Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Romcom Ala Wali Murid [Vol 1 Chapter 9]

The Love Comedy Which Nurtured With A Mom Friend Bahasa Indonesia


Chapter 9: Merawat Adik Terasa Cukup Aneh


Tepat setelah liburan Golden Week berakhir, suasana musim semi yang cerah telah menjadi tenang, dan jarak ke musim panas dengan cepat telah menutup, alias cuacanya sudah mulai panas.


Saat ini, aku sedang belajar seperti anak SMA pada umumnya, atau jika harus kusebut, aku sedang mengikuti kelas matematika.


Aku membuka buku catatan yang kupakai untuk mengipasi diriku sembari menatap papan tulis.


.....Aku tidak bisa memahaminya.  Sepertinya aku akan mendapat nilai merah lagi di kelas matematika tahun ini. 


Aku memikirkan Soyoka untuk melarikan diri dari urutan angka misterius yang menari di atas kertas.


Oho!  Soyoka sedang tertawa riang di balik retinaku!


Karena apa yang kurasakan saat ini, aku jadi ingin menegur diriku yang masih SMP supaya memilih SMA yang sesuai dengan tingkat kemampuanku sendiri, dan tidak memaksakan diri saat mengikuti ujian masuk.


Tapi masalahnya, SMA ini adalah lokasi terbaik untuk menjemput dan mengantar Soyoka dari TK.


Tempatnya cukup dekat dengan TK sehingga mudah dicapai menggunakan sepeda.  Bahkan ketika hujan, aku bisa mencapainya dengan menaiki bus dan turun di halte dekat TK


Bisa dibilang, ini adalah SMA terbaik untukku!


Tunggu sebentar.  Jika aku tinggal kelas sekali, aku bisa menetap di SMA ini sampai Soyoka lulus dari TK, bukan?  ......Sepertinya itu bukan hal yang buruk.


"Kuremoto-kun?  Kamu sudah hebat yah sehingga kamu bisa mengerti bahkan dengan mata tertutup.  Baiklah, mari kita lihat apakah kamu bisa menjawab soal yang ini."


"Sensei, aku tetap tidak mengerti bahkan jika mataku terbuka!"


Semua teman sekelasku tertawa.  Khususnya anak laki-laki.


Kijimura-sensei, guru matematika dan wali kelasku, mengangkat bahunya dengan putus asa dan melanjutkan pelajarannya.


Cuaca musim semi adalah tempat favorit iblis bernama Sleeping Devil.  Di sore hari, itu semakin tak tertahankan.  Tetapi jika aku tertidur di sini, maka rencanaku untuk tinggal kelas akan menjadi kenyataan, jadi mau tak mau aku harus menahannya entah bagaimana caranya.


Tapi, jika aku harus duduk diam tanpa bicara sepatah kata pun, ditambah dilarang makan dan minum, bukankah rintangan ini terlalu sulit?  Aku tidak akan mampu menahannya tanpa dukungan "Soyoka" di otakku.


Cara Kijimura-sensei menjelaskan, terdengar lembut tanpa semangat.  Mizuki selalu mengatakan bahwa dia sangat imut, tetapi dia akan berusia 28 tahun tahun ini.  Menurutnya, itu adalah usia matangnya, tapi aku tidak tahu apa maksudnya.


Karena aku tidak bisa memahami isi materinya sama sekali, jadi aku menghabiskan waktuku dengan mengagumi celana panjang Kijimura-sensei, yang menarik untuk dilihat karena menonjolkan bentuk kakinya yang berisi.


Tiba-tiba, nada dering ponsel berbunyi di dalam kelas.


"Hei, setel ponselmu dalam mode senyap selama kelas berlangsung!"


Kijimura-sensei yang mendengarnya langsung menegurnya tanpa ampun.  Tapi kemudian, suaranya menjadi mengecil dan berhenti.


Sensei yang menatap ke titik tertentu terdiam tanpa kata.  Aku yang memperhatikannya ikut mengalihkan pandanganku ke arah yang ia tuju.


"Ya, aku Akiyama.  Iya, benar  ..... apa?!"


Itu adalah Akiyama yang sedang menerima telepon secara terbuka di kelas.


Alasan Kijimura sensei tidak bisa berkata-kata pada perilaku keterlaluannya adalah karena ia memiliki nilai yang bagus dan sikap yang baik selama ini.


Dia menerima telepon itu dengan penuh percaya diri hingga aku mulai mempertanyakan akal sehatku.


Seisi kelas juga gempar karenanya 


"Baik, aku akan segera ke sana."


Dengan tergesa-gesa, Akiyama mengakhiri panggilannya.


"Ah, Akiyama-san?  Seperti yang kamu tahu, aku tidak berpikir itu ide yang baik untuk menerima telepon selama kelas, bukan....?"


"Sensei?"


"Tidak, tidak apa-apa selama kamu mengerti."


"Aku izin pulang lebih awal."


"Eh?"


Tanpa mendengar jawaban dari gurunya, Akiyama langsung berdiri.  Dia meraih tasnya dan berjalan keluar kelas lewat pintu belakang tanpa sempat merapikan mejanya sendiri.


Semua orang terkejut dengan kepergiannya yang tiba-tiba dari kelas.  Seisi kelas bahkan sampai terdiam seolah-olah waktu telah berhenti.


Beberapa detik setelahnya, Kijimura-sensei akhirnya tersadar dan bersandar dengan goyah di mejanya.


"Ugh, Akiyama-san telah berubah menjadi anak nakal......"


"Seperti yang diharapkan dari Akiyama-san, dia menempuh jalannya sendiri."


"Apakah terjadi sesuatu padanya?"


"Mungkinkah salah satu kerabatnya ada yang sakit?"


Dimulai dengan ratapan Kijimura-sensei, teman sekelas yang lain ikut berspekulasi tentang berbagai hal.


Kupikir semua ini pasti ada hubungannya dengan Iku.


