Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Teman Adikku [Vol 1 Chapter 21]

My Sister’s Best Friend? My Female Friend Already? Then, What’s Next―? Bahasa Indonesia


Chapter 21


Namun, kekhawatiran seperti itu tampaknya tidak terlalu menjadi masalah bagi tubuhku yang kelelahan, dan setelah makan malam, aku langsung tertidur.


Setelah tidur untuk waktu yang cukup lama, aku merasa bahwa aku telah mendapatkan kembali banyak kekuatan, dan ..... aku terbangun di pagi hari.


Ketika aku pergi ke ruang tamu, aku menemukan adikku dengan hati-hati memeriksa brosur mall yang akan kami kunjungi hari ini.


Dia berkata,


"Oh, akhirnya kamu bangun juga.  Bagaimana bisa kamu tidur seperti itu setelah makan malam?  Jika aku tidak memintamu untuk mandi, kamu mungkin tidak akan bangun, kan?"


"Tapi kau tidak membangunkanku."


"Itu karena kamu tidur terlalu nyenyak.  Cepatlah mandi dan berganti pakaian, lalu ambil uangnya dan pergi belanja."


Aku melemparkan sarapanku ke dalam mulutku, setelah ditinggalkan oleh adikku.


Lalu, aku bergegas untuk mengambil baju ganti dan uang dari orang tuaku untuk belanja.


Orang tuaku terkejut ketika aku memberi tahu mereka bahwa kami akan berbelanja bersama.


Kemudian, mereka memberiku lebih banyak uang daripada biasanya, dan memberitahuku bahwa aku bebas untuk membelanjakan sisanya.


Terus terang saja, itu sangat membantu.  Segera setelahnya, kami naik bus menuju ke mall.


Kami berdua sebenarnya ingin naik sepeda, tetapi kami diberi tahu untuk tidak pergi ke tempat yang ramai sambil membawa banyak barang bawaan.


"Biarkan aku yang menekan tombol stopnya!"


Saat kami mulai mendekati halte bus terdekat dari mall, adikku membungkuk dan menekan tombol stop dengan tangan terentang sejauh mungkin.


Meskipun dia sudah SMA, tapi apa yang dia katakan dan lakukan tidak berubah sejak SD.


Hanya anak SD yang suka menekan tombol "Stop".


Sambil merasa begitu saat memikirkan adikku, kami turun dari bus dan menuju ke mall.


Itu adalah akhir pekan yang sibuk, dan ada banyak orang, termasuk keluarga dan orang-orang yang datang untuk bermain bersama teman mereka.


"Oke, karena tidak ada siapa pun yang kukenal di sini, ayo kita langsung belanja makanan!  Jika okra merahnya habis, itu akan jadi masalah besar!"



"Kau tidak perlu terburu-buru, lagi pula mereka tidak akan terjual habis......."


Aku tidak tahu seberapa sakralnya okra merah itu, tetapi aku memutuskan untuk melakukan pembelian yang diperlukan terlebih dahulu.


Setelah itu, kami akan menaruh barang belanjaan di loker, makan, dan mengunjungi beberapa toko lain sebelum pulang.


"Yosh!  Kita sudah punya trolinya, jadi ayo kita bergerak dengan cepat!"


Aku meletakkan keranjang di troli dan mulai berbelanja.


Kami pergi ke bagian sayuran terlebih dahulu, dan bergegas ke tempat di mana okra merah berada.


Seperti yang kuduga, stoknya masih banyak.  Aku dengan hati-hati memeriksa masing-masing dari mereka, dan wajahku muram, seolah-olah semuanya adalah barang terbaik yang pernah ada.


"Nona!  Apakah kau sangat tertarik dengan okra merah?  Aku sangat senang jika kau tertarik pada okra merah!"


"Oh, iya, ........"


Berkatnya, ketegangan situasinya telah dibuyarkan oleh petugas yang sedang mengatur sayuran, karena kami disapa dengan ramah olehnya.


Adikku merasa malu dan tersipu ketika dia menjawabnya dengan suara kecil.


"Tuh lihat, bahkan jika aku tidak ada di sini atau tidak ada orang yang mengenalmu di sekitar sini, akan tetap ada orang yang akan menegurmu."


"Berisik."


Setelahnya, kami membeli semua barang yang kami butuhkan dengan lancar.


Supermarket ini benar-benar cukup besar dan memiliki banyak barang bagus.  Saat aku berbelanja, aku mulai memahami perasaan adikku.


Setelah selesai memilih apa yang ingin dibeli, kami pergi ke kasir dan menata barang-barang yang telah dibeli ke dalam tas dengan rapi lalu membayarnya.


Setelah itu, aku berhasil membawa tas uang berat itu ke loker koin dan meletakkannya di tempat kosong.


"Akhirnya beres juga!"


“Syukurlah tidak ada orang yang kukenal melihatku tadi.  Jika ada yang melihatnya, mereka pasti akan meledekku di sekolah."


"O-Oh...."


Lantai pertama adalah bagian bahan makanan sedangkan lantai dua adalah area food court.


"Bolehkah aku melihat-lihat toko sambil menuju lantai dua?"


"Ya, silakan."


Setelah aku mengizinkannya, adikku langsung pergi ke salah satu toko di depannya.


