecil, tetapi itu tetap lebih besar jika dibandingkan dengan tangan Soyoka.  Ia memegangnya dengan kedua tangannya dan entah karena apa, dia menekannya ke telinganya.


"Apa kamu mau itu, Iku?"


"Aku mau...!  Onee-chan, tolong beliin!"


Iku memeluk Akiyama dengan mata berbinar.  Sungguh anak yang baik dan polos.  Meskipun tidak sebaik Soyoka.


Akiyama yang dipeluk olehnya, terkejut dan membeku.


"I-Iku sedang merayuku..."


"T-Tidak boleh, yah?"


"Ini cinta terlarang, Iku ... tapi tidak apa-apa kalau itu Iku.  Aku tahu kalau hari ini memang akan datang.  Jadi sebagai kakakmu, aku akan selalu siap untuk menerimanya, kamu bisa melakukan apa pun yang kamu inginkan."


Umm, itu tentang ponsel, kan?


Dia berbicara dengan cepat dan suaranya terlalu pelan.


Setelah terbatuk dan mendapatkan ketenangannya kembali, Akiyama mulai menelepon ke suatu tempat.


Aku tidak bisa mendengar isi percakapannya, tetapi tampaknya dia sedang mendapat izin kepada ibunya.


"Iku, ibu bilang kita boleh membelinya."


"Yeay!!"


"Tapi, aku tidak bisa menandatangani kontraknya, jadi besok kita akan kembali lagi ke sini.  Sekarang, kita cuma akan memilih yang mana yang akan kita beli nanti."


Aku diberi tahu bahwa surat persetujuan tertulis dari orang tua diperlukan bagi anak di bawah umur untuk menandatangani kontraknya.


Tentu saja aku telah membawanya, sedangkan Akiyama tidak.  Kudengar ibu Akiyama sibuk dengan pekerjaan rumahnya di akhir pekan dan hari libur.  Jadi hari ini, dia sengaja datang ke sini untuk berbelanja dengan Iku agar tidak menghalangi ibunya.


"Aku pilih yang pink!"


Soyoka memberiku ponsel berwarna pink.


Ngomong-ngomong, ini cuma sample, jadi jangan memberikannya padaku, oke?



"Pink adalah warna yang diciptakan untuk Soyoka.  Jadi, itu adalah pilihan yang sempurna untukmu."


"Dasar kakak yang idiot...."


"Kaulah yang idiot!"


Mungkin karena Akiyama sadar diri, jadi dia memalingkan wajahnya dengan gusar.


Kompleksnya jauh lebih parah daripada diriku.


Aku memang berpikir kalau Soyoka adalah anak ajaib layaknya malaikat yang paling imut, paling lucu, paling cantik dan paling berbakat di dunia, tapi yah cuma itu saja, tidak lebih.


Kemudian, Soyoka pergi ke Iku untuk melaporkan warna ponselnya pilihannya.  Hmm, bagaimanapun juga, dia masih didahulukan daripada dirinya.


Iku tampaknya bingung tentang mana yang harus ia pilih.  Dengan ekspresi serius di wajahnya, dia membandingkan ponsel yang berbaris di platform.  Profilnya saat ini cukup tegas, persis seperti kakaknya.


"Kupikir kuning cocok.  Itu terlihat imut."


Aku mengambil ponsel anak berwarna kuning dan memberikannya kepada Iku.  Iku menerimanya dan menatap Soyoka lalu meletakkannya kembali di atas meja.  Kemudian, dia meninggalkan sudut ponsel anak.


Sambil diperhatikan oleh Akiyama, dia menjangkau platform model standar dan mengambil sampel ponsel untuk orang dewasa.  Itu adalah model terbaru dengan layar besar.


"Aku pilih ini!"


Ponsel itu terlalu besar untuk ukuran tangan anak-anak, bahkan itu terlihat hampir jatuh dari tangannya.  Itu juga tidak memiliki fungsi pencegahan, dan itu tidak berguna untuk anak TK.


Ponsel itu khusus untuk orang dewasa, sehingga memiliki banyak fungsi dan sulit untuk dikuasai oleh anak-anak.  Selain itu, harganya juga jauh lebih mahal daripada yang lain.


"Iku, itu untuk orang dewasa.  Ayo pilih yang itu saja.  Itu ponsel yang imut, loh."