Aku tidak bisa memikirkan alasan lain selain itu, karena meskipun ia masih di tengah kelas, dia memaksa untuk menjawab panggilan teleponnya.  Apalagi, dia menjawabya tanpa ragu sedikit pun.


Jika ada yang tidak beres dengan Iku di TK, maka masuk akal jika dia langsung pergi ke sana ...... yah, aku bisa mengerti keputusannya.


Aku mengirim pesan kepada Akiyama dari kolong meja.


[Apakah terjadi sesuatu pada Iku?]


Aku juga khawatir tentang Iku.  Anak-anak biasanya tidak terlalu berhati-hati saat bermain, dan kecelakaan sekecil apa pun bisa saja menyebabkan cedera yang serius.


Soyoka juga sering berlarian tanpa melihat sekelilingnya, jadi dia pernah nyaris celaka lebih dari sekali atau dua kali.


Tapi ada kemungkinan kalau dia sedang sakit.  Bagaimanapun juga, dia terlihat sangat panik.


Sudah tidak diragukan lagi bahwa ada sesuatu yang salah dengannya.


Aku memeriksa ponselku beberapa kali sambil mendengarkan suara Kijimura-sensei saat dia melanjutkan kelas dengan ekspresi cemas di wajah, tapi aku masih belum menerima balasan apa pun dari Akiyama.


Bahkan setelah kelas berakhir dan jam istirahat makan siang tiba, ponselku tetap diam.


Aku telah mengirim beberapa pesan berturut-turut padanya, tetapi belum terbaca juga.


Di saat aku sedang gelisah, tepat ketika kelas sore selesai dan hanya tersisa homeroom, layar ponselku akhirnya menyala.


[Iku masuk angin.  Apa yang harus kulakukan?]


Itu adalah notifikasi dari aplikasi perpesanan.


Kau seharusnya jangan meremehkannya sebagai masuk angin biasa.  Anak-anak memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah dan rentan terhadap infeksi.  Karena tubuh mereka yang lemah, maka ada kemungkinan kalau mereka menderita sakit yang lebih parah dari kelihatannya.


"Mizuki!  Aku akan pulang duluan, jadi tolong beri tahu Kiji-chan nanti!"


"Hei, apakah musim pulang duluan telah dimulai tanpa sepengetahuanku?!"


Maafkan aku Mizuki, tapi aku tidak punya waktu untuk menanggapimu.


Ketika Akiyama berada dalam kesulitan, aku harus membantunya.  Akiyama mungkin terlihat kompeten, tapi dia sebenarnya tidak.


Aku meninggalkan sekolah tanpa menunggu jam sekolah berakhir.  Lalu, aku membalas pesan Akiyama di jalan.


[Apakah kalian sudah pergi ke rumah sakit?  Bagaimana kondisinya?]


Pesan itu langsung terbalas tak lama kemudian.


[Dia terkena demam.  Kami baru saja meninggalkan rumah sakit.  Dia seharusnya baik-baik saja selama dia minum obat dan istirahat.]


[Syukurlah.  Apakah ada yang bisa aku bantu?]


[Tidak perlu.  Aku tidak bisa merepotkanmu.]


Aku lega karena mereka sudah mengunjungi dokter anak.  Aku yakin dia akan baik-baik saja jika dokter anak sudah memeriksanya.


Tapi kekhawatiranku yang lain adalah, Akiyama bisa merawatnya atau tidak?


Dia bilang dia akan baik-baik saja, tapi aku tidak yakin apakah dia mampu melakukannya sendiri ....... aku tahu betapa sulitnya merawat anak kecil yang sedang sakit.


Aku sudah lupa sampai berapa kali aku harus mencari bantuan ketika Soyoka sedang sakit.  Tapi, situasinya berbeda dari waktu ketika aku tidak memiliki siapa pun untuk membantuku.  Karena Akiyama memiliki diriku yang bisa membantunya.


"Ayo kita besuk dia!"


Aku mengirim pesan singkat, "Kirimkan aku alamatmu." dan pergi ke TK untuk menjemput Soyoka.


Seharusnya kami hanyalah teman sekelas biasa.  Dia, seorang gadis cantik yang dikagumi semua orang, dan aku, seorang pria biasa.  Kami tidak memiliki kontak satu sama lain, tetapi kami berhasil disatukan melalui adik-adik kami.


Ya, kami menjadi teman.  Itu sebabnya aku tidak bisa meninggalkannya sendirian.  Karena kami adalah teman.


......Aku sedikit terjebak dengan kata "Teman".  Menurutku, hubungan kami tidak sekonvensional itu.  Jika aku harus menemukan kata yang tepat, maka aku akan mengatakan, "Teman ibu."


"Teman ibu....."

[TL: Mama tomo.]


Aneh rasanya ketika aku mengatakannya dengan lantang.


Aku tetap mengendarai sepedaku tanpa melambat meski belum ada balasan yang masuk.


Ketika aku tiba di TK, aku menemukan Soyoka sedang duduk sendirian.


Ketika aku berlari ke arahnya, dia berkata dengan suara tipis, "Iku sakit."


"Iku ... pulang duluan."


"Percayalah padaku, Iku akan baik-baik saja."


Dasar curang!  Soyoka bahkan sampai mengkhawatirkanmu!  Aku tidak akan memaafkanmu jika kau tidak segera sembuh, iku!!!!


Sebuah notifikasi berdering.


Meskipun ia menolak sebelumnya, tapi pesan dari Akiyama melampirkan sebuah alamat.  Seperti yang tertera di dalamnya, itu sangat dekat.


Yah, bahkan jika ia menolak, aku akan tetap pergi ke sana.


Dalam perjalanan, aku mampir ke supermarket untuk membeli beberapa kebutuhan.


Aku menggunakan aplikasi peta untuk menavigasi area perumahan di seberang jalan dari rumahku, dengan TK di tengah-tengahnya.


