Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Tidak Ada Yang Percaya Padaku [Chapter 66]

No One Believed Me. If You Say You Believe Me Now, It’s Too Late Bahasa Indonesia




Chapter 66: Teman Sekelas Yang Tidak Bisa Kulihat Sebelumnya


"Oh, bukankah itu grand prix cross-dressing yang kita lihat sebelumnya?"


"Imut sekali!!"


"Itu Shinjo-kun, kan? Cantiknya~"


"Boleh minta foto?"


"Akhir-akhir ini kau terlihat sangat cerah, tahu?"


Setelah rekreasi kelas kami selesai, aku pun merasa kelelahan.


Sepertinya aku tidak akan melakukan cross-dressing lagi setelah ini.  ……


Rekreasinya sendiri berjalan lancar karena Yamada yang anehnya suka cross-dressing, sangat antusias, tapi aku merasa lelah…….


Aku duduk di bangku di alun-alun untuk beristirahat sembari melihat presentasi kelas lain terus berlanjut.


Rasanya aneh berada jauh dari grup.


Dulu aku sangat takut dengan grup itu, tapi sekarang begitu aku berada di dalamnya, aku merasa dapat menyesuaikan diri, bahkan meskipun aku merasa canggung.


Semua orang di kelasku menghapus riasan mereka dan menikmati menonton pertunjukan lainnya.


Anri sedang mengobrol dengan Tanaka dan teman sekelasnya yang lain. Melihat senyum naturalnya membuatku bahagia.


Kalau dipikir-pikir kembali, selama ini aku selalu bersembunyi di balik cangkangku sendiri.


Meskipun kami adalah teman sekelas dan kami bersekolah di sekolah yang sama, tapi aku selalu berusaha untuk tidak terlibat dengan siapa pun.


Aku menolak untuk percaya pada siapa pun lagi. Begitulah yang kuyakini.


Tapi bagaimanakah jadinya jika seandainya dulu aku membuka diri pada teman-teman sekelasku di SMP?  ...... Ah, berhentilah memikirkan masa lalu. Dulu aku melakukannya karena pilihanku sendiri. Aku tidak punya penyesalan.


Karena masa laluku, aku bahkan dapat bertemu Anri, dan aku dapat bertemu Master-ku dan memiliki kesempatan untuk menulis novel.


Lalu aku mendengar suara langkah kaki kecil yang menggores.


"Apa kau lelah karena melakukan sesuatu yang tidak biasa kau lakukan?"


Tanpa sepengetahuanku, Hirano berdiri di sampingku. Kalau dipikir-pikir, aku memang tidak begitu kenal teman-teman sekelasku.


Aku saja hampir tidak tahu nama-nama mereka.


"Begitulah. Aku lelah……"


Hirano menunggu jawaban dariku dengan sabar. Apa dia benar-benar seumuran denganku? Dia terlihat sangat bermartabat.


Aku memikirkannya dan memberinya jawaban singkat.


"Menurutku tadi itu cukup menyenangkan."


"Begitu ya. …….Aku senang mendengarnya."


Mata Hirano lalu menatap Hiratsuka.


"Aku suka Seo. Aku ingin dia bahagia."


"Haa? Hirano?"


Mau tak mau aku mengeluarkan suara yang aneh. Aku tidak tahu harus bereaksi bagaimana lagi.


"Jangan khawatir. Maksudku itu bukan suka cinta. Hiratsuka dan Seo telah menyelamatkan hidupku."


Aku masih tidak tahu harus bereaksi bagaimana.


Hirano yang diam saja pun ikut duduk di bangku.


"Seperti yang bisa kau lihat, aku punya tubuh yang besar dan temperamen yang lemah. Karena itulah......aku diolok-olok saat aku masih SMP dulu."


Saat aku menatap wajah Hirano, wajahnya terlihat lebih serius dari biasanya. Sepertinya dia mencoba menceritakan sesuatu padaku.


Aku pun menganggukkan kepalaku.


Kalau dipikir-pikir, ini mungkin adalah pertama kalinya aku melakukan percakapan yang panjang dengan seorang siswa laki-laki.


Aku siap mendengarkan apa yang ingin dia ceritakan.


