Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

CLBK Via Aplikasi Kencan [Vol 1 Chapter 2]

Reunited With My Former Lover In A Dating App Bahasa Indonesia




Chapter 2: Ketika Aku Bertemu Dengannya, Aku Menemukan Fakta Bahwa Dia Berbeda Dari Yang Kuharapkan


"Pertama-tama, mari kita luruskan situasinya dulu."


"Aku setuju......."


Dia memakai aplikasi kencan dengan nama palsu.  Namun, tingkat kecocokannya 98%, dan foto yang didaftarkan adalah omurice dari kafe yang sama dengannya, jadi aku merasa familiar dengan itu dan memutuskan untuk berkencan dengannya.


Aku memesan kafe dan mendapatkan tiket untuk film yang menarik bagi kami berdua 


Persiapannya sudah sempurna.


Menurut perkiraan cuaca, katanya akan turun hujan hari ini.  Enji juga telah mengajariku teknik untuk mendapatkan kencan kedua, "Pinjamlah sesuatu padanya, apa pun tidak masalah." jadi aku tidak membawa payung, meski tahu kalau akan turun hujan.


Cuacanya persis seperti yang diperkirakan.  Butuh waktu 5 menit berjalan kaki dari Stasiun Sannomiya ke kafe tujuan kami.  Dalam perjalanan itu, aku berencana untuk meminjam payung miliknya, lalu memegangnya dengan alasan untuk melindunginya dari jalan.  Begitulah yang seharusnya...


Namun, rencanaku buyar karena orang yang kutemui adalah mantan pacarku sendiri, Hikari Takamiya.


"Begitu, jadi kamu Kakeru-san, yah..."


"Dan kamu Akari-san..."


"Bukankah kamu penipu karena menggunakan nama palsu?"


"Bukankah kau juga?"


Aku tidak memiliki penyesalan apa pun terhadapnya.  Hanya saja, semenjak kami putus, aku tidak bisa melupakannya.


Karena kami adalah mantan kekasih, maka kami pasti tidak akan berkencan hari ini, aku hanya akan kembali dengan cara yang sama seperti saat aku datang.


Apakah ini tidak apa apa?


Bukankah ini sama saja seperti mengulang tahun saat perpisahan kami?  Tahun di mana aku tidak bisa melupakan dirinya.


Akan tidak nyaman bagiku untuk terus merasakan perasaan kabur itu.  Tapi, itu juga bukan berarti aku bisa mengatakan, "Ayo kita berkencan."


"Oke, aku akan pulang."


Aku kembali ke gerbang tiket yang baru saja aku keluar darinya.  Namun, sebelum sampai di gerbang tiket, langkah kakiku terhenti.  Aku ingin tahu apakah Hikari masih menyukaiku.....


Yah, aku tahu kalau aku terlalu berharap, apalagi tidak normal untuk tetap menyukai seseorang yang telah putus dengannya selama setahun.


Betapa bodohnya aku untuk berpikir begitu, meski hanya sesaat.


Itu menjijikkan.


"Haa....."


Aku menggerakkan kakiku yang terhenti dan menuju ke gerbang tiket.


"Hei, kamu mau ke mana?"


Aku dihentikan oleh suara dari belakangku.


"Apa maksudmu?  Aku mau pulang."


Orang yang kurencanakan untuk kencan hari ini adalah Akari-san, gadis yang kukenal melalui Connect, tetapi yang sebenarnya muncul di tempat yang ditentukan adalah Hikari, mantan pacarku.


Jika aku pikir-pikir, tidak mungkin aku akan bisa berkencan secara normal dengannya.


"Kamu sudah membuat reservasi di kafe, bukan?"


"Ya, aku melakukannya, tapi..."


"Kalau begitu, ayo kita ke sana."



"Ya, tapi......."


Aku tidak benar-benar ingin pergi.


Tapi memang benar kalau aku sudah melakukan reservasi, dan hanya kurang 5 menit lagi sampai waktu reservasi tiba.


Jika aku membatalkannya sekarang, itu akan menyebabkan masalah bagi kafenya, dan di atas segalanya, aku juga ingin makan omurice mereka untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama.  Jadi...


"Yah, itu akan merepotkan mereka, bukan?  Ayo kita pergi."


Aku mulai berjalan perlahan, mengikuti punggung Hikari yang sudah mulai berjalan keluar dari stasiun.