Sementara lingkungan rumahku berada di daerah perumahan yang baru dibangun, yang satu ini tampaknya penuh dengan rumah-rumah tua dengan halaman yang luas.  Terdapat banyak rumah bagus dengan taman yang terawat baik di sepanjang jalan yang berliku.


Rumah Akiyama adalah sebuah apartemen tua yang berisi sekitar enam kamar, dan letaknya berada di ujung jalan buntu yang tenang.


Aku memarkir sepedaku di bahu jalan dan menaiki tangga.


Sejujurnya, ini berbeda dari apa yang kubayangkan.  Aku berasumsi bahwa rumahnya adalah rumah besar, mengingat aura orang kaya yang terpancar dari kedua kakak beradik itu.


Namun, tidak diragukan lagi bahwa nama  yang tertulis di papan nama itu adalah nama keluarganya.


||  "Iya, Akiyama di sini....."


Suara Akiyama langsung menjawabku ketika aku menekan interkom.


"Aku datang untuk menjenguk."


Kemudian, speakernya mati.


Mungkinkah ia kesal karena aku memaksa datang kemari?


Tidak, fakta bahwa dia memberiku alamatnya menunjukkan bahwa dia memerlukan bantuanku, meskipun itu hanya asumsiku saja.


Saat aku berdiri di sana di depan pintu, kenop pintu berputar.


"Kyota!  Iku--!"


Akiyama melompat keluar dari pintu yang terbuka dengan keras.


Aku menangkap bahunya dengan kedua tanganku saat kakinya terjerat yang menyebabkannya hampir terjatuh.


Dia masih mengenakan seragamnya, seolah-olah dia tidak punya waktu untuk berganti pakaian.  Dasinya telah dilepas dan ujung blusnya mencuat.


Pipinya terangkat dan tetesan air berkilauan nampak di sudut matanya.


Mengingat pesan yang ia kirimkan sebelumnya, sepertinya dia sedang banyak pikiran karena saking khawatirnya pada Iku.


"Akiyama, tenanglah.  Ayo kita masuk dulu sekarang."


"Ah ..... tidak, aku baik-baik saja.  Aku tidak membutuhkan bantuan Kyota."


"Jangan keras kepala......"


Aku menarik tangan Soyoka, yang menatapku dengan cemas, dan masuk ke dalam rumah Akiyama.


Akiyama menunjukkan beberapa perlawanan, tapi dengan cepat membiarkan kami lewat.


Saat kita memasuki rumahnya, kami disambut dengan aroma harum yang segar.


Hal pertama yang menarik perhatianku adalah dapurnya yang bersih dan rapi.  Wastafel memantulkan cahaya tanpa awan sedikit pun, yang menunjukkan bahwa dapurnya telah dirawat dengan baik.


Sementara itu, Soyoka merapikan sepatu kami sehingga aku menepuk kepalanya sebagai ucapan terima kasih.


"Di mana orang tuamu hari ini?"


"Aku sudah memberi tahu mereka tentang Iku, dan mereka bilang akan pulang sedikit terlambat."


Jadi intinya, jika aku tidak datang, maka dia dan Iku akan sendirian untuk sementara waktu, huh?


Tentu saja, Akiyama mungkin bisa merawat Iku sendiri, tapi aku tidak bisa untuk tidak mengkhawatirkannya, jadi aku mengunjunginya.  Selain itu, dia pasti merasa kesepian jika merawatnya sendirian.


"Apa Iku baik-baik saja?"


"Ya, dia pasti baik-baik saja sekarang."


Soyoka, yang melihat Iku sakit di TK, meremas celana panjangku dan terlihat khawatir.


"Karena dia masih sakit, jadi dia harus banyak tidur."


Hmm, Soyoka biasanya adalah tipe orang yang bergerak dengan penuh semangat meskipun ia sedang demam. Tapi sekarang, dia lemas seolah-olah baterainya habis.


Rumah Akiyama tampaknya sekitar 2LDK.


Akiyama membuka pintu dan memasuki ruang tamu.  Itu adalah ruang tamu yang stylish.  Nuansa hangat dari furnitur dan meja, vas yang dihias dengan detail, dan lukisan yang tergantung di dinding, semuanya menunjukkan perhatian yang telah dilakukan di setiap bagian rumahnya.  Itu tampak seperti apartemen tua, namun itu membuatku bertanya-tanya apakah mungkin kita bisa membuatnya modis dengan perabotan yang tidak terlalu mahal seperti ini?


Rumahnya sangat jauh berbeda dari rumahku yang sederhana, karena baik ibuku maupun diriku sama-sama tidak tertarik dengan desain interior......


"Iku di sebelah sini."


Kami dipandu oleh Akiyama menyusuri rumahnya.


Aku melihat ke pintu di sebelahku dan diberi tahu bahwa, "Itu kamar ibuku."


Tidak ada lorong di antara kedua kamarnya, dan keduanya langsung terhubung ke ruang tamu.  Bagian dalamnya mungkin adalah kamar bergaya Jepang.


Iku sepertinya tidur di kamar Akiyama.


Aku bertanya-tanya apakah aku diperbolehkan memasuki kamar Akiyama ketika aku telah memaksa berkunjung ke rumahnya?


Saat aku menyadari fakta bahwa aku akan memasuki kamar seorang gadis ...... tanganku mulai berkeringat.


"Dia sedang tidur sekarang karena efek dari obatnya.  Semoga saja demamnya bisa turun......"


Mendengar suara pelan Akiyama menyadarkanku dari kekhawatiran yang tidak perlu.


"Lewat sini .... aku tidak tahu lagi apa yang harus kulakukan untuknya."


Akiyama menyuruhku untuk memasuki kamarnya.


Iku sedang tidur di futon dalam kamarnya.  Soyoka duduk di sebelahnya dan menatap wajahnya.