Akiyama berjongkok di depan Iku dan berusaha membujuknya.  Dia mencoba meraih ponsel yang dia genggam.  Namun, Iku dengan cepat menarik diri dan menghindarinya.


".....Tidak mau."


"Kenapa?  Itu terlalu sulit bagi Iku."


"Aku maunya yang ini!


"Jika kamu cuma ingin menyentuhnya, aku akan meminjamkan milikku padamu."


Akiyama menepuk kepala Iku dengan ekspresi bermasalah.


Iku menatap Soyaka, yang sedikit memiringkan kepalanya karena tidak mengerti apa yang sedang terjadi di depannya.


Mungkin ini pertama kalinya Akiyama melihat Iku seperti ini, jadi dia tidak mengerti mengapa Iku begitu keras kepala kepadanya 


"Yah, namanya juga laki-laki."


Tampaknya, bahkan Akiyama pun tidak mampu memahami pikiran seorang pria.


Mata Akiyama menajam saat mendengar interupsiku.  Menakutkan.


"Apa yang kamu ketahui tentang Iku, huh?"


"Yah, itu ... kau bisa menganggapnya seperti itu.  ...Sini, aku pinjam Iku sebentar."


Aku meninggalkan Soyoka di tangan Akiyama, dan menarik tangan Iku untuk pergi sejenak.


Aku tidak akan menculiknya, jadi tolong jangan khawatir, oke?  Justru aku yang tidak akan memaafkanmu jika kau melakukan sesuatu pada Soyoka!


"Ada apa, Onii-chan?"


 "Aku bukan kakakmu."


Apakah anak ini sudah menjadi pacarnya?!  Soyoka masih terlalu kecil untuk pacaran!


"Haa....."


Aku menarik napas dan mengambil ponsel hitam dari bagian ponsel anak-anak dan melihat ke arah Iku.


"Lihat, ini ponsel untuk anak-anak."


"Tidak, aku maunya yang ini."


"Itu benar.  Karena itu lebih keren."


"Un."


Dia menganggukkan kepalanya dan setuju dengan pendapatku.  Kata-kataku mungkin berbeda dari apa yang dia harapkan, maka dari itu ketika aku mengatakannya, dia tidak bisa apa-apa selain mengeluarkan erangan.


"Soyoka, adikku yang imut itu memilih yang pink.  Jika Iku membeli yang ini juga, maka kalian akan memiliki ponsel yang sama."


"Tapi, aku maunya yang keren."


"Itu benar.  Jika aku ingin membeli sesuatu, aku juga akan memilih sesuatu yang keren.  Tapi, coba pikir.  Soyoka adalah malaikat, meskipun masih anak-anak.  Tidak, dia pasti akan menjadi seorang wanita di masa depan, dan dia juga imut dengan caranya sendiri, terutama saat ia menelan pasta gigi kemarin, haha ... yah, bagaimanapun juga, itu akan memakan waktu lama untuk bisa menggunakan ponselnya dengan baik."


Iku tidak bisa memahami apa maksud dari perkataanku karena aku berbicara dengan cara yang rumit.  Namun, terkadang ada gunanya untuk mengucapkan kata-kata yang sulit.  Karena pria ingin terlihat tampan dan keren tidak peduli berapa usia mereka.  Dan kakaknya tidak tahu tentang hal itu.


Lagi pula, Iku hanya ingin terlihat keren di depan Soyoka.  Meskipun aku kesal karena targetnya Soyoka, tapi aku bisa mengerti perasaannya.  Harga diri seorang pria tidak akan membiarkannya memilih hal yang sama dengan apa yang dipilih oleh para gadis.


Selain itu, cara Akiyama menolaknya tidak baik untuknya.  Jika ia melakukan itu, Iku hanya akan menjadi lebih keras kepala jika dia diberi tahu secara langsung kalau dia tidak boleh memilihnya.


Aku melanjutkan perkataanku di saat Iku sedang termenung dalam kebingungan.


"Dengar, Iku.  Kau harus mempelajari cara menggunakan ponsel ini lebih dulu darinya.  Jika kau bisa menggunakannya dengan sempurna sementara Soyoka belum, lalu apa yang akan kau lakukan?"


".......!  Aku akan mengajarinya.......!"


"Benar.  Tapi untuk mengajarinya akan sulit jika kalian menggunakan model yang berbeda."


