Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Cewek Yang Kutemui Di Toserba [Vol 1 Chapter 1.1]

No One Cared About Me, But She Has. I Met Her At A Convenience Store, Then She Makes My Every Day More Fun Bahasa Indonesia




Chapter 1.1: Reuni


----Aku tidak tahan lagi, rasanya seperti ingin mati!


Pada musim semi tahun keduaku di SMA.  Aku, Kuromine Riku, mengaku pada teman masa kecilku yang telah dekat denganku sejak kami masih kecil.   Tapi, aku langsung ditolak olehnya.  F*ck!!


Coba bayangkan.  Ketika kami SD, kami mandi bareng dan tidur di ranjang yang sama sambil berpegangan tangan.  Sedangkan di SMP dan SMA, yah tentu saja kami sudah tidak mandi bareng lagi, tetapi setidaknya kami selalu berangkat dan pulang sekolah bersama.


Kami selalu bersama, dan orang-orang di sekitar kami sering menganggap kami layaknya pasangan.


Sekarang, setelah sampai sejauh itu, jelas bahwa aku naksir padanya, bukan?  Itu sebabnya aku mengungkapkan perasaanku kepada teman masa kecilku.


Jadi, aku berencana untuk mengaku kepadanya tepat ketika kami naik ke kelas 2 SMA....


Dan kalian tahu apa jawabannya?


"Aku minta maaf.  Aku tidak melihat Riku-chan sebagai teman masa kecil atau bahkan sebagai lawan jenisku..."


Apa itu?  Serius, jawaban macam apa itu?!  Dia tidak melihatku sebagai lawan jenis?!  Lawakan macam apa ini?!


Aku sudah banyak memikirkannya, serius.  Setelah kami mulai berkencan, kami telah pergi ke banyak tempat ...... bergandengan tangan, memikirkan ke mana harus pergi dan kesenangan apa yang akan kami lakukan.


Meskipun kami berdua sama-sama canggung, tetapi kami telah mengalami semua itu bersama ........ kami bahkan sampai membayangkan segala macam hal di mana kami menikah dan punya anak!  Dan kemudian ..... oh, sh*t.  Endingnya mengerikan!!!


Apa maksudnya dia tidak melihatku sebagai lawan jenis?  Apakah aku femboy di matanya?  Atau mungkin, makhluk di luar nalar?  WTF?!


"Sudahlah, aku sudah tidak kuat lagi.  Apa gunanya hidup jika seperti ini..."


Aku sangat menyukai teman masa kecilku.  Kupikir, aku jatuh cinta padanya.  Kupikir, kami saling menyukai.  Tetapi, aku tidak hanya kalah dalam pertempuran, tapi aku kalah bahkan sebelum pertarungannya dimulai.


Ya, sepertinya aku akan melakukan harakiri sekarang...


"Aku sudah tidak peduli lagi...  Persetan lu semua, ajg!"


Aku ingin lepas dari rasa sakit ini.


Jadi, aku memutuskan untuk------bundir.


Ini jam 9 malam ketika aku mengendarai sepedaku ke arah pegunungan, mencari tempat di mana tidak akan ada orang yang bisa menemukan jasadku.


Jaraknya sekitar tiga jam dari rumah.  Dan karena aku tidak berniat untuk kembali.  Jadi yah, selamat tinggal.


Aku menghela napas kasar sembari melintasi jalur pendakian yang beraspal.


Di sini gelap dan aku tidak bisa melihat dengan benar.  Satu-satunya hal yang bisa kuandalkan hanyalah cahaya dari sepedaku.


"Damn, pakai haus segala lagi..."


Aku mengayuh dengan penuh keringat seperti orang bodoh, dan seluruh sel di tubuhku meronta meminta asupan air.


Aku bertanya-tanya apakah ada mesin penjual otomatis di sekitar sini.....?


Di saat aku masih sibuk mengayuh, aku melihat secercah cahaya dari kejauhan.


Itu adalah toserba.


Rupanya, ada toserba juga di pegunungan.  Aku terselamatkan.  Aku merasa seperti orang yang menemukan oasis di tengah padang gurun.


Tidak ada satu mobil pun yang terparkir di parkiran.  Hanya ada sepeda yang terparkir di sudut.


Menurutku itu wajar jika tidak ada pelanggan yang datang ke toserba di pegunungan pada jam segini.  Karena letaknya jauh dari pemukiman penduduk.