Sebuah meja belajar, rak buku, dan beberapa kotak bening berjejer di ruang tikar enam tatami.  Di atas rak ada beberapa potong pakaian wanita, dan aku buru-buru membuang muka darinya.


Itu adalah kamar yang indah, yang sangat menggambarkan Akiyama yang teliti dan cantik.


"Dokter bilang dia akan baik-baik saja selama dia tidur  .... hmm, Kyota?"


"Ah, tidak, yah ..... ya, benar!  Kurasa kau tidak perlu terlalu sekhawatir itu.  Berapa suhu tubuhnya?"


"38°."


Itu cukup tinggi.  Tidak heran jika ia sekhawatir itu.


Aku memasang selimut pendingin dan melihat ke arah Iku, yang mengerang kesakitan dalam tidurnya.


Tidak banyak yang bisa kulakukan dalam situasi ini, tetapi kuharap dia mau makan sesuatu ketika bangun nanti.


"Bolehkah aku pinjam dapurnya?"


"Aku yang akan memasak untuknya nanti."


"Kau ...... apa kau ingin mencekoki Iku makanan yang tidak ia suka?"


Aku cuma bercanda, tapi dia melepaskan tatapan dingin padaku.


"Sudah tugasku untuk merawat Iku.  Aku tidak akan menyerahkan tugas memasak itu kepada Kyota, karena kamu sudah jauh-jauh datang kemari."


"......Kalau begitu, pinjamkan saja aku peralatanmu."


Aku tidak bisa begitu saja mengobrak-abrik dapur orang tanpa izin.


"Soyoka......"


"Iku...."


"......Jangan melakukan hal yang tidak perlu.  Perhatikan saja dari jauh.  Lagi pula, Iku akan segera bangun.  Akan jadi masalah jika kau tertular olehnya."


"Oke."


Aku memberi tahu Soyoka begitu dan pindah ke dapur bersama Akiyama.


Aku mengambil makanan yang kubeli saat dalam perjalanan dari tas supermarket.


Dapurnya sederhana, hanya berisi wastafel dan kompor dua tungku, dan meja kecil.  Wastafelnya ditutupi oleh rak penyaring yang berfungsi sebagai penutup.


"Jika kita membicarakan soal flu, tentu yang terpikirkan adalah bubur.  ......Haruskah aku memasukkan air ke dalam nasi?"


Iku, tidak peduli apa yang terjadi, aku pasti akan melindungimu.....


"Yah, bubur memang bagus, tapi kita tidak tahu apakah ia memiliki selera makan atau tidak."


Aku membeli beberapa apel.  Apel sangat cocok untuk penderita flu karena kandungan air dan gulanya yang tinggi.


"Apa kau punya parutan?"


"Ya, aku punya.  Untuk apa memangnya?"


"Untuk memarut apel."


Apel parut mudah dimakan bahkan jika dia sedang tidak nafsu makan, jadi ada baiknya jika kita menyiapkannya.  Apalagi, dia tetap bisa merasakan rasa manisnya sampai batas tertentu meski indra perasanya mulai kabur, sehingga dia pasti akan memakannya.


Kemudian, aku meminjam parutan, pisau, dan talenan dari Akiyama.


"Aku juga bisa mengupas apel.  Aku melakukannya di kelas memasak."


Akiyama, yang menonton dari samping, menyela.


".....Benarkah?"


"Apa-apaan matamu itu ..... tentu saja aku benar-benar bisa melakukannya.  Aku sudah berlatih."


Memikirkan apel yang akan dikorbankan olehnya membuat air mataku mengalir.


Fakta bahwa Akiyama memegang pisau juga membuatku gugup.  Dia memotong apel menjadi delapan bagian dan mengupasnya satu per satu.  Dia menyerahkannya kepadaku dengan ekspresi puas di wajahnya, dan sekarang giliranku untuk memarutnya.


"Inilah buktinya."


"Kau seharusnya menyombongkannya ketika kupasanmu sudah lebih tipis dari ini."


Ketika aku sedang berkonsentrasi pada apel, Akiyama tampak terganggu.  Namun, ia terus mengupas apelnya meski sesekali menatap Iku dengan cemas.


Dua mangkuk apel parut telah selesai disiapkan.  Masing-masing dari mereka dibungkus dengan bungkus plastik dan dimasukkan ke dalam lemari es.


"Dua mangkuk sudah cukup.  Ketika dia bangun, tolong suapi dia sedikit demi sedikit.  Aku juga membeli beberapa bahan lainnya, jadi silakan taruh mereka di lemari es."


Apel, pisang, buah persik kalengan, anggur.  Isinya penuh dengan buah-buahan yang indah.


Ngomong-ngomong, ada juga bubur retort, jadi Iku akan aman meski ia kelaparan.  Maaf, maksudku, Iku akan baik-baik saja.

[TL: Aman di sini maksudnya terhindar dari bubur buatan Akiyama.]


"Iku, kuharap ia cepat sembuh."


"Kau tenang saja, mungkin kasar untuk dikatakan ...... tetapi jika kau sampai pingsan karena terlalu antusias, itu malah akan menambah masalah."


"Ya, aku tahu.  Aku hanya bertanya-tanya apakah dia akan mendingan saat bangun nanti....."


"Jangan terlalu khawatir, anak-anak memang rentan terhadap demam."


Tapi, tahukah kalian?  Aku sendiri sama sepertinya ketika Soyoka jatuh sakit karena demam tinggi!


Ketika itu menyangkut tentang keluargaku sendiri, sulit untuk melihatnya tanpa perasaan seperti itu.  Tapi, apakah cuma itu saja?


Melihat wajah Akiyama yang tampak pucat dan bibirnya bergetar, aku tidak berpikir jika dia baik-baik saja.


"Jika aku kehilangan Iku juga, aku pasti akan---"


"......Apa maksudmu?


"Aku hanya punya Iku......."


Di hadapan Iku, ekspresi Akiyama tetap tidak berubah.  Tapi, dia sudah mencapai batasnya.