Iku terengah-engah dan matanya menyala.  Iku kemudian merebut ponsel anak dari tanganku dan memberikanku ponsel orang dewasa sebagai gantinya.


"Aku akan mengambil yang ini!"


"Bagus!  Kalau begitu, suruh kakakmu membelikannya untukmu."


"Ya!"


Warna kuning mungkin agak terlalu imut, jadi hitam adalah pilihan yang tepat.


Ketika aku kembali, aku menemukan Soyoka dan Akiyama sedang berbicara satu sama lain.


"Kamu paham. Kan?  Saat pulang nanti, kamu harus bilang padanya, "Onii-chan bau!""


"Bukankah itu kasar?"


"Tidak apa-apa.  Aku memberitahumu ini agar kamu bisa mengalahkan kakakmu."


"Benarkah?!  Aku akan bisa menjadi lebih baik dari Onii-chan......?!"


"Ya, tentu saja."


Iblis. Dia adalah iblis.  Iblis yang sedang tersenyum jahat.


"Hei, jangan mengajari adikku yang aneh-aneh!"


Aku pasti akan shock dan mendekam di kamar selama beberapa hari jika dia sampai mengatakan sesuatu seperti itu kepadaku.


Aku bergegas untuk menyelamatkan Soyoka darinya, namun ekspresi Soyoka malah terlihat begitu percaya diri.


Kau tidak akan mengatakan itu kepadaku, kan?


Di sisi lain, Iku kembali ke tempat Akiyama seolah kami sedang bertukar sandera.


"Aku akan mengambil yang ini!"  katanya kepada Akiyama.


"Bagaimana kamu melakukannya?"


Akiyama mengerutkan alisnya saat dia menatapku.


Wow, dia terlihat sangat frustasi, bukan?


"Ini rahasia di antara kita, oke?"


Aku meletakkan jari telunjukku di bibirku dan menatap Iku.  Iku tersenyum padaku dan membalas dengan cara yang sama.


"Ya, ini rahasia kita!"


Itu benar.  Ini adalah rahasia di antara pria.  Saat ia melihat ini, Akiyama menjadi semakin tidak senang.


"Ya Tuhan, Iku telah tertular olehnya.  Iku, jangan lakukan itu.  Dia adalah orang mesum yang suka sama anak kecil.  Iku adalah anak yang baik, jadi sini sembunyi di belakang kakakmu."


"Menurutmu aku ini orang seperti apa, huh?!"


Aku tidak tahu lagi sudah berapa kali aku memberitahunya bahwa anak kecil yang kusuka hanyalah Soyoka!


Kemudian, nomor antrianku dipanggil, jadi aku berpisah dengan mereka dan menuju ke meja resepsionis.


Karena ini ponsel anak, jadi kontraknya sederhana.  Dan karena ini untuk anak-anak, jadi aku harus menuliskan opsi penggunaannya.  Dan keuntungan lainnya adalah, harganya jadi jauh lebih murah karena sudah diatur dengan kontrak keluarga.


Aku juga membeli film, kasing, dan tali untuk dikalungkan di leher.  Aku akan melakukan setting awal secara perlahan setelah kami kembali ke rumah.


"Yeay, punya ape!"


Soyoka sangat senang ketika pegawai menyerahkan ponsel baru kepadanya meskipun dia kelelahan karena perjalanan panjang kami.


"Kamu ingin menamainya apa?"


"Ape saja."


Aku berdiri dari tempat dudukku, sambil memegang tas berisi dokumen kontrak dan instruksi manual. Petugas mengirim kami pergi dengan suara ceria.


Saat aku meninggalkan toko, aku melihat Akiyama dan Iku berdiri di dekat pintu masuk.


"Ah, kalian masih di sini?"


"Aku masih belum mengucapkan terima kasih dengan benar."


"Kau terlalu sopan, padahal kau tidak perlu mengkhawatirkan tentang hal itu."


"Tidak, tidak.  Meskipun aku tidak tahu apa yang kamu katakan pada Iku, tapi kamulah yang merekomendasikan ponsel anak kepadaku sejak awal, jadi terima kasih banyak untuk itu."


Akiyama membungkuk dengan ringan setelah mengatakan itu.


"O-Oh, sama-sama. ...... tapi, mengapa kau tidak memanggilku dengan namaku?  Ah, tidak.  Bukan apa-apa.  Jangan dipikirkan."