Aku menghentikan sepedaku dan menuju ke toserba.


Melewati pintu otomatis, aku merasakan aliran udara sejuk yang menyegarkan melalui tubuhku.  Mantap!


"Selamat datang!"


Mataku bertemu dengan gadis yang bertugas di bagian kasir.  ......Wajahnya terlihat polos.


Rambut cokelatnya yang tebal dan kacamatanya yang besar membuatku sulit untuk melihat wajah aslinya.  Walaupun ini buruk untuk dikatakan, tapi dia terlihat seperti tipe orang pendiam yang duduk di pojokan kelas.


"Ugh!  Grrrr.....!"


Ya Tuhan.  Tiba-tiba, aku mulas!


"Permisi, aku perlu ke toilet sekarang......!"


"S-Silakan!"


Aku meminta izin kepada kasir itu dan berlari menuju toilet.  Sial, aku hampir cepirit!


***


Uwaa, lega juga akhirnya.  Walaupun itu pertarungan sengit yang berlangsung hampir 20 menit, tetapi aku berhasil memenangkannya!


"Sebentar ............. sebenarnya tujuanku ke sini untuk apa, huh?"


Aku datang jauh-jauh ke pegunungan ini dengan niat untuk bundir, tetapi aku malah datang ke toserba untuk boker......


Bukankah aku bersepeda sejauh ini karena habis dicampakkan oleh teman masa kecilku?


Oh sh*t.  Perasaan hancur itu datang lagi...


Mengingat kembali tentang teman masa kecil yang mencampakkanku membuatku ingin mati lagi.


Sepertinya aku telah menjadi apatis tentang segalanya sekarang ...... dan emosiku juga ikut memudar.


Ayo beli minuman sekarang dan pergi mencari tempat untuk bundir secepatnya.


Ketika aku baru saja keluar dari toilet, mencuci tangan dan hendak berjalan ke pojok minuman, aku mendengar suara keras yang mengatakan,


"Hei!  Berikan aku uangnya, atau aku akan memb*nuhmu!"


Itu adalah suara serak yang terdengar seperti orang tua.


.....Ada apa yah di sana?


Aku pun langsung menuju kasir dengan sport drink di tangan.


Lalu, aku melihat seorang pria gemuk dengan topi rajut sedang menodongkan pisau dapur ke arah kasir.


Hmm, perampokan rupanya.


"Cepat berikan aku uangnya!"


"Hiiieekk ..... u-ugh ..... hiikss."


Kasir itu sangat ketakutan hingga dia mulai menangis.  Dengan tangan gemetar, dia secara mati-matian mencoba mengoperasikan mesin kasir dan mengambil uang di dalamnya.


Namun, yang ada di tangannya, hanya beberapa koin saja.


"Ah, ano ..... hiksss ..... i-ini uangnya....."


"Haaaa?!  Semuanya woi, semuanya!  Apa-apaan koin itu!  Dalam kasus seperti ini, seharusnya kau memberiku banyak lembaran uang!  Ayolah, serius dikit!"


"Hiiiiiekk!  Ma-Maafkan aku.....!"


Sang kasir, yang diteriaki oleh pria itu, akhirnya menangis lagi.


Ish, ish, ish.  Kasihannya...


Aku ingin tahu kapan giliranku dilayani akan tiba.  Aku sudah lama mengantre di belakangnya sejak beberapa waktu lalu.


Kemudian, pria itu berbalik dan menatapku.


Secara refleks, aku menundukkan kepalaku.


"Ah, malam."


"Malam juga......  Eh?   EEEEEEHHHHHH?!"


Suara terkejut pria tua itu bergema di seluruh toko.


Cih, berisik sekali.  Telingaku sampai sakit mendengarnya.


"Hei, kau kenapa, Paman?  Suaramu keras sekali."


"Keras, yah ...... maaf.  EEEEEHHH?!  Apa yang kau lakukan di sini?!  Muncul dari mana kau?!"


"Toilet.  Aku baru saja keluar dari toilet."


"Dari toilet?  Tunggu, kau tahu apa yang sedang terjadi di sini, bukan?!"


"Ya, aku tahu.  Paman sedang merampok, kan?"


"Jika kau tahu, kenapa kau sangat tenang?!  Apa kau anggota pasukan khusus?!"


"Tidak, aku hanyalah seorang anak SMA biasa yang sedang mencari tempat untuk bundir."