Setelah apel selesai diparut, ketegangan yang menumpuk akhirnya pecah.


Menurutku, gadis bernama Akiyama Sumi ini, sebenarnya adalah gadis yang sangat lemah.  Aku berpikir begitu ketika melihat ekspresinya yang seolah-olah ingin menangis.


"Akiyama, Iku akan segera sembuh.  Jika dia melihatmu sedih seperti itu, Iku pasti akan sedih juga.  Dia adalah anak yang peduli pada sekitarnya, jadi dia mungkin berpikir kalau itu adalah salahnya.  Dan dia akan merasa bertanggung jawab untuk itu.  Kau seharusnya menjadi kakak yang keren untuk Iku, bukan?"


"......Aku tahu."


"Kemarilah, mendekatlah pada Iku."


Kupikir aku mungkin terdengar agak mencela.  Tapi aku tidak bisa memikirkan kalimat lain untuk digunakan ketika seorang gadis sedang merasa sedih.


Namun, sebagai anak SMA yang sama-sama merawat anak TK, aku dapat mengatakan bahwa apa yang dibutuhkan Akiyama sekarang bukanlah kenyamanan, tetapi pedoman untuk bertindak.


Aku meraih tangannya dan membantunya berdiri.  Aku membawanya kembali ke kamarnya dengan langkahnya yang goyah saat dia berjalan melewati ruang tamu.


"Iku, ini untukmu...."


"Ngh------"


“Ah!  Onii-chan bilang apa pun bisa disembuhkan dengan ciuman!  Ush, chu-chu-----"


"I-Iku .... bersama wanita lain selain aku......"


"Soyokaaaaaa!"


Memang benar, aku memanfaatkan kepolosan Soyoka dengan memberinya skinship di berbagai tempat, apalagi dia tidak memberontak sama sekali.  Tapi...!!


Aku dengan terburu-buru menarik Soyoka menjauh dari Iku, yang dilindungi oleh Akiyama.  Soyoka, yang tergantung di udara oleh tanganku, melawan dengan menggoyangkan tangan dan kakinya.


"Tidak!  Aku ingin membuat Iku sehat!"


"Niatmu memang baik, tapi tidak!"


"Kenapa?  Padahal Onii-chan selalu menciumku setiap aku sakit!"


"Soyoka, dengarkan aku.  Sebenarnya, ciuman hanya efektif jika kakakmu yang memberikannya."


Soyaka membuka mulutnya dengan rahang menganga dan berkata, "Sungguh?!"


"Sebenarnya, kakakmu ini adalah seorang paranormal yang bisa menyembuhkan demam dengan ciuman."


"Benarkah......?"


"Dan itu hanya berpengaruh jika aku yang memberikannya.  Maka dari itu kau tidak boleh mencium orang lain."


Tunggu, apa yang coba aku katakan dengan wajah serius ini?


Yah, ini adalah pelajaran penting untuk melindungi hati murni Soyoka ...... aku mengatakan itu pada diriku sendiri, dan menatap Akiyama.


Ketika aku melihatnya, dia sedang memeriksa bibir Iku dengan ekspresi iblis di wajahnya, tapi kemudian, dia menatapku dan mengangguk kecil.


"Hampir saja."


"Syukurlah....."


"Ini salahku karena meninggalkannya sendirian dengan kucing pencuri ....... tidak peduli seberapa tidak berdayanya wajah tidur Iku, dia tetaplah seorang pangeran, jadi bukan hal mustahil jika dia menyerangnya saat Iku sedang tidur."


"Hei, jangan mencela kebaikan Soyoka!"


Ia hanya menggunakan cara yang salah, tahu!


Soyoka hanya ingin Iku sembuh.  Itulah bukti betapa baiknya Soyoka!


Jiika aku telat satu langkah saja, mungkin semuanya sudah terlambat.  Untung saja aku berhasil menyelamatkan bibir Soyoka tepat pada waktunya.......


Aku melihat ke arah Akiyama, yang sedang duduk berlutut melindungi Iku, dan menghela napas lega.


Kemudian, entah karena apa, aku tertawa.


Aku sangat bingung dengan situasi ini sehingga suasana suram yang kurasakan sebelumnya menghilang.


"Onii-chan, kenapa?"


"Apa?  Ah, aku membuat apel parut."


"Apel?!  Aku mau!  Aku mau!"


Soyoka tiba-tiba melonjak bersemangat.


"Apa kau mau membelinya saat pulang nanti?"


"Ya!  .....Eh, tidak, tidak!"


Soyoka menggelengkan kepalanya.


"Onii-chan harus menciumnya!"


"Cium?"


"Iya!  Cium Iku!"


Sebuah suara bocor secara tidak sengaja.


Alasan Soyoka berkata begitu karena menurutnya, aku adalah seorang paranormal yang bisa menyembuhkan penyakit dengan ciuman......


Jadi dalam pikiran Soyoka, jika aku mencium Iku, maka penyakitnya akan sembuh.


Ini tidak bisa dihindari.  Ini semakin rumit.  Kalau sudah begini, maka aku hanya harus berpura-pura.  Karena bibir kakakmu ini hanya untuk Soyoka........


"Serahkan saja padaku!"


"Tidak!"


Akiyama menghentikanku.


"Ehem, Soyoka-chan ... sebenarnya, aku juga memiliki kekuatan supranatural."


"Sumi-chan punya juga?!  Wow!  Terus, apakah Sumi-chan mau menciumnya?!"


"Y-Ya.  Aku akan melakukannya."


"Yeay!"


Perkembangan macam apa ini?


Tanpa menarik diri, Akiyama berdeham lalu melirik Iku.  Ia tampak sedikit berbahaya sekarang.


Dia menarik satu sisi rambutnya ke telinganya dan memiringkan kepalanya.  Dia meletakkan satu tangan di bantal Iku untuk menopang berat badannya.  Dengan ekspresi gugup di wajahnya, dia perlahan mendekatkan wajahnya pada Iku.