"Ayo cepat!"


"......Iya, iya."


Aku mulai mengejar Hikari tanpa payung.  Dan untuk beberapa alasan, Hikari juga tidak memakainya..


"Hei, pakai payungmu dulu!  Nanti kau bakal kebasahan!"


"Tidak masalah, lagi pula kafenya dekat!  Akan lebih cepat jika kita langsung lari ke sana!  Selain itu, aku jago menghindari air hujan!"


"Kupikir hanya anak SD yang mengatakan itu......"


Saat kami sampai di kafe, kami berdua basah kuyup.


***


"Mmm~!!!  Omurice di sini benar-benar yang terbaik!!!"


Kafe ini dikelilingi oleh pepohonan dan tampak seperti hutan, yang membuat kami lupa bahwa kami sedang berada di tengah kota.


Kami dipandu ke tempat duduk sofa dan kami berdua sama-sama memesan omurice.


Nama resmi hidangan ini adalah Omurice Showa.  Ini adalah omurice yang langka dengan saus tomat, bukan saus cabai.


Sausnya bukan saus biasa, karena keasamannya sudah dihilangkan, yang membuatnya mudah untuk dimakan.


Aku suka rasanya yang sederhana dan polos ini.


"Lezat......"


"Aku tidak suka samaan denganmu, tapi aku setuju."


Hei, apa pun yang kau makan pasti akan kau anggap lezat, bukan?


"Ngomong-ngomong, apakah kau sudah meningkatkan kemampuan memasakmu?"


Ketika kami masih pacaran di SMA. Hikari sering membuatkan bekal makan siang untukku.  Tapi masakan Hikari tidak.......


"Huh?!  Apa lagi yang harus kutingkatkan?  Lihat!  Ini adalah daging dan kentang yang kubuat kemarin!"


Dia mengarahkan layar ponselnya ke arahku dan menunjukkan sesuatu yang mungkin merupakan daging dan kentang.  Tapi, itu bukan daging dan kentang yang kukenal, itu sama sekali berbeda.


"Kelihatannya masih sama, huh......"


"Ya, aku masih pandai memasak."


"Bagaimana kau bisa mengatakan itu dengan penuh percaya diri?  Masakanmu bahkan tidak terlihat seperti masakan."


"Apa?!  Tidak sopan!"


"Lalu, apakah kau memakannya?"


"......"


"Lihat?  Apa kataku?"


"Berisik!"


Ini adalah pertengkaran kecil seperti yang kami lakukan dulu.


Aku merindukan percakapan atau pertengkaran seperti ini yang pada saat itu kuanggap hanya omong kosong, karena sudah setahun lamanya aku tidak mengalaminya lagi.


"Woo~!  Terima kasih untuk makanannya!  Ini tidak cukup, tapi karena aku sedang diet, jadi aku harus menahannya......"


Dia mengatakan itu, tapi matanya melihat menu makanan penutup dengan tatapan rakus.


Hei, kontrol matamu!


Hikari sebenarnya tidak gemuk.  Kupikir dia cukup kurus untuk ukuran seorang wanita.  Dia telah seperti itu sejak setahun yang lalu.  Kebiasaan Hikari adalah melakukan diet.  Namun, dia selalu bilang akan memulainya besok.


"Tapi, aku sudah datang sejauh ini....."


"Kau pasti akan mulai dietnya lagi besok, bukan?"


"....Apa?  Apa kamu keberatan?"


"Tidak, tidak juga.  ......Kau tetap sama sama seperti dulu."


Kupikir dia marah, tapi saat melihatnya memesan makanan penutup dari pelayan, senyum tak terkendali muncul di di wajahku.


"Apakah kamu tidak mau memesan makanan penutup?  Kalau tidak, jangan minta padaku, oke?"


"Siapa juga yang mau minta!"


"Ah, tapi aku sedang ingin makan wafel......"


Ia mengatakan itu sambil sibuk melihat menu satu demi satu.


"Mau ke toko wafel di depan stasiun?"


"Oh, kamu terkadang cukup pintar, yah."


"Iya, sayang.  Ah, bukan!"


Kami membatalkan pesanan hidangan penutup dan menuju stasiun.


Pada saat kami meninggalkan kafe, hujan telah berhenti, dan rambut serta pakaianku yang tadinya basah sudah mengering.