Ketika aku bertemu dengannya sebelumnya, kupikir dia memanggilku "Kuremoto-kun".  Aku yakin kalau Akiyama cuma memanggilku dengan nama keluargaku dan tidak melihatku sebagai lawan jenisnya.


"Kalian memiliki nama belakang yang sama, kan?"


Dia mengatakannya dengan ekspresi kosong seolah-olah itu bukan apa-apa.  Sepertinya, itu tidak memiliki makna apa-apa baginya.


"Aku mengerti. ......Baiklah kalau begitu, Sumi..."


"Aku tidak tahu mengapa aku merinding di sekujur tubuhku.  Tapi tolong panggil aku dengan nama belakangku saja."


"Eh, apakah itu menjijikkan jika aku yang mengatakannya?"


Soyoka tersenyum saat mendengar percakapan kami.


"Ah, Onee-chan tsundere, yah?!  Aku pernah melihatnya di anime!"


"Soyoka, kau salah.  Dia ini cuma orang bodoh yang bertingkah sok keren."


"Sumi-chan ... bodoh?"


Akhir-akhir ini, Soyoka sangat menyukai anime dan drama yang berhubungan dengan percintaan, jadi dia sangat tertarik dengan hubungan antara laki-laki dan perempuan.


"Hee..."


Akiyama mengucapkan kata-kata ringan dengan nada biasa, tetapi entah kenapa itu terdengar dingin dan menyeramkan.  Seluruh tubuhku langsung menggigil karenanya.


Ketika aku menatapnya dengan ketakutan, aku melihat Akiyama dalam tampilan iblis.  Aku dan Soyoka sama-sama membeku karenanya.  Ada aura misterius di sekitarnya yang membuat orang lain tidak bisa mendekatinya.


......Betapa menakutkannya jika seorang wanita cantik sedang marah.


"Soyoka-chan?  Aku ini kakak yang cantik, cerdas dan keren, bukan?"


"Sumi-chan!  Kamu cantik dan keren!"


"Nah, bagus."


Soyoka menganggukkan kepalanya pada kata-kata itu.  Apakah kau berniat menggertak adikku, Akiyama?


"Onee-chan, aku lapar."


Kata-kata Iku mengakhiri pertengkaran antara aku dan Akiyama.  Sepertinya Iku adalah seseorang yang tahu cara membaca situasi.


Kemudian, Akiyama langsung mengendurkan ekspresinya, menyipitkan matanya dan menatap Iku.


Ugh, aku pasti merasa senang jika dia bisa berbicara padaku dengan 10% kelembutannya itu.


"Bagaimana kalau kita makan siang sekarang?"


"Ya!  Bagaimana kalau kita makan bersama, Soyoka?!"


Iku mengatakan itu dengan polosnya sambil menatap Soyoka.  Mau tak mau, aku melakukan kontak mata dengan Akiyama.


Aku awalnya berniat makan siang di rumah, tapi sepertinya ada baiknya juga untuk makan di luar sesekali.


"Akiyama, bagaimana menurutmu?"


"Yah, tidak masalah.  Sepertinya anak-anak ingin makan bersama."


"Kenapa itu terdengar seperti kau tidak mau makan bersamaku?


Yah, menurutku itu wajar.  Lagi pula Akiyama dan aku bisa terlibat seperti ini karena mereka berdua.


***


Aku berjalan menuju food court di lantai pertama supermarket bersama Soyoka yang bersemangat karena akan makan di luar bersama temannya.


Ada banyak restoran yang berjejer di sepanjang jalan, dan kami bisa duduk dan makan di mana saja setelah melakukan pemesanan.


Kami duduk di meja untuk empat orang dengan nampan di tangan masing-masing.  Kami duduk saling berhadapan berdasarkan kelompok usia yang sama.


"Iku, bersihkan tanganmu, lalu pakai antis.  Ya, bagus."


Akiyama mengurus Iku dengan sangat ketat.  Bahkan ketika Iku mulai makan, dia tetap merawatnya, tanpa memedulikan makanannya sendiri.  Dia sibuk menyajikan makanan di piring kecil untuk anak-anak sambil menyeka mulut Iku.


Ekspresinya serius.