"Buset, suram!"


Ada apa dengan paman ini?  Kenapa dia sangat heboh?  Bisakah kau sedikit lebih tenang?


Di belakangnya, kasir itu mengeluarkan suara, "hiikss .... guhuk .... hiikksss." dan terus menangis.


"Oi, bocah!  Apa kau meledekku?"


"Huh?"


"Kau pikir aku tidak bisa memb*nuh orang, kan?!"


Paman itu, yang kesal akan sesuatu, menodongkan pisau dapurnya ke arahku.


Jika ini aku yang sebelumnya, aku mungkin akan sangat ketakutan hingga mengompol.  Tetapi dalam keadaan mentalku saat ini, aku tidak dapat memikirkan hal lain selain, "Oh, ditodong...."


"Aku akan memb*nuhmu, bocah!"


"......Silakan."


"Apa?"


Tiba-tiba,  paman itu bertanya seperti orang bodoh.


"B*nuh saja aku.  Lagi pula, bukankah aku sudah bilang kalau aku sedang mencari tempat untuk bundir?"


"Tidak, tidak.  Kenapa kau begitu pasrah dengan hidupmu sendiri?"


"Aku kehilangan keluargaku dalam kecelakaan mobil, dan teman masa kecilku, yang merupakan satu-satunya dukungan yang kupunya, mencampakkanku.  ......Aku muak dengan hidupku sendiri."


"Hei ...... apa kau serius?"


"Jika Paman ingin memb*nuhku, cepat lakukan.  Tapi setelah Paman memb*nuhku, tolong jangan sakiti kasirnya, oke?  Jika Paman menyakitinya, aku akan mengutukmu sampai mati."


Melindungi kasir adalah hal baik terakhir yang bisa kulakukan.


Lalu, aku menatap wajah Paman itu dan berkata dengan penuh kepasrahan,


"Cepat, b*nuh saja aku."


"Sial!"


"B*nuh aku, kumohon."


"Tidak!  Aku tidak bisa!"


Dengan teriakan itu, Paman itu menjatuhkan pisaunya dan berlari keluar dari toserba.


Cih, kupikir dia akan bisa menyelamatkanku dari betapa repotnya mencari tempat untuk bundir.


Dengan menyesal, aku meletakkan sport drink di meja kasir.


"....... Gutsu....... hikkksss ..... Eh?"


"Bolehkah aku minta tagihannya?"


"K-Kamu ..... Kuromine-kun, bukan?


"Huh?"


Aku terkejut.  Itu karena kasir yang polos ini tiba-tiba menyebutkan namaku.


 "......A-Aku..... teman sekelasmu ...... Hoshimiya ...... Ayana........."


"......Huh?"


Ayana Hoshimiya adalah gadis imut di kelasku.  Dia memiliki rambut cokelat yang indah dengan kuncir kuda dan wajah cantik dengan balutan makeup yang pas.


Dia juga sangat stylish dan menarik banyak perhatian dari para murid laki-laki karena penampilannya.


Kepribadiannya juga sempurna.  Dia cerdas, ceria, dan ramah kepada semua orang.  Dia sering menunjukkan senyum manisnya di kelas.


Ayana Hoshimiya dianggap sebagai salah satu gadis paling populer di sekolah.


Bisa dibilanh, dia adalah lambang dari kepopuleran itu sendiri.


 ...........Tidak, itu pasti bohong.  Aku tidak percaya kalau gadis polos di depanku ini adalah Ayana Hoshimiya.


Aku menatap wajahnya dengan saksama.


Aku tidak bisa mengenalinya karena rambut cokelatnya yang tebal dan kacamatanya, tapi dia jelas memiliki garis wajah yang sama dan aku bisa melihat gambarannya.



"Umm ..... aku minta maaf, tapi ....... bisakah kamu tetap di sini sampai ..... manajer tiba?"


"Kenapa?"


"I-Itu karena aturannya.  Aku yakin kamu pasti akan ditanyai banyak pertanyaan nanti, tapi....."


"Ya, baiklah."


Ini merepotkan, tapi mau bagaimana lagi.   Lagi pula, aku juga tidak ingin menyulitkan Hoshimiya.  Jadi, aku menganggukkan kepalaku dan dengan enggan menyetujuinya.


***


Setelah menjelaskan situasinya kepada manajer yang telah datang ke toko, dia kemudian menelepon polisi untuk melaporkannya pada mereka.