Ada banyak barang lucu dan menggemaskan di sana, tapi tak perlu dikatakan, aku benar-benar tidak mengerti barang macam apa itu.  Aku hanya tahu bahwa itu selalu ada di mall besar mana pun.


Aku duduk di bangku di dekatku dan menunggunya sambil memainkan ponselku.


Aku menunggu seperti ini karena aku datang ke sini bersama adikku.  Jika ini adalah kencan yang sesungguhnya, aku bertanya-tanya apakah aku akan mengikutinya sambil berkata, "Yang mana yang kau suka?" sambil berjalan bersamanya beriringan.


Haruskah aku mengikutinya sambil mengatakan sesuatu pada hal yang tidak kumengerti atau tidak tertarik atau tidak cocok denganku meskipun itu hanya mengandalkan kesan pertamaku saat melihatnya?  Atau, haruskah aku hanya duduk diam di sini dan menunggunya?  Aku yakin akan lebih mudah bagiku untuk melakukan yang terakhir, tetapi aku merasa bahwa ini akan membuatku terlihat menyedihkan jika aku melakukannya dengan cara seperti ini.  Aku tidak memiliki rencana apa pun untuk berkencan dengannya, tetapi ketika aku memikirkannya....


"Are?  Onii-san?"


"Eh?  Rin-chan?"


Aku mendengar suara yang kukenal dan mendongak untuk melihat Rin-chan, yang baru saja kulihat kemarin.


Aku sangat terbiasa melihatnya dengan seragam sekolahnya akhir-akhir ini sehingga dia terlihat segar dengan pakaian kasualnya.


"Apa yang kamu lakukan di sini?"


"Aku datang ke sini atas desakan adikku untuk berbelanja bahan makanan, dan dia sedang berada di---"


"Oh, ada Rin!"


Sebelum aku bisa menyelesaikan kalimatku, adikku keluar dari toko yang ia masuki.


"Apa kamu datang ke sini untuk berkencan dengan kakakmu?"


"Yah, begitulah...."


Ketika Rin-chan menatapku, aku mengalihkan pandanganku untuk menghindari pertanyaanya.


Dilihat dari caranya bereaksi, sepertinya dia juga tidak memberi tahu Rin-chan tentang hal itu, tetapi jika dia bereaksi sedemikian rupa, dia mungkin akan menganggap seolah-olah kami benar-benar berkencan.


"Hmm ... kalian sangat dekat, bukan?"


"Ya, tentu saja!  Rin sendiri kenapa ada di sini?"


"Orang tuaku mau belanja jadi aku ikut dengan mereka.  Lalu, mereka menyuruhku untuk pergi ke mana pun yang kusuka sambil menunggu mereka selesai berbelanja."


"Begitu rupanya.  Oh ya, aku lupa bilang padamu!  Terima kasih karena sudah menjaga kakakku!"


"Tidak, tidak, akulah yang seharusnya berterima kasih."


"Kau tidak perlu melakukan itu di depanku."


Aku yakin kita sudah membicarakan ini minggu lalu.


"Kalau begitu, apa yang akan kalian berdua lakukan sekarang?"


“Kami mau makan siang di sana sekarang!  Rin, apa kamu sudah makan?"


"B-Belum.  Aku bahkan belum tahu apa yang mau kulakukan sekarang."


Ketila Rin-chan sedang berkata, ponselnya berbunyi.


"Maaf.  Ini telepon dari orang tuaku."


Kemudian, dia mengangkat teleponnya dan berbicara.


"Ya?  Barusan aku bertemu dengan Saki dan kakaknya di ....... dia bilang dia mau makan siang bersama di sini.  Apa?!  Kamu ingin aku ikut dan makan bersama mereka?  Ini akan merepotkan mereka......!"


Berdasarkan reaksi Rin-chan, sepertinya setelah menceritakan tentang kami, dia disuruh ikut dan makan bersama kami.


"Aku memang megang uang, tapi bukan itu masalahnya......!"


Rin-chan mengatakannya dengan senyum masam sambil menjauhkan ponselnya dari telinganya.


"Bagus!  Kalau begitu, ayo kita makan bersama!"


"Bolehlah?  Tapi aku tidak tahu apakah Onii-san akan keberatan atau tidak...."


Dia melihatku sambil bertanya begitu.  Ini jelas berbeda dari dirinya yang biasanya.  Ini adalah Rin-chan di masa lalu.


"Kamu tidak akan menolaknya kan, Onii-chan?"


"Ya, ya.  Tidak sama sekali.  Jarang-jarang kita memiliki kesempatan seperti ini, jadi ayo kita pergi."


Entah kenapa, pikiranku tidak bisa tenang, tapi tak ada salahnya jika kami bertiga makan siang bersama.


"Terima kasih......!"


Reaksi dan ekspresi itu membuatku tidak nyaman.


"Kalau begitu, ayo pergi!  Aku ingin mendengar lebih banyak tentang kehidupan sekolahmu!"


"Saki, kamu mengolok-olokku.  Itu sama seperti yang sudah kuceritakan.  Benarkan, Onii-san?"


"Y-Ya, tentu saja."


Aku pergi ke Food Court sambil mengikuti dua orang yang sedang berbincang seperti itu.


'Tidak apa-apa.  Ini hanya makan siang.'


Aku terus bilang begitu pada diriku sendiri, tapi ketegangan misterius ini terus mendominasi diriku.