Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Si Cupu Rupanya Suhu [Vol 1 Chapter 3.6]

The Asocial Guy Who Gets Pushed Around Is Actually The Strongest Bahasa Indonesia


Chapter 3.6: Jatuh Cinta Dengan Pria Asosial


Selasa.


Seminggu setelah menginap di rumah Hiromi, aku belajar bersama dengan Usui-kun di kelas setelah sekolah usai.


Ini adalah kedua kalinya kami belajar bersama.


Aku dan Usui-kun duduk saling berhadapan dengan dua meja yang ditempel bersamaan.


Usui-kun memecahkan soal soal bahasa Jepang sedangkan aku memecahkan soal matematika.


Meskipun akulah yang mengajaknya untuk belajar bersama, tapi kecepatan belajarku sangat lambat.


Selain karena aku mengerjakan soal matematika yang tidak kukuasai, itu juga disebabkan karena aku yang tidak bisa berhenti memikirkan tentang Usui-kun. 


"....Apakah ada sesuatu yang kau pahami?"


"Eh?"


Mungkin karena menyadari bahwa aku tidak bisa berkonsentrasi pada pembelajaranku, jadi dia memanggilku.


"Yah, itu ... ada beberapa soal yang masih tidak bisa kupahami..."


Aku tidak bisa memberitahunya bahwa aku ingin tahu lebih banyak tentangnya.


"Yah, untungnya kamu pandai dalam bahasa Inggris dan bahasa Jepang.  Aku salut padamu karena aku tidak ahli dalam pelajaran itu sama sekali."


"Benarkah?  Aku juha salut pada Usui-kun, yang pandai matematika.  Aku selalu mendapatkan nilai merah dalam matematika."


"Tapi, bukankah rankingmu lebih tinggi dariku?"


"Apa?  Ranking berapa kamu dalam tes yang sebelumnya?"


"Sekitar 100.  Bagaimana dengan Ketua Kelas?"


"Yah ... kupikir aku berada di ranking 50-an?"


Ngomong-ngomong, jumlah murid di angkatan kami sekitar 320 orang.


Dari sana, topik pembicaraan antara aku dan Usui-kun adalah seputar mata pelajaran yang kami kuasai.


Usui-kun tidak pandai bahasa Jepang dan bahasa Inggris, namun ia pandai matematika.


Aku tidak pandai biologi, kimia, dan fisika, namun cukup pandai dalam Sejarah dan Geografi.


Aku juga pandai dalam bahasa Jepang dan Inggris, karena aku bekerja keras dalam menghafal kosakatanya dengan penuh semangat.


Namun, mustahil bagiku untuk menghafal rumus dalam fisika, kimia, dan biologi yang berhubungan dengan matematika dan perhitungan.


Kupikir Usui-kun dan aku agak mirip, tapi mata pelajaran yang kami berdua kuasai sangat bertolak belakang, dan menurutku itu menarik.


Sebaliknya, ketika aku tahu bahwa dia memiliki sesuatu yang tidak kumiliki, itu membuatku semakin menginginkan Usui-kun...


"Aku ingin menjadi seseorang yang pandai dalam matematika..."


Ketika aku menggumamkan itu, Usui-kun bertanya "Kenapa?" jadi aku menjawabnya.


"Aku ingin menjadi dokter hewan sejak aku masih kecil.  Aku menyukai binatang.  Tapi, aku tidak akan bisa memasuki sekolah kedokteran hewan karena aku tidak pandai dalam matematika.  Sekolah kedokteran hewan memiliki nilai deviasi yang sangat tinggi."


Nilai deviasinya sangat tinggi.  Jadi ... aku tidak tahu apa yang harus kulakukan tentang hal itu...


"Kupikir akan lebih baik jika kau mencari jurusan lain.  Aku bahkan belum memikirkan tentang memasuki universitas."


"Usui-kun, apa kamu memiliki mimpi atau tujuan untuk masa depanmu?"


"Yah ... tidak ada yang spesial, tapi kupikir aku ingin menjadi seorang PNS, yang bekerja di balai kota."


"Wow."