Desahan keluar dari celah kecil di antara bibir mereka yang berwarna persik.


Umm, ini skinship yang lucu antara kakak dan adik, iya kan.....?


Aku ingin tahu apakah adegan ini aman untuk ditunjukkan kepada anak-anak?


Profil Akiyama sangat seksi, dan bulu matanya yang panjang, yang terlihat ke bawah, menonjolkan matanya.


Sungguh suasana yang aneh.  Aku sampai lupa untuk bernapas saat memperhatikannya.


Aku tahu aku tidak boleh melihatnya, tapi aku tidak bisa mengalihkan pandanganku darinya.


Bibir Akiyama mendekati bibir Iku.  Mereka hanya berjarak beberapa milimeter dari satu sama lain.  Hanya tinggal beberapa milimeter lagi hingga mereka bersentuhan.  Lalu.....


"Gutsu-----  Nee-chan......?!"

[TL: (ノ`Д´)ノ彡┻━┻ ]


Suara Iku bocor.


Akiyama langsung melompat menjauh dari Iku dan berdiri.  Aku secara misterius terkesan dengan keatletisannya yang luar biasa.


"Huh?  Apa Nee-chan ada di dekatku barusan?


"Tidak, dia tidak ada di sana.  Dia jauh darimu."


Pipi Akiyama memerah samar, dan matanya menusukku dengan tajam.


"Apa yang kamu lihat?"


Profil ciuman mereka tergambar jelas di retinaku.


Wajahku memanas.  Sulit bagiku untuk tidak menyadari hal semacam itu.  ...... Sekali lagi, aku diingatkan bahwa Akiyama adalah gadis yang sangat cantik.


"Syukurlah Iku sudah bangun!  Bagaimanapun juga, kau harus banyak minum air!  Kau juga harus makan apel sebanyak-banyaknya, tetapi makannya sedikit demi sedikit, oke?!  Jika kau lapar, ada bubur retort untukmu!  Juga, bersihkan dirimu dengan handuk nanti!  Soyoka!  Ayo kita pulang!"


Aku mengatakan semua itu dalam satu tarikan napas dan menarik tangan Soyoka.


"Bagaimana dengan ciumannya?"


Soyoka, kau dilarang untuk menggunakan kata itu untuk beberapa waktu ke depan!


Hal pertama yang muncul di benakku adalah kenyataan bahwa aku tidak yakin apa yang seharusnya kulakukan.


Aku meninggalkan ruangan dengan barang bawaanku dan langsung menuju pintu depan.  Denyut di sekitar leher memberitahuku bahwa jantungku telah berdetak secara berlebihan.  Aku memakaikan sepatu pada Soyoka dan meletakkan tanganku di kenop pintu.


"Kyota!"


Aku mendengar sebuah suara yang memanggilku bersamaan dengan suara langkah kaki.  Aku berbalik dan melihat Akiyama sedang berlari ke arahku dengan pipi yang sedikit terangkat.


"Kyota.  Terima kasih sudah datang."


"Iya, tapi kau jangan senang dulu.  Kau masih harus merawatnya dengan baik."


"A-Aku tahu."


Aku sedikit gugup karena penampilannya yang begitu seksi barusan.


Setelahnya, aku meninggalkan apartemennya seolah sedang melarikan diri.


***


Beberapa hari setelah Iku terkena demam.


Saat itu, demam Iku turun di pagi hari.  Namun, Akiyama tidak masuk sekolah karena dia bilang kalau Iku harus mengambil cuti sehari untuk memulihkan kesehatannya.


Kabar murid teladan Akiyama yang tiba-tiba meninggalkan sekolah lebih awal menjadi pembicaraan teman-teman sekelasku untuk sementara waktu.  Meskipun aku tahu alasan dibalik tindakannya tersebut, tetapi bagi yang lain jelas itu mengejutkan karena ia tiba-tiba pulang lebih awal di tengah jam pelajaran, dan bukan hal aneh jika itu menimbulkan banyak rumor di sekolah.


Akiyama tidak mengatakan alasannya, dan tidak ada seorang pun juga yang bertanya padanya, jadi kebenarannya tidak pernah terungkap.


Aku juga sempat ditanya beberapa kali tentang kenapa aku ikut pulang lebih awal waktu itu, tetapi aku memalsukan alasannya dengan mengatakan bahwa aku telah dipanggil perihal Soyoka, jadi semua orang langsung mengerti situasiku.


Mungkinkah itu karena rutinitasku setiap hari?


Yah, apalagi aku selalu rela pergi ke mana pun itu jika itu berkaitan dengan Soyoka.


Memikirkan itu membuatku jadi ingin melihat Soyoka bermain di TK sepanjang waktu tanpa harus datang ke sekolah.  .......Tapi, aku tetap bersekolah seperti ini karena aku yakin Soyoka pasti tidak suka jika kakaknya adalah seorang NEET.


Aku melepas blazerku bersamaan dengan bunyi lonceng yang menandakan dimulainya istirahat makan siang.


"Achi~"


Aku menuangkan sebotol teh susu yang kubeli dari mesin penjual otomatis.  Rasa manis susu dan gula menyelimuti lidahku.  Rasa manis yang campur aduk begini enak, bukan?  Aku merasakan kelembapan menembus ujung jariku dan suhu tubuhku mulai turun sedikit.


Saat ini masih bulan Mei, namun matahari sudah bersinar terik dan suhu sudah mencapai 25° Celcius.


Aku menyampirkan blazer di kursi dan melonggarkan dasiku.  Lalu, aku menjatuhkan diri ke meja dan mengipasi diriku dengan buku catatan seolah-olah itu adalah kipas angin.


Apakah belum waktunya untuk transisi ke pakaian musim panas?  Beberapa guru sebenarnya toleran, tetapi aturan tetap mewajibkan para murid untuk mengenakan pakaian formal selama kelas.