Saat itu hampir jam 10 malam, jadi kami memutuskan untuk membahas detailnya nanti.


Ngomong-ngomong, aku harus memastikan untuk tidak memberi tahu mereka kalau aku datang ke gunung ini untuk bundir.


Sayangnya, rekaman CCTV dengan jelas menunjukkan bahwa aku bertindak dengan bangga ketika pisau dapur itu ditodongkan kepadaku.  Jadi, polisi serta manajer toko mengkonfrontasiku untuk menjelaskan tentang hal itu.


Awalnya, aku berpikir untuk menjelaskan semuanya, tetapi kemudian aku memutuskan bahwa itu pasti akan menimbulkan masalah, jadi aku berkilah, "Orang itu.  Dia terlihat panik.  Maka dari itu aku menggertaknya seperti itu."


Orang-orang dewasa itu skeptis, tetapi pada akhirnya, mereka memercayai kata-kataku.  Namun, mereka tetap menasihatiku, "Jangan lakukan hal berbahaya seperti itu lagi, paham?!"


"Itu luar biasa, Kuromine-kun."


"Apanya?"


Tiba-tiba, aku mendapat pujian.  Karena penasaran, aku pun melihat wajah Hoshimiya yang ada di sebelahku.


Aku tidak yakin bagaimana harus menjelaskannya, tapi dia ..... memiliki ekspresi menyedihkan di wajahnya setelah menangis begitu lama.


Saat ini, kami berada di sudut parkiran toserba.  Ini adalah area kecil di mana sepedaku diparkir.


Angin sejuk khas pegunungan membelai kulitku.


Lingkungan di sekitarku gelap gulita.  Namun, cahaya menyilaukan yang dipancarkan dari dalam toserba menerangi profil Hoshimiya dan menciptakan bayangan.


"Ketika kamu melihat perampok itu, kamu ketakutan dan melakukan improvisasi dengan berpura-pura ingin bundir, kan?  Kamu sangat berani, tahu.  Kamu cerdas."


Hoshimiya, dengan mata polosnya yang bersinar, menatapku dengan penuh penghormatan.


Astaga, bahkan Hoshimiya pun ikut tertipu juga seperti para orang dewasa itu?  Kau memiliki hati yang baik meskipun kau seorang gal.  Tidak, sekarang kau adalah megane-chan yang berlumut.


"Semua yang kukatakan kepada orang dewasa itu bohong.  Asal tahu saja, aku memang ingin bundir."


".....Eh?"


"Persis seperti yang kubilang pada perampok itu, keluargaku memang benar-benar telah meninggal dalam kecelakaan mobil, dan itu juga benar bahwa teman masa kecilku mencampakkanku.  Itu sebabnya aku datang ke sini untuk bundir."


Waktu itu, aku masih kelas 8 ketika orang tuaku, adikku, dan aku sedang berjalan-jalan mengelilingi kota.


Ketika aku sedang berhenti berjalan karena tali sepatuku terlepas, sebuah mobil menabrak orang tua dan adikku yang berjalan tepat di depan mataku.  Itu adalah pemandangan yang tidak akan pernah bisa kulupakan sampai kapan pun.


Tidak setiap hari kau bisa melihat seseorang hancur berkeping-keping, bukan?  Meskipun aku sama sekali tidak ingin melihatnya.


"Begitulah ceritanya.  Selamat tinggal Hoshimiya."


Aku mengangkangi sepedaku dan hendak mengayuhnya ketika lenganku dicengkeram olehnya.


Aku terkejut saat melihat wajah Hoshimiya.  Itu karena dia menangis.  Dia menangis tanpa henti, dan suaranya terisak-isak.


"Hoshi ..... miya?"


"I-Itu sangat ...... sangat menyakitkan, bukan?  ......Kehilangan keluargamu dan ..... dicampakkan oleh orang yang kamu cintai ...... hikss...."


"Apa?"


"J-Jika itu aku ..... aku pasti tidak akan bisa menahannya.  .....H-Hanya dengan membayangkannya saja ..... huwaaaaa ..... huwaaaahahahaaa .... hiksss, hiksss....."


Hoshimiya yang seolah tidak memiliki rasa malu, menangis seperti bayi di hadapanku.  Dia bahkan tidak bisa berbicara dengan benar.