"Kurasa perlakuan yang kudapat mungkin berkali-kali lipat lebih buruk dari yang Shinjo bayangankan. Mereka tidak peduli apa yang kau lakukan karena kau bertubuh besar. Mereka tidak peduli apa yang kau katakan karena mereka tidak menimpali sama sekali. ......Aku benci sekolah dan tidak pernah ingin pergi ke sana. Aku punya pengalaman diselingkuhi dan diperlakukan dengan buruk oleh banyak gadis."


Aku merasa jantungku berdegup lebih kencang. Inilah perasaan yang hanya bisa dipahami oleh mereka yang telah mengalami pengalaman serupa.


"Tapi Hirano–"


"Ya, aku punya Hiratsuka dan Seo."


Hirano menghela napas panjang.


"Mereka berdua berada di kelas yang berbeda, tapi mereka tetap menyadari ada sesuatu yang salah denganku. Mereka menarikku keluar dari sekolah saat aku hendak pergi. Bahkan sekarang,……, kalau aku mengingat kembali hari-hari itu, lihat, tanganku gemetar, kan?"


Keringat menetes di wajah Hirano, dan tangannya betul-betul gemetaran.


Hirano meraih bahuku dengan tangan gemetarnya.


"Aku minta maaf karena sudah membicarakan topik yang begitu berat di waktu yang menyenangkan begini. Tapi aku ingin Shinjo mendengarnya. ……Kita adalah teman sekelas, kan."


Hiratsuka dan Seo, yang berada dalam garis pandangan Hirano, menyadari bahwa Hirano sedang menatap mereka dan mereka pun melambaikan tangan mereka.


Oh, jadi begini rupanya rasanya berteman. Sama seperti aku dan Anri.


Kami merasakan hal yang sama.


"Mereka masih belum bisa jujur ​​satu sama lain. Yang mereka lakukan hanya ribut saja."


Hirano terlihat baik saat mengeluh.


Aku pun memikirkan soal apa yang harus kukatakan. Tapi aku tidak dapat menemukan jawaban yang cocok.


"Hiratsuka terlihat seperti tukang genit, tapi dia itu pria yang normal."


"Ya"


"Seo hanyalah gadis biasa yang tidak bisa jujur."


"Ya"


"Yamada, Tanaka-san dan......Saito-san adalah siswa SMA biasa."


"Betul sekali. Mereka semua adalah siswa SMA biasa, teman sekelas kita."


Sedari awal aku bahkan tidak pernah mencoba melihat teman sekelasku sama sekali.


Tapi itu adalah bentuk pemeliharaan diri. Aku tidak ingin terlibat dengan siapa pun karena aku tidak ingin terluka. Karena inilah aku tidak pedulian.


Lalu kemudian Anri memberi warna pada duniaku.


Aku merasa seolah-olah aku mengenali teman-teman sekelasku untuk pertama kalinya di sekolah alam ini.


Aku belum pernah melihat wajah teman sekelasku.


Aku belum mengenali mereka sebagai sesama manusia.


Aku hanya memikirkan diriku sendiri.


Aku hanya samar-samar menganggap kehadiran mereka.


Saat aku melihat teman-teman sekelasku, di grup, mereka semua tampak bahagia. Dan aku tidak mengetahui nama-nama setengah dari mereka.


Tapi tetap saja, ini berbeda dari sebelumnya. Aku merasa seakan-akan aku bisa melihat mereka dengan warna. Aku merasa seperti aku bisa melihat emosi dari masing-masing dari mereka.


Mungkin saja beberapa dari siswa itu ada yang telah mengalami rasa sakit yang lebih daripada yang kualami.


Yamada memang selalu bercanda, tapi mungkin saja dia mengalami kesulitan dalam kegiatan klub.


Tanaka-san cukup pendiam dan mungkin saja dia tidak cocok dengan kelasnya.


Hiratsuka mungkin saja pernah tidak disukai karena dia itu seperti tukang genit.


Semuanya bergerak maju seraya menderita.


Aku mendongak dan melihat Hirano.


Hirano, yang terlihat sopan, pernah melalui pengalaman yang menyakitkan. Tapi aku tidak bisa melihatnya.


Kukira akulah satu-satunya orang yang menderita. Aku memang kekanakan.


"Akhirnya, kau melihat wajahku dengan benar. Shinjo, sekarang sudah waktunya mandi. Ayo berangkat."