Matahari memang belum muncul, tapi aku merasa cuacanya sudah sedikit lebih cerah.


"Kenapa kamu menyeringai......?"


Dan Hikari, yang memegangi tas wafelnya dengan sangat hati-hati, mencemoohku yang sedang tersenyum sendiri.


"Bukan apa-apa......."


Di kantong kertas yang dipegang oleh Hikari, terdapat lima wafel.


"Kamu suka yang ini, kan?"


Dia memberiku salah satu dari lima wafelnya, wafel maple.


"Kamu selalu membeli wafel maple, bukan.....?"


"......Kau masih ingat rupanya."


"Mm, yah......"


Dia menyerahkan wafel maple kepadaku, dan kantong kertas berisi sisa wafelnya, sekali lagi ia tempatkan dengan hati-hati di bawah lengannya.


Duduk di bangku taman, Hikari dengan senang hati mengeluarkan wafel dari kantong kertas dan mengunyahnya di dalam pipinya.


 ......Hm?


"Tunggu sebentar."


"Apa?"


Ketika aku mengingatnya, ada lima wafel di kantong kertas.  Karena dia telah memberiku satu, jadi sisanya ....


"Kau akan makan semua empat wafel itu?!"


"Apa?  Apa kamu punya masalah dengan itu?"


"Tidak, maksudku, kau baru saja makan siang, bukan.....?"


"Mau bagaimana lagi, aku lapar."


"Apa kau rakus....?"


"Pegangin!"


"I-Iya..."


Dia berkata demikian dan memberiku payung miliknya.


Hei, aku bukan asistenmu!


Hikari melahap empat wafel dengan penuh semangat sehingga sulit bagiku untuk percaya bahwa dia baru saja makan omurice.


Selera makannya mengerikan.....


Kami seharusnya menonton film setelah ini.  Tapi, setelah mengetahui bahwa dia adalah mantanku sendiri, kupikir rencananya akan berubah.


"Yup, sudah saatnya......"


Kami sudah lama tidak bertemu.  Tapi, kami sudah bukan pasangan lagi.  Kami adalah mantan sekarang.


Tidak ada alasan lagi bagi kami untuk bersama.


Hikari berdiri dan berbalik ke arah stasiun.  Jika aku melepaskan Hikari, aku yakin kami tidak akan pernah bertemu lagi.


Tidak apa-apa ..... bukannya aku masih memiliki perasaan yang tersisa untuk Hikari, tapi bahkan jika aku memilikinya, lalu untuk alasan apa aku mengajaknya berkencan?  Kami sama-sama tahu bahwa kami berdua berencana untuk pergi ke bioskop setelah ini, dan alasan mengapa kami tidak membahasnya adalah karena kami bukan Kakeru dan Akari, melainkan mantan pacar yang sangat mengenal satu sama lain.


Aku melihat Hikari menuju di gerbang tiket.


"Sampai ketemu lagi."


Hikari melihat ke arahku sekali.  Tapi, tatapannya bukan ke mataku, melainkan ke tangannya, yang sedikit lebih rendah.


"O-Oh."


Jika aku memanggilnya sekarang, aku mungkin masih memiliki kesempatan untuk menjernihkan kebingunganku.  Tapi pada akhirnya, aku hanya bisa berdiri di depan gerbang tiket sampai aku tidak bisa melihat sosoknya lagi.


"Haa....."


Tunggu, kenapa aku mendesah?


Desahanku ini mungkin bisa diartikan bahwa aku sangat senang karena bisa melihat Hikari lagi sehingga aku ingin menonton film bersamanya, bukan sebagai Akari, tapi sebagai Hikari, namun ..... aku tidak bisa mengundangnya.  Aku juga tidak memiliki niat untuk melakukannya.  Aku hanya ingin menonton filmnya saja.


Seolah untuk membuktikannya, aku pergi ke bioskop di hari yang sama saat aku ditinggalkan Hikari.  Tentu saja sendirian.


Judul filmnya adalah "Ohanabatake mitaina koi o shita".

[TL: I Fell In Love Like A Flower Garden.]


Itu adalah sebuah film tentang dua orang pria dan wanita yang bertemu, jatuh cinta, dan berpisah.  Itu hanya sebuah kisah cinta sederhana.  Terlalu realistis untuk menjadi cerita yang dikarang.  Tapi, itu menjadi topik pembicaraan karena orang-orang merasa tersentuh oleh filmnya.