"Kamu luar biasa, Kuromine-kun.  ......Kamu benar-benar telah berjuang keras ...... untuk tetap hidup, bukan?"


"Ah..."


Dia tidak mencoba untuk menghiburku atau apa.  Dia hanya mencoba mengungkapkan simpatinya yang tulus padaku.


Bukti terkuatnya adalah air matanya itu.


"M-Maaf ...... karena aku selalu hidup damai, jadi aku hanya bisa membayangkan penderitaan yang dialami Kuromine-kun.  .....T-Tapi meski begitu ...... aku tetap tidak ingin Kuromine-kun mati begitu saja ...... hikss, hiksss."


Aku merasakan tangan Hoshimiya semakin erat menggenggam lenganku.


"Hoshimiya, lepaskan aku."


"Aku tahu ini egois.  ......Tapi, Kuromine-kun .... tolong hiduplah ...... kumohon, hikss .... hikss."


Aku tidak tahu perasaan apa ini.  Tapi, ini adalah perasaan yang aneh.  Gadis yang cerdas dan baik di kelasku tiba-tiba berubah menjadi gadis polos yang menangis tersedu-sedu karena mengkhawatirkanku.


Rasanya seperti ada api kecil yang hangat yang tiba-tiba menyala jauh di dalam hatiku.


"Kuromine-kun ....... hikss ....... hikss......"


"Haaa .... iya, iya aku paham!  Aku tidak akan mati.  Aku tidak akan mati!"


"Benarkah?"


"Iya, aku janji."


Karena Hoshimiya, dengan ekspresi cemas, telah berusaha untuk membujukku, jadi mau tak mau aku menyimpan niatku dalam-dalam.


Jika aku bundir sekarang, Hoshimiya pasti akan shock berat.


Sejujurnya, aku datang ke gunung ini dengan niat masa bodo dengan segalanya, tapi setelah melihat wajah menangis Hoshimiya, itu membuatku berubah pikiran.  ......Itu karena pipinya basah kuyup dengan air mata yang membuatku merasa tidak enak dengannya.


"Aku tidak menyangka kalau Hoshimiya adalah anak yang cengeng.  Kau bahkan menangis terus saat dirampok."


"Tentu saja aku menangis!  Aku benar-benar ketakutan saat itu!"


Dan yah, Hoshimiya mulai menangis lagi.


Yah, itu salahku.  Memang wajar jika seseorang merasa takut saat ada perampok yang menodongkan pisau ke arahnya.  Terlebih lagi, Hoshimiya adalah seorang gadis dan dia hanya sendirian di sana.  Itu pasti akan meninggalkan trauma baginya.


"Yah, setidaknya aku lega karena Hoshimiya tidak terluka."


"Terima kasih ...... hikss ......"


Hoshimiya yang masih terisak mulai melepaskan lenganku.


Kalau dipikir-pikir ...... ini adalah pertama kalinya dalam hidupku aku disentuh oleh seseorang dari lawan jenis selain teman masa kecilku.


"Apakah rumah Hoshimiya ada di sekitar sini?"


"Aku tidak yakin.  Tapi jaraknya sekitar 15 menit dari sini jika menggunakan sepeda."


"Bukankah itu jauh dari sekolah?"


"Ya, itu memang jauh.  Tapi aku berangkat ke sekolah menggunakan kereta, jadi itu tidak terlalu menggangguku.  Apakah rumah Kuromine-kun ada di dekat sini juga?"


"Tidak, tidak sama sekali.  Butuh tiga jam bagiku untuk datang ke sini dengan sepeda."


"Eh?  EEEEEEEEEEHHHHHHH?!  Kok bisa?!"


"Tentu saja bisa, karena aku datang ke sini untuk bundir!""


"Ya Tuhan!  Itu bukan sesuatu yang bisa kamu banggakan, Kuromine-kun!  Ugh...... Ugh...... Uwaaaa!"


Air mata kembali menggenang di matanya saat emosinya meluap sekali lagi.


Tunggu, aku benar-benar minta maaf.  Itu tidak lucu, yah?  Kalau begitu, haruskah aku berlutut dan meminta maaf?  Jika perlu, haruskah aku melakukan harakiri sekalian?


Hmm .... itu malah jadi kontraproduktif, iya kan?


Ngomong-ngomong, aku belum pernah melihat Hoshimiya menangis sebanyak ini.   Di kelas, Hoshimiya adalah gadis yang cerdas dan lembut, dan aku tidak pernah sekalipun membayangkan dirinya sedang menangis.