Kau tidak perlu terlalu ketat tentang hal itu, bukan?  ......Iku memegang sendok di tangannya dan diam-diam membawanya ke mulutnya.


"Umauma."


"Soyoka?  Hmm, sepertinya dia baik-baik saja."


Saat dia menumpahkan begitu banyak makanan, itu terlihat sangat imut!


Ngomong-ngomong, aku memesan katsudon (potongan daging babi yang disajikan di atas nasi).  Sementara Soyoka dan Iku memilih sepiring sushi seperti yang bisa kalian lihat di restoran keluarga.  Sedangkan Akiyama menyesap mie soba.


"Ya Tuhan, makanannya berantakan di mulutmu."


"Muu, aku baik-baik saja!"


Iku, yang diperlakukan seperti seorang anak, menolak dan berpaling dari Akiyama, yang bertindak layaknya ibunya.


"Iku, apa kau mau irisan daging?"


"Bolehkah?"


"Tentu saja.  Aku ingin memberikannya pada Soyoka.  Tapi kalau kau mau, aku bisa memberikannya padamu juga."


Aku membagi sepotong daging menjadi dua dan meletakkannya di atas piring Soyoka dan Iku.


"Terima kasih, Kyota Nii-chan!"


"Aitou!"

[TL: Arigatou.]


Aku tidak membutuhkan lauk apa pun karena senyuman Soyaka setara tiga mangkok nasi bagiku.


Iku juga berhasil mendapatkan kembali moodnya dalam sekejap dan mengunyah potongan daging dengan senyum di wajahnya.


"......Kamu ahli dalam menangani anak-anak, bukan?"


"Umm, yah, kupikir baru dasarnya saja.  Menurutku akan lebih baik jika kau membantunya hanya ketika ia benar-benar membutuhkannya saja."


Aku sendiri masih banyak belajar tentang hal ini karena pengalamanku menjadi kakak masih sedikit.  Tapi kupikir merawatnya seperti yang dilakukan Akiyama juga bagus, meskipun aku tidak tahu cara mana yang lebih efektif.


"Aku tidak mengerti mengapa Iku lebih menyukai Kyota.  Aku merasa seperti telah dikalahkan."


"Jadi itu sebabnya kau begitu pemarah sejak tadi, huh?"


Kupikir Akiyama adalah kakak yang baik.  Dan aku yakin Iku bertingkah seperti itu karena ia merasa malu, bukan karena membencinya.


"......Aku ingin tahu bagaimana jadinya jika ayah ada di sini."


"Hmm?  Apa?"


Aku tidak bisa mendengar kata-kata Akiyama karena teredam oleh suara pengumuman mall.


"Aku cuma bilang kalau kalian bisa akrab satu sama lain karena usia mental Kyota sama rendahnya dengan Iku.  Lihat, kamu bahkan menyisihkan sebutir nasi di pipimu."


Mengulurkan tangannya, Akiyama mengambil sebutir nasi dari pipiku dan memasukkannya ke dalam mulutnya sendiri.  Itu terjadi sangat alami hingga aku tidak bisa bereaksi.


"Eh?"


Aku menatap Akiyama.  Dia membeku dalam posisi dengan jari di bibirnya.


Setelah beberapa saat, dia membuka matanya dan melambaikan tangannya ke udara.


"Tidak, tidak!  Ini sama seperti merawat anak-anak!  Ini tidak ada maksud apa-apa!  Aku hanya melakukan apa yang kulakukan pada Iku sebelumnya!"


"Y-Ya!  A-Aku mengerti..."


Kau benar-benar membuatku gugup karena rasa malumu, tahu!  Aku tidak yakin apakah dia menyadarinya atau tidak!   Tapi saat aku melihatnya, kupikir dia akan sedikit gugup, tetapi rupanya dia malah merasa malu!


"Apa kau baik-baik saja, Nee-chan?"


Iku menatap kakaknya dengan prihatin.  Jangan khawatir, dia hanya sedang merasa malu dengan dirinya sendiri.


Ketika aku menatap Soyoka, dia sedang menatapku sambil tersenyum dengan kedua tangan yang menutupi mulutnya.


"Cie-cie ... pacaran nih yee!"


""Tidak!!""


Suaraku dan Akiyama saling tumpang tindih.


"Kalian sangat cocok, tahu!"


Dan yah, kami terus digoda oleh anak-anak hingga akhir.