Sial, mereka terlalu ketat di tempat yang aneh!


Para guru, di sisi lain, mengenakan pakaian kasual dan mereka menyebutnya "Cool Biz".


Saat ini adalah waktu paling sensitif sepanjang tahun, karena terkadang cuacanya dingin dan kadang panas.  Aku harus berhati-hati agar Soyoka tidak jatuh sakit.


"Kuremoto-kun."


Tiba-tiba, sebuah paha muncul di sudut pandangku.


Tidak, sebenarnya itu sudah ada di sana tepat sebelum mataku melihatnya.


Ketika aku mendongak, sambil menjelaskan pada diri sendiri bahwa aku tidak menatapnya, muncullah dia, Akiyama dengan tanpa ekspresi di wajahnya.


"Akiyama?  Ada apa?"


Apakah terjadi sesuatu lagi pada Iku sehingga dia berbicara denganku di kelas?


Aura yang dipancarkan Akiyama terasa seperti orang asing, tanpa adanya jejak keramahan.  Dia berdiri di sana dengan bermartabat dan mengulurkan tangannya.


"Hanya kamu yang belum mengirimkan formulir aplikasi, bukan?  Kijimura-sensei menyuruhku untuk mengambilnya."


"Oh, maaf.  Itu ketinggalan di rumah."


Ternyata dia sedang bertugas sebagai Ketua Kelas.....


Di tahun kedua SMA, para murid harus membuat keputusan serius tentang rencana masa depan mereka setelah lulus.  Aku telah diminta untuk mengirimkan survei tentang rencana masa depanku sendiri, tetapi aku belum mengumpulkannya.


"Baiklah.  Tapi tolong kumpulkan secepatnya."


Akiyama dalam mode dingin memiliki kekuatan yang tak terbantahkan!


Dia memang banyak bicara ketika Soyoka dan Iku terlibat, tapi itu ia lakukan hanya demi anak-anak.  Di sekolah, kami adalah orang asing.  Jika tidak ada hubungannya dengannya, maka dia tidak akan berbicara.


Dia masih tidak ingin terlibat dengan siapa pun.  Namun, para anak laki-laki berpikir dia misterius dan menawan, dan mereka menghargainya untuk itu.


Dalam kasus terburuk, dia terisolasi.  Tapi dia tidak tampak keberatan dengan itu.


"Akiyama-chan, bolehkah aku bicara denganmu sebentar?"


Mizuki menghentikannya saat dia hendak pergi.


"Aku sedang berpikir untuk mengadakan kumpul-kumpul dengan teman sekelas nanti.  Kami merencanakannya untuk dilakukan pada Senin atau Selasa depan sepulang sekolah."


Saat keduanya mulai berbicara, mereka menarik banyak perhatian.  Mereka menonjol karena keduanya adalah pria dan wanita yang good looking.  Mereka berdua berada di komite kelas, jadi mereka menjadi pusat perhatian.


"Tidak, terima kasih."


"Begitu.  Acaranya digelar sebelum ujian.  Akan lebih mudah bagi semua orang untuk berkumpul karena kita akan libur dari kegiatan klub.  Kalau tidak, tim atletik tidak akan bisa datang.  Karena kita tidak bisa berkumpul selama Golden Week, jadi ini adalah kesempatan emas bagi kita semua untuk saling mengenal."


"Maaf, tapi aku punya sesuatu untuk dilakukan."


Akiyama menjawabnya dengan dingin.


Kegiatan klub diliburkan selama seminggu sebelum ujian, tapi itu bukan berarti semua orang akan memakai waktu libur tersebut untuk belajar dengan serius.  Jadi, aku berencana untuk bergabung.


Dan seperti yang diharapkan, Akiyama menolaknya.


Jika kami ikut, aku berencana untuk membawa Soyoka, tapi aku tidak berpikir kalau Akiyama akan membawa Iku.  Bahkan jika dia tidak membawanya, aku tetap tidak bisa membayangkan dirinya bergaul dengan teman-temannya yang lain.


"Umm, aku hanya ingin berteman dengan Akiyama, tetapi yah mau bagaimana lagi.  Ngomong-ngomong, kau tetap bisa bergabung dengan kami nanti, jadi beri tahu saja aku jika kau berubah pikiran."


Mizuki menarik diri begitu saja.


Beberapa anggota klub olahraga memiliki jadwal latihan bahkan selama masa ujian, beberapa murid juga ada yang ingin berkonsentrasi pada pembelajaran mereka, dan beberapa lainnya tidak ingin pergi tanpa menyebutkan alasannya.  Yah, itu hak mereka, jadi tidak ada alasan untuk memaksa mereka untuk ikut.


Akiyama dengan ringan menundukkan kepalanya dan berbalik untuk pergi, seolah mengatakan bahwa percakapan sudah selesai.  Namun, sebuah suara datang dari arah lain.


"Hei, Mizuki sudah bersusah payah untuk mengatur acara ini, jadi bukankah menurut kalian itu tidak baik jika kalian semua menolaknya?"


Itu adalah suara seorang gadis dengan aroma parfum yang samar yang berjalan di sebelah Mizuki.


Gadis itu adalah Hikaru Hiragi.  Dia adalah gadis cantik layaknya idol di kelasku.


Dengan dua mata besar yang cerah dan tampilan yang agak polos di wajahnya, dia adalah seorang gadis yang bisa membuatmu mengatakan "imut" pada pandangan pertama.  Potongan bobnya yang berwarna terang tampak seolah-olah melambangkan semangatnya.


Dia adalah anggota klub tenis putri dan sangat atletis.  Dia adalah seorang olahragawan, dan proporsi idealnya, yang langsing namun kencang di tempat yang tepat, membuatnya semakin menarik.