"Jangan khawatir, Hoshimiya.  Aku tidak jadi bundir."


"Serius?"


"Iya, serius.  Aku janji."


Aku menatap mata Hoshimiya dan berkata dengan ekspresi tegas.  Hoshimiya tampaknya berhasil diyakinkan dengan cara ini dan menghela napas lega.


"Pasti sulit untuk melakukan perjalanan pulang selama tiga jam, bukan?  .......Apakah Kuromine-kun tinggal dengan seseorang?  Tidak bisakah kamu meminta orang tersebut untuk menjemputmu?"


"Sayangnya, aku tinggal sendiri.  Aku bahkan tidak punya uang untuk menelepon taksi.  Aku hanya punya sisa 5 yen."


"Begitu, yah.  Itu pasti sulit untukmu."


"Tidak juga.  Lagi pula, dengan modal 5 yen itu aku bisa dipertemukan dengan Hoshimiya .... atau dengan kata lain, ada campur tangan takdir di dalamnya."


"Fufu, kamu lucu, Kuromine-kun."


Hoshimiya tersenyum tulus.  Aku tidak yakin tapi ..... apanya yang lucu, huh?  Itu bahkan bukan lawakan.


Mungkin akan lebih tepat jika dia merespons dengan, "Haha, garing."


"Kuromine-kun.  Jika kamu tidak keberatan, maukah kamu ..... datang ke rumahku?"


"Eh?"


Itu adalah saran yang tidak terduga.  Jadi tanpa sadar aku mengeluarkan suara konyol.


"Aku juga tinggal sendiri, jadi tidak ada yang perlu kamu khawatirkan."


Tidak, tidak.  Tentu saja ada yang harus kukhawatirkan, tahu?


Seorang pria dan seorang wanita seumuran tinggal berduaan di bawah satu atap yang sama......


Aku mencoba untuk memberitahunya tentang itu, tapi ekspresi Hoshimiya yang sebelumnya menangis telah terlihat segar kembali.


Ah, begitu rupanya ..... jadi dia juga tidak melihatku sebagai lawan jenisnya, yah?


Yah baiklah, lagi pula teman masa kecilku juga menganggapku begitu.  Betapa suramnya aku.  Jika aku memiliki sakelar bom nuklir di tanganku, aku pasti sudah menekannya tanpa ragu sejak tadi.


"......Kuromine-kun?"


"Ah, baiklah.  Aku akan menginap di rumahmu untuk malam ini saja."


"Tentu.  Tapi, biarkan aku membersihkan kamarku dulu."


"Aku mengerti.  Jadi, tolong bersihkan sebersih mungkin, oke?"


"Kamarku tidak sekotor itu, tahu!  Hmph!"


Hoshimiya, yang pipinya menggembung, menatapku dengan tatapan mencela.  Itu terlihat cukup imut dan menggemaskan.


Lalu, aku mengikuti Hoshimiya yang mulai mengayuh sepedanya.


Niat awalku ke sini sebenarnya untuk bundir, tapi entah bagaimana, aku malah berakhir menginap di rumah Hoshimiya.  Dan sekarang aku dibuat tersadar.  Jika aku bundir beneran, maka tidak diragukan lagi bahwa aku telah memberikan beban yang luar biasa pada teman masa kecilku.


Yah, intinya, dalam segala hal, Hoshimiya mungkin telah menyelamatkanku.


"Hei, Hoshimiya..."


"A-Apa?"


Hoshimiya melambat dan berbalik.  Aku sedikit malu, tapi aku berhasil mengucapkan terima kasih padanya.


"Terima kasih, yah."


"Haha, kamu tidak perlu berterima kasih padaku.  Akulah yang seharusnya berterima kasih padamu.  Karena kamu telah menyelamatkanku dari perampok tadi."


Tidak, Hoshinomiya.  Kaulah yang telah menyelamatkanku.  Berkat air mata di wajahmu, aku berhasil membatalkan niatku untuk mati.


Sepertinya ...... diriku jauh lebih sederhana dari yang kukira.


***


Hoshimiya tinggal di sebuah apartemen kayu berlantai dua.  Dindingnya gelap dan ada suasana kumuh di dalamnya.  Ini bukanlah tempat di mana seorang gal seharusnya tinggal.


