Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Si Cupu Rupanya Suhu [Vol 1 Chapter 4.5]

The Asocial Guy Who Gets Pushed Around Is Actually The Strongest Bahasa Indonesia




Chapter 4.5: Kemungkinan Untuk Tidak Dapat Bertemu Dengan Pria Asosial Lagi


[POV Shizuka]


SMA Swasta Doryu terletak di sebelah utara stasiun Neko Okazawa.


Aku berada di ruang kelas di lantai dua.  Aku duduk di lantai dingin dengan tangan terikat di belakangku dan melihat langit melalui jendela.


Ini masih siang, tapi di luar sangat gelap. Awan tebal menutupi langit, yang membuatku merasa semakin tertekan...


SMA Doryu sudah ditutup.  Jadi, bangunannya sudah rusak dan furniturnya ditutupi debu.


Karena tempat ini terkenal sebagai tempat spiritual, jadi ada grafiti tebal di papan tulis.


Grafiti yang ditulis menggunakan cat merah atau semacamnya berbunyi, "Kau telah dikutuk!"


Di kelas yang kulewati sebelumnya, masih ada meja dan kursi yang tersisa di dalamnya.  Namun, tidak ada meja ataupun kursi di kelas tempatku ditawan sekarang.


Aku terkejut bahwa ruang kelas yang kosong rupanya akan terasa begitu luas.  Tapi, tidak ada orang di sini yang bisa kujadikan tempat berbagi perasaan ini


Orang yang ada di kelas ini selain diriku adalah Kuromatsu, orang yang menculikku, dan seorang Yankee, yang tampaknya adakah bawahannya.


Ketika aku sampai di sini, aku bisa melihat ada banyak Yankee SMA Anakuma di seluruh lantai pertama, tapi tidak ada satu pun di lantai kedua kecuali tiga orang ini.


Tanganku yang terikat di belakang terasa dingin sampai ke ujung jariku.  Aku mencoba untuk melihat apakah aku bisa melepaskan ikatannya, tapi aku tidak bisa.


Kemudian, Kuromatsu berbicara kepadaku.


"Yah, Ketua Kelas, apakah menurutmu Trio Idiot akan bisa menebak tempat ini dengan akurat?"


Aku merasa ragu untuk menjawabnya, tapi aku memberanikan diri untuk mengatakannya..


"Jika kamu tidak memberi tahu mereka ... mereka tidak akan bisa menemukannya."


Kuromatsu tertawa saat melihatku yang sedang bertanya-tanya.


"Hahaha!  Apakah menurutmu ada orang yang membocorkan tempat persembunyian mereka saat sedang bermain petak umpet?  Itu tidak akan menyenangkan."


"Tapi lawanmu adalah Trio Idiot.  Jika mereka tidak tahu di mana kita berada..." 


"Jika itu terjadi, maka aku akan mencintaimu sebanyak yang kubisa lalu membuangmu di luar sana."


Aku takut...


Matanya yang menatap rendah diriku sangat mengerikan.  Tampaknya dia tidak merasa bersalah ketika melibatkan orang-orang yang tidak ada hubungannya dengan konflik di antara mereka.


Jika dia sudah bosan, aku akan dibuang.  Itu terlihat seolah-olah aku ini tidak lebih dari sekadar alat.


'Aku berada dalam masalah yang sangat besar ... jika Trio Idiot adalah tujuannya, lalu mengapa harus aku yang diincar?  Apakah dia memilih murid dari sekolah yang sama secara acak?  Tidak, Kuromatsu memanggilku Ketua Kelas.  Itu artinya dia sudah memantauku sejak awal!'


"A-Apa yang telah dilakukan Trio Idiot padamu...?"


Aku tidak mengerti mengapa dia memanggil Trio idiot setelah melakukan sesuatu yang besar seperti ini.


Ketika aku mendengar suara gemetar, Kuromatsu tiba-tiba tertawa.