Selain penampilannya yang cantik, kepribadiannya yang ceria dan ramah adalah alasan lain dari popularitasnya.  Dengan kepribadiannya itu, tidak mengherankan jika para laki-laki akan berpikir, "Apakah ia menyukaiku?"


Namun, sepertinya dia sedang dalam bad mood saat ini .......


"Akiyama-san, kamu adalah Ketua Kelasnya, jadi sudah seharusnya kamu bekerja sama, bukan?  Tapi kenapa malah Mizuki satu-satunya orang yang bekerja keras di sini?"


Hikaru melirik Mizuki dengan tatapan mencela.


Apakah ia juga mengincar Mizuki?


Yah, menjadi pria populer memang sulit.  Aku ingat tahun lalu, dia rela datang menemui Mizuki meskipun mereka berada di kelas yang berbeda.  Tapi karena mereka berdua berada di klub tenis, jadi kupikir memang sudah sewajarnya jika mereka memiliki banyak kontak satu sama lain.


Mizuki, yang sudah terbiasa dengan para gadis yang mengejarnya, melihat interaksi mereka dengan senyum di wajahnya.


"Ya.  Tapi aku tidak bisa, karena aku benar-benar memiliki sesuatu yang harus kulakukan sepulang sekolah.  Jika ada yang bisa kulakukan di sekolah untuk menebusnya, maka aku akan melakukan yang terbaik."


"Tidak bisakah kamu meluangkan satu hari saja?  Mizuki telah menyarankan perkumpulan ini sebagai Wakil Ketua Kelas, tetapi kamu malah mengabaikannya, mengatakan bahwa itu bukan urusanmu."


Suasana di kelas membeku


Hikaru memicingkan matanya sambil mempertahankan senyum pahitnya.  Di sisi lain, Akiyama terus mempertahankan sikap tegasnya.


Akiyama, sang Takane no Hana, dan Hikaru, yang merupakan idola semua orang.


Dalam arti tertentu, kedua orang ini, yang tampaknya terbagi dua dalam hal popularitas, saling berhadapan.


Atmosfernya tiba-tiba berubah menjadi panas dan menegangkan.  ...... Haruskah aku tetap berada di sini?


Kata-kata seperti, "Akhirnya, pertarungan untuk posisi teratas!  Tempat ini mungkin akan dalam bahaya!" , "Jalannya pertempuran ini akan sangat mempengaruhi situasi global......!" dan seterusnya bergema seolah-olah pertarungan hidup dan mati akan dimulai.


Aku tidak ada hubungannya dengan semua ini, jadi aku mencoba untuk mengungsi secara diam-diam.  Mungkin aku akan makan siang di tempat lain.......


"Kamu juga berpikir begitu, kan, Kuremo-chan?"


"Kenapa kau berbicara denganku?!"


Namun apa daya, jalur pelarianku terhalang oleh Hikaru.


Dia mengedipkan matanya padaku, lalu berbalik menghadap Akiyama lagi.  Karena timingku telah terlewat, jadi aku duduk kembali.


Mizuki menyeringai padaku.  Aku tahu dia menyadari niatku sehingga dia menertawakanku.  Ingin sekali rasanya aku membocorkan sifat asli Mizuki kepada semua gadis yang mengejarnya.


"Kenapa kamu tidak datang setidaknya sekali?  Aku juga ingin mengenalmu lebih dekat.  Mizuki bahkan mengundangmu secara langsung."


"Maaf, tapi aku harus belajar."


"Ha?  Apa itu?  Apakah kamu mencoba mengatakan bahwa kami semua tidak belajar?  Jangan belagu kamu yah hanya karena mendapat ranking satu di kelas."


"Bukan itu maksudku......"


Keduanya tidak meninggikan suara mereka.  Nada Akiyama datar sedangkan Hikaru santai dan lembut.  Tapi ada ketegangan misterius yang mengambang di udara.


Para gadis memang menakutkan........


"Akiyama-san, sebenarnya aku tidak mau mengatakannya, tetapi kamu benar-benar menjijikkan, bukan?"


Nadanya tenang, tetapi terdapat duri di dalamnya.


Hikaru, sejauh yang kutahu, bukanlah tipe gadis yang memandang seseorang sebagai musuhnya.  Dia memiliki banyak teman, baik laki-laki maupun perempuan, karena dia memperlakukan semuanya tanpa diskriminasi.  Dia sering bergaul dengan kelompok yang mencolok, tetapi di sisi lain, dia juga sering bersenang-senang dengan membicarakan tentang hobinya dengan para gadis yang sederhana.


Namun, dia dan Akiyama tampaknya saling bermusuhan.



"Sudah, sudah."


Mungkin karena berpikir situasinya semakin memburuk, Mizuki menyela dengan tangannya yang berkibar di udara.


"Kalau begitu, Akiyama-san, bisakah kau menyerahkan masalah perkumpulannya kepadaku?"


"Ya, terima kasih.  Silakan."


"Bagus.  Aku pandai dalam hal semacam ini.  Hikaru, bisakah kau membantuku jika tidak keberatan?"


Tentu saja, Mizuki jelas lebih baik dalam hal itu daripada Akiyama.  Itu karena dia tidak memiliki keterampilan sosial sama sekali.......


Jika Mizuki dan Hikaru yang memimpin, acaranya pasti akan berjalan lancar.


Bahkan jika kau adalah tipe orang yang sama sepertiku yang melihat orang-orang populer dengan mata sinis, kau tetap mengikutinya jika kau langsung disuruh melakukannya oleh orang yang sangat rupawan seperti mereka  Kupikir itu adalah naluri alami manusia untuk mengikuti seorang pemimpin.


"Ya, tentu saja!  Aku juga sangat menantikannya!"


Permintaan Mizuki diterima dengan senang hati oleh Hikaru sambil tersenyum.


Meskipun tidak menyebabkan masalah besar, tapi itu tetap meninggalkan sedikit kekacauan di saat mereka kembali ke tempat duduk masing-masing.