Yah, walaupun Hoshimiya yang ada di depanku ini tidak tampak seperti gal, karena dia yang sekarang ini hanyalah seorang gadis polos yang sebenarnya, tidak peduli bagaimana caraku melihatnya.


Rasanya aneh saat mengetahui bahwa seseorang dapat berubah begitu banyak.


"Lewat sini!"


Aku memarkir sepedaku di tempat parkir khusus sepeda, dan menaiki tangga lewat tuntunan Hoshimiya.


Kamar Hoshimiya berada di ujung paling kanan dari lantai dua.  Jadi, di sini dia tinggal, yah?


"Kenapa Hoshimiya tinggal sendiri?"


"Hmm?  Itu karena ibuku mengikuti ayahku dalam perjalanan bisnisnya."


"Begitu. Jadi Hoshimiya lebih memilih untuk tetap tinggal di sini."


"Ya!  Itu karena aku punya teman di sini.  Tapi kudengar dia baru akan kembali setahun lagi."


"Kau pasti merindukannya."


"Ya, tapi aku yakin kalau kami pasti akan bertemu lagi....."


Hoshimiya berkata dengan nada gelap dan tertekan.


Kau barusan mengingat situasiku, bukan?


"Jangan terlalu dipikirkan.  Lihat, aku baik-baik saja, loh."


"Padahal tadi kamu berniat untuk bundir....."


Jangan mengungkitnya lagi.  Apalagi faktanya, manusia selalu hidup berdasarkan mood dan perasaan yang mereka rasakan saat itu juga.  Dan dalam kasusku, mungkin aku memang agak terlalu lebay, hahaha.....


"Kuromine-kun, apakah kamu tahu?  Kamu mungkin terlihat pendiam di luar, tetapi kamu sebenarnya dewasa di dalam, bukan?"


"Tidak juga.  Aku hanyalah seorang laki-laki yang suram dan sederhana, baik di dalam maupun di luar sekolah.  Aku yakin Hoshimiya berpikir seperti itu juga, bukan?"


"Ya."


".............."


Aku mengatakan itu padanya dengan harapan agar bisa sedikit menipunya, tapi dia malah menganggapnya beneran.


"Sebelumnya, aku mengira bahwa Kuromine-kun adalah anak no life."


"Urk ... kata-katamu menyakitkan sekali...."


"Ahaha.  Maaf, maaf."


Hoshimiya tersenyum nakal dan kemudian menundukkan kepalanya.


Seharusnya, senyuman semacam itu akan menjengkelkan dalam beberapa kasus, tapi senyuman milik Hoshimiya ini memiliki pesona yang membuatku berpikir kalau dia cukup imut.


Keceriaan di wajahnya agak girly.....


"Aku pulang!"


Hoshimiya, yang telah membuka pintu, masuk melaluinya.  Tentu saja, di sana gelap dan tidak ada siapa pun di dalamnya.


"P-Permisi!"


"Silakan masuk."


Hoshimiya, yang tersenyum lembut, menjawab salamku.


Aku merasa sedikit gugup karenanya.....


"Maaf, Kuromine-kun.  Bisakah kamu menunggu di pintu masuk sebentar?"


"Tentu."


Setelah melepas sepatunya di pintu masuk, Hoshimiya melewati dapur, membuka pintu, dan memasuki sebuah ruangan.  Dia pasti sedang bersih-bersih.


Sepertinya apartemennya hanya memiliki satu kamar tidur.  Kamar mandinya ada di dekat pintu masuk.  Lalu, ada sebuah pintu yang menghubungkan kamar mandi dan toilet.


Ruangan yang Hoshimiya masuki kemungkinan adalah kamarnya, tempat di mana ia menghabiskan waktunya sepanjang hari.


"Maaf telah membuatmu menunggu!"


Kurang dari 10 menit kemudian, Hoshimiya kembali.


Cahaya di dalam ruangan membuatku bisa melihat wajah Hoshimiya dengan jelas.  Namun, di pipinya masih memiliki jejak air mata.


.....Apakah dia bahkan tidak memperhatikan wajahnya sendiri?


"Sini masuk!"


Hoshimiya membawaku ke sebuah ruangan dengan dapur di sebelahnya.


Itu adalah kamar kekanak-kanakan dengan warna pink sebagai warna dasarnya.  Ruangan itu berukuran sekitar delapan tikar tatami.  Lantainya beralas tatami, bukan kayu, namun dilapisi dengan karpet agar terlihat seperti ruangan ala Barat.