Menurutku itu sangat seperti Usui-kun.


Aku merasa bahagia saat mengetahui lebih banyak hal tentang Usui-kun.


Wajahku tidak bisa berhenti tersenyum.


"....Ada apa?"


Usui-kun bertanya padaku karena menyadari adanya perubahan ekspresi di wajahku.


"Itu ... aku senang karena bisa belajar bersama Usui-kun."


Aku tidak bisa mengatakan padanya bahwa aku senang karena bisa mengenalnya.


Kemudian, Usui-kun mengatakan sesuatu yang tak terduga.


"Aku juga senang..."


"...?!"


Jantungku tiba-tiba berdebar.  Tapi, ekspresinya tetap terlihat seperti biasanya.


'.....Tapi, apa yang dia katakan barusan ... mungkinkah aku salah dengar...?'


Aku menunggu kata-kata berikutnya dengan penuh rasa penasaran.


Namun ... Usui-kun malah mengatakan...


"Ketua Kelas mampu menjawab pertanyaan yang tidak dia kuasai.  Aku lega karena pembelajaranmu ternyata berjalan dengan baik."


Senyumanku membeku...


'Ah, aku mengerti ... tidak mungkin ada arti khusus di dalamnya ...  dia tidak akan jatuh cinta denganku sebegitu mudahnya hanya karena belajar bersama sepulang sekolah.'


Ketika aku merasa hampa dan putus asa, bel sekolah berbunyi.


"Apa?!  Sudah jam segini?!"


Pembelajaranku hari ini tidak terlalu berkembang hingga aku bertanya-tanya apa yang sedang kulakukan sejak tadi.


Aku dengan enggan meletakkan alat belajarku ke dalam tasku.


Kemudian, ketika aku sedang mengembalikan mejaku ke posisi semula, aku menyadari bahwa Usui-kun, yang siap untuk pulang, sedang menatapku.


"A-Ada apa?"


"Uhm ... haruskah aku mengantarmu ke stasiun?"


"Apa?!"


Ajakan tak terduga darinya membuatku mengeluarkan suara keras.


"Ah, tidak apa-apa jika Ketua Kelas menolaknya.  Tapi, aku diberi tahu oleh Trio idiot bahwa aku harus mengantarmu hingga ke stasiun.  Aku juga merasa khawatir jika nantinya Ketua Kelas akan terlibat dalam suatu hal yang aneh lagi."


"Ahahaha ... aku sebenarnya ingin menerima tawaranmu, tapi aku merasa tidak enak karena kamu telah membantuku dua kali..."


"Kalau begitu, maukah kau pulang bersamaku sekarang?""


"Tentu saja ... terima kasih."


Sungguh mengejutkan bahwa Trio Idiot mampu memberikan saran seperti itu padanya.


Apakah mereka sudah tahu bahwa aku menyukai Usui-kun ... aku sedikit kesal ketika membayangkan wajah Trio Idiot yang sedang tersenyum di kepalaku.


***


[POV Akira]


Pukul 07:00 malam.


Matahari sudah terbenam, dan di luar sudah gelap.  Kami berjalan perlahan menuju stasiun di jalan redup yang diterangi lampu jalan.


Tidak ada percakapan di antara kami.


Kupikir aku akan bisa mengatakan sesuatu ... tapi aku tidak bisa melakukannya.


Kemudian, Ketua Kelas berkata...


"Apa yang kamu lakukan pada hari liburmu?"


"Yah ... membaca buku, melatih diri..."


"Ah, aku mengerti.  Kamu bilang alasanmu berlatih adalah untuk bersiap jika kelas diserang suatu saat!  ......Jika aku berlatih juga, apakah aku akan bisa memecahkan masalah aneh itu sendiri?"


Aku membayangkan Ketua Kelad yang sedang berlatih di otakku.


Di sana, Ketua Kelas sedang mengangkat dumbbell dan terluka karena tidak mampu menahan berat dari dumbbellnya.


'Itu sangat berbahaya...'


"....Sesuatu mungkin akan terjadi dalam latihan, jadi kupikir akan lebih baik jika kau tidak melalukannya."


"