"Ya, tentu. Terima kasih."


"Hmm. Aku tidak melakukan apa-apa kok. Kita kan teman sekelas."


Pertunjukan terakhir telah dimulai.


Namanya adalah "dancing time", dan semua orang pun menari dengan perlahan.


Itu mengingatkanku pada dancing time di sekolah alam SMP-ku.


Saat itu, waktu memang terasa sulit, tapi sekarang tidak.


Begitu Hirano dan aku berjalan masuk ke grup, teman sekelas kami melambai dan mengundang kami untuk bergabung dengan mereka.


Memang hanya sekali itu saja, tapi untuk beberapa alasan aku merasakan hatiku menghangat.


---


[Pomeko, aku mau mandi.]


[Ya, di pemandian besar kan. Aku merasa tidak sabar karena itu adalah pemandian umum yang sangat besar.]


[Aku tidak bisa menemuimu saat malam karena aku tidak boleh bolak-balik……]


[Aku akan merindukanmu, tapi ayo bersenang-senang di sekolah alam besok!]


[Ya, aku juga akan pastikan untuk meng-update novelku.]


[Aku menantikannya!]


Sebelum pergi ke pemandian, aku bertukar pesan dengan Anri.


Itu membuatku merasa hangat. Wajahku pun menjadi rileks secara alami.


Omong-omong, aku belum menerima email apapun dari Saeko. Kira-kira revisinya bagus-bagus saja atau tidak ya?


Kudengar ilustratornya, Mitobe-sensei, mengirimiku ilustrasi dengan begitu cepat.


Yah, kurasa tidak apa-apa jika aku membiarkannya saja.


"Shinjo~ Kita akan terlambat jika tidak segera berangkat. Hmm, email rupanya. Kaaah! Kau tidak dapat menemuinya, jadi kau mengiriminya pesan, ya? Aku mengerti perasaanmu."


Yamada pikir dia mengerti perasaanku.


Entahlah, aku merasa seperti aku harus memikirkan banyak hal saat berbicara dengan Hirano tadi.  ……


"Diam kau, Yamada. Kau dan Tanaka-san mungkin berpacaran, tapi aku dan Anri itu cuma......teman."


"Haa? Bicara apa kau?! T-Tanaka dan aku benar-benar tidak…."


Wajah Yamada memerah padam dan dia mulai gelisah. Aku merasa sedikit tidak nyaman. Dan aku juga belum menghapus riasanku.


Pada saat itu, aku menerima pesan dari Saeko-san.


Panggilan untuk revisi lebih lanjut?


Aku pun membuka pesan itu dengan santai.


"—A-Apa, manga?! Apa maksudmu, Saeko-san!? Itu……."


"Ada apa, ada apa?"


"Oi, Shinjo, ada apa?"


"A-Apa kau baik-baik saja?"


"Manga-nya kenapa?"


"Saeko-san itu siapa?"


Teman-teman sekelasku yang ada di ruangan itu terkejut dengan suara kerasku yang begitu tiba-tiba.


Pesan dari Saeko-san mengatakan,


[Uhm begini, suasana hati Mitobe-sensei menguasai dirinya dan dia sungguh-sungguh menggambar manga berdasarkan cerita original Nyanta-sensei. Ada sekitar….100 halaman. Editor senior merasa agak bangga akan hal itu, dan saat dia menunjukkannya padaku, pemimpin redaksi bilang,……]


Dia bertanya apakah dia boleh menerbitkan manga berdasarkan novelku.


Tunggu sebentar. Aku tentu senang-senang saja menjadikannya manga, tapi kan novelnya saja belum diterbitkan…….


A-aku harus membicarakannya dengan Anri!


Aku lalu mengirim pesan ke Anri. Tapi tidak mendapat balasan. Oh tidak, dia sudah pergi ke pemandian.


"Pomeko……"


"O-Oi, Shinjo, kau sudah gila? Pome? Apa yang kau bicarakan? Aku tidak tahu, tapi ayo mandi saja dan tenangkan dirimu."


Suara Hiratsuka pun menyadarkanku.


Sepertinya pikiranku terganggu.


Dengan kepala linglung, aku pun memutuskan untuk pergi ke pemandian.