Filmnya terkenal di Internet dan situs jejaring sosial, dan orang-orang mengatakan bahwa tidak ada pilihan lain selain pergi ke bioskop saat ini juga.  Aku bahkan sampai menghindari membuka YouTube dan Instagram supaya tidak terkena spoiler karena saking banyaknya yang membicarakan film ini.


Itu sebabnya aku tidak tahu tentang bagian itu.  Aku tidak tahu bahwa kedua pria dan wanita itu akan putus dan kemudian bertemu lagi, sama sepertiku dan Hikari.....


Bioskopnya penuh dengan para pasangan.  Aku lega karena aku tidak datang untuk menonton film ini bersama Hikari, yang sudah bukan pasanganku lagi, karena isi filmnya akan membuat kami merasa sangat canggung.


Dimulai dengan pertemuan seorang pria dan wanita, lalu berpisah, dan kemudian bertemu lagi.  Rasanya seperti film ini sengaja dibuat untuk menceritakan kami.


Namun, mereka berdua telah menemukan kekasih baru, dan hubungan mereka tidak pernah berlanjut.


Tapi kami berbeda.....


Bukan cuma aku, tetapi Hikari juga memakai aplikasi kencan, jadi aku tidak berpikir kalau dia sudah punya pacar.


Yah, bukan berarti itu penting bagiku........


Pada akhirnya, aku puas dengan filmnya, tetapi itu meninggalkan perasaan yang menyiksa, dan aku pulang tanpa kejelasan.


Aku punya satu tiket tersisa.  Seharusnya aku membuangnya, tapi aku memilih untuk memasukkannya ke dalam dompetku.


Aku memutuskan untuk pulang jalan kaki, karena tidak banyak bus yang berangkat dari stasiun terdekat menuju rumahku.


Berjalan di sepanjang jalan malam yang gelap membuatku teringat pada saat di mana aku dan Hikari berjalan di jalan yang sama di masa lalu, dan aku membuka riwayat pesan LINE untuk mengenang itu semua.


Kemarin, kami berkomunikasi melalui Connect, jadi bisa dibilanh, aku sudah tidak menggunakan LINE selama sekitar setahun lamanya.  Tepatnya sejak hari di mana kami putus.


"Apakah itu, Sho-chan?"


Aku mendongak dari ponselku.


Aku terlalu sibuk bernostalgia sehingga aku tidak menyadarinya, tapi aku sudah berada tepat di dekat apartemenku.


"Oh, Enji."


"Kau sudah pulang?  Cepat juga, yah?  Padahal ini baru pukul 19:00."


"Ya, kurasa begitu."


"Daripada itu, Sho-chan..."


"Hmm?"


"Sejak kapan kau punya payung yang imut begitu?"


Aku baru menyadarinya ketika dia mengatakan itu padaku.


Di tangan kiriku, aku sedang memegang payung Hikari.  Aku memeganginya ketika kami makan wafel di taman tadi, dan itu masih di.......


Itu adalah payung krem ​​pucat yang terlihat aneh di tanganku.  Pegangannya tipis dan terbuat dari kulit.


Aku diajari oleh Enji untuk meminjam sesuatu dari gadis yang kutemui sebagai teknik untuk memicu kencan kedua.


Sayangnya, semua ajarannya itu terlempar ke luar dari otakku ketika aku bertemu dengan Hikari, dan aku melakukannya tanpa sadar.


Ini adalah payung lama milik Hikari.


"Oh, jadi itu barang yang kau pinjam.  Sho-chan, kerja bagus!  Itu bukan payung plastik, jadi itu mungkin barang yang dia hargai."


......Dia hargai?


Payung ini memang memiliki sedikit kenangan.


Mengabaikan seringai Enji, aku langsung berlari menaiki tangga apartemenku dengan langkah ringan, yang jauh berbeda dari langkah berat yang kualami beberapa saat yang lalu.


"Hei, Sho-chan!  Ceritakan tentang hari ini padaku nanti!"


Aku mengirim pesan LINE untuk pertama kalinya setelah setahun lamanya saat aku berlari menaiki tangga tanpa menggunakan lift.


[Maaf, payungmu ketinggalan.]


[Ugh, itu menyebalkan.]


Dengan payung sebagai katalisator, kami berjanji untuk bertemu lagi.