Tirai jendela dan tempat tidurnya berwarna pink muda, yang tidak terlalu mencolok di mata, sedangkan lemari di dinding berwarna putih bersih tanpa noda.


Perabotan lainnya, seperti meja, ditata dengan baik yang membuat kamarnya tampak lebih kecil daripada yang sebenarnya.


"............?"


Ada satu hal yang menarik perhatianku.  Itu adalah foto keluarga yang diletakkan di atas meja.  Foto tersebut menunjukkan Hoshimiya, yang terlihat masih SMP, sedang tersenyum bersama kedua orang tuanya.


Hoshimiya yang ada di foto adalah gadis polos seperti yang kulihat saat ini.  Ia memiliki rambut berwarna hitam. 


Apakah Hoshimiya secara kebetulan mengubahnya karena debutnya di SMA?


"......."


Perasaan aneh apa ini?  Ada sesuatu yang berdenyut di kepalaku.


"Bagaimana menurutmu?  Apakah kamarku terlihat ..... aneh?"


"Tidak, ini tidak aneh.  Tapi baunya seperti buah-buahan.  Begitu, yah.  Jadi ini baunya Hoshimiya."


"Kamu seharusnya tidak mengatakan sesuatu seperti itu bahkan jika niatmu hanya bercanda....."


Tatapan dari mata Hoshimiya menusuk pipiku.


"Apa kau yakin aku boleh menginap di sini?"


"Tentu saja."


"Terus, bagaimana dengan pacarmu?  Kupikir ini akan menjadi masalah besar jika dia mengetahuinya......."


Ketika aku mengatakannya, Hoshimiya menggelengkan kepalanya dengan panik.


"Tidak!  Aku tidak punya!  Aku tidak punya pacar!"


"Benarkah?  Bukankah kau pernah mendapat pengakuan sebelumnya?"


"Tidak!  Tidak ada!  Tidak ada yang pernah mengaku padaku......"


Fakta bahwa dia menyangkalnya dengan terkejut membuatnya tidak terdengar seperti kebohongan.


Sulit dipercaya.  Seorang gadis seperti Hoshimiya seharusnya dilahirkan di bawah cahaya bintang.  Atau lebih tepatnya, dia seharusnya menjadi gadis yang populer.  Tapi anehnya, dia malah tidak memiliki teman, meskipun aku sering mendengar rumor bahwa setidaknya ada beberapa pria yang mencoba mengungkapkan perasaannya kepadanya.


"Apa kau pernah membawa seorang pria ke rumahmu sebelumnya?"


"Tidak, tidak pernah.  Kuromine-kun adalah yang pertama......"


Aku menjadi salting ketika dia mengatakan itu.


......Aku penasaran apakah aku adalah satu-satunya pria yang pernah berada di rumah Hoshimiya?  Jika iya, aku jadi merasa agak spesial.


"Meskipun kau seorang gal, tapi tidak seharusnya kau mengundang pria ke rumahmu."


"Aku bukan gal, oke?  Jangan menuduhku yang tidak-tidak."


"Tapi di sekolah, Hoshimiya terlihat seperti gal."


"Itu fashion, oke?  Fashion!  Aku hanya mencoba menjadi imut dengan caraku sendiri!"


Hoshimiya berkata padaku dengan nada jengkel.  Rupanya, dia tidak pandai bersosialisasi dengan pria.


"Aku tahu ini bukan urusanku, tapi kau seharusnya tidak membawa pulang laki-laki dengan begitu mudahnya."


"Kenapa?"


"Kenapa?  Jelas bahwa mereka akan menyerangmu secara seksual!"


Dia sepertinya tidak paham apa yang baru saja kukatakan.  Tapi, setelah melihat mata Hoshimiya berkibar di balik kacamatanya, sepertinya dia sudah bisa memahaminya.


"Apa yang kamu katakan?!  Dasar mesum!"


"Hei!  Aku tidak sedang membicarakan diriku sendiri, oke?!"


"Sudah kubilang, aku tidak mengundang Kuromine-kun ke rumahku dengan niat seperti itu!  Jadi jangan lakukan itu padaku!"


"........."


Mata Hoshimiya menajam dan dia memeluk dirinya sendiri seolah-olah untuk melindungi tubuhnya.