"Kemarin, anak buahku di Katsuage tampaknya telah dipukuli oleh Trio Idiot.  Jadi, aku harus membayar hutang itu sebagai pemimpin mereka.  Kau tahu apa maksudku, kan?"


Dia mengatakannya dengan nada yang lembut seperti sedang menjelaskan kepada anak kecil.  Tapi, aku masih tidak bisa mengerti intinya.


"Bukankah ... Trio Idiot bukan orang jahat?"


Kedengarannya seperti dia sangat dendam pada mereka.


Kuromatsu menatap rendah diriku setelah mengutarakan pendapat tanpa pikir panjang.


Bahuku menjadi merinding ketika melihat Kuromatsu hanya diam saja.


Setelah mendengar suara gemetar seperti sebelumnya, dia lagi-lagi tertawa keras secara tiba-tiba.


"Behahahahah!!  Trio Idiot bukan orang jahat, huh?!  Sungguh lawakan yang lucu! Ah, maaf, maaf..."


Kuromatsu tertawa terbahak-bahak sampai mengeluarkan air mata.  Tawa itu hampir merusak gendang telingaku.


Ketika dia selesai tertawa dengan cara yang aneh, senyuman di wajahnya menghilang.  Ekspresinya berubah dalam sekejap.


Matanya terbuka lebar dan menatap ke satu titik.  Matanya sangat menyeramkan hingga aku tidak tahu apa yang sedang ia lihat.


"Kau tidak tahu apa-apa ... aku tidak peduli apakah Trio Idiot itu orang yang baik atau jahat ...  serius, aku tidak peduli tentang hal itu ... karena ini tentang hal yang berbeda.  Kau tahu itu, bukan?  Apa?  Kau tidak tahu?  Itu karena sangat memalukan jika Yankee Anakuma dikalahkan oleh Yankee dari sekolahmu!  Bahkan jika dunia ini terbalik, aku tetap tidak bisa menerimanya!"


Tiba-tiba Kuromatsu berteriak.  Itu adalah teriakan kekesalan yang menggema di seluruh kelas, koridor, dan seisi sekolah.


Otot-otot di seluruh tubuh menyusut dan keringat dingin keluar dari tubuhku.


"Kami membenci Yankee Yoritori!  Meskipun mereka Yankee, tapi mereka malah rajin belajar dan memikirkan tentang masa depan.  Yankee kok terpelejar.  Mereka tidak layak disebut Yankee!  Yankee itu berperilaku bebas, melanggar hukum, menyakiti dan menghancurkan!  Yankee itu seharusnya kotor, egois, dan kurang ajar!"


Sambil berbicara begitu, Kuromatsu mendatangiku dengan suara langkah kaki menggebu-gebu.


Aku mengalihkan pandanganku ke kakinya karena takut jika dia akan membunuhku jika aku menatap matanya.


"Apakah kau sudah mengerti,  Ketua Kelas?"


Aku tidak mengerti apa yang ia katakan.  Tapi setelah mendengar semua perkataannya, aku memahami kalau dia adalah orang yang tidak akan mendengarkan kata orang lain.


Tiba-tiba tertawa keras, lalu tiba-tiba marah.  Aku hanya bisa mengatakan bahwa meteran emosi miliknya telah rusak.


Kuromatsu tertawa saat melihatku hanya diam saja.


"......Tapi, aku tidak menyangka bahwa pacar Toraishi Den adalah seorang gadis yang serius seperti ini.  Tunggu dulu, apakah kau jatuh cinta dengan Yankee karena kau terlalu serius?  Jahaha, aku penasaran akan terlihat seperti si Toraishi Den itu jika aku bermain-main dengan pacarnya lalu membuangnya di jalanan?"


"....Huh?"


'Apa yang barusan dia katakan...?'


Aku terus memikirkannya, tapi tidak peduli berapa banyak aku memikirkannya, aku merasa seperti telah diperlakukan sebagai pacarnya Den-kun.


Kuromatsu mengerutkan keningnya saat melihatku tercengang.


"Huh?  Apa-apaan ekspresimu itu?"


"..........Etto ... aku bukan pacarnya Den-kun..."


Sejujurnya, ada ketegangan aneh di dalam ruang kelas yang redup ini.


Kuromatsu berbalik padaku dan berjalan cepat ke salah satu anak buahnya.


Dia memegang tongkat logam yang tergantung di dinding dan melambaikan tongkat itu dengan penuh semangat di perut salah satu anak buahnya.


"Haa!"


Dia memukulkan tongkat itu ke perutnya tanpa ampun.  Sebagai akibatnya, tubuh Yankee itu terlempar beberapa meter dan tergeletak di tanah.


Yankee itu terengah-engah dengan napas yang berat.  Melihat itu secara langsung membuatku merasa seperti akulah yang dipukul olehnya.


'Jika ia tidak dibawa ke rumah sakit, dia pasti akan mati.'


Aku berpikir seperti itu, tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa karena takut pada Kuromatsu.


Apalagi, baik Kuromatsu maupun anak buahnya, tidak ada yang terlihat mau membantunya.


"Si idiot ini memberiku informasi yang salah.  Dasar tidak berguna.  Hei, lempar dia ke luar!"


"Ya!"


Kuromatsu memberi perintah dengan suara yang keras, dan anak buahnya, Yankee yang lain, menarik Yankee yang jatuh itu ke koridor sekolah.  Karena Yankee yang jatuh itu tidak bisa apa-apa, jadi dia menyeretnya ke luar.


'Bukankah kalian berteman?  Tapi, kenapa kau melakukan itu padanya?'


Aku ingin mengatakan itu, tapi suaraku terjebak di tenggorokanku.


Tubuhku gemetar setelah melihat Kuromatsu menunjukkan kekuatan dan ketidakpeduliannya kepada bawahannya sendiri.


Kuromatsu, yang baru saja memberi makan anak buahnya sebuah tongkat, berbalik perlahan, dan lagi-lagi tertawa seolah-olah dia menyadari kalau aku sedang ketakutan.


"Apa?  Apa aku terlalu bersemangat?  Santai saja!  Jika Trio Idiot datang, aku juga akan memukul mereka semua!  Jika aku puas, aku akan membiarkanmu pergi tanpa syarat!"


Dia mengatakannya sambil tersenyum ceria, tapi itu malah terlihat sebaliknya, alias sangat menakutkan.


Terduduk di lantai berdebu, tanganku masih terikat hingga aku tidak bisa menyeka keringat yang keluar terus menerus.


Keringat yang jatuh dari dagu terjun bebas ke rok seragamku.  Perutku mual dan terasa ingin muntah.


'Ya Tuhan, aku ingin menangis.'


Aku sadar kalau tidak ada gunanya jika menangis, tapi aku tetap ingin menangis.


Saat sedang merasa seperti itu, aku tiba-tiba teringat pada Usui-kun.


'Maafkan aku ... Usui-kun.  Kita sudah janjian Minggu nanti, tapi sepertinya aku tidak bisa menunaikan janji itu...'


Apa yang akan Usui-kun pikirkan jika aku tidak pulang ke rumah hari ini?  Aku tidak tahu apakah dia akan sedih atau tidak.  Jika aku tahu hal ini akan terjadi, aku seharusnya mengaku padanya saat memanggilnya ke atap tadi.  Aku ingin melihat ekspresi Usui-kun ketika aku mengungkapkan perasaanku dengan jujur.  Aku tidak peduli apa jawaban darinya, karena aku hanya ingin mendengar suaranya.


Aku yakin Usui-kun pasti akan memberikan jawaban yang baik bahkan jika ia menolak pengakuanku.  Tetapi, hal itu tidak akan pernah terjadi.


"Jika mereka masih belum datang juga, maka hujannya akan segera turun..."


Kuromatsu menunjuk ke arah awan mendung saat mengatakan itu.


Batas waktunya adalah sampai turun hujan.  Aku tidak tahu kapan guillotineku akan jatuh.

[TL: Alat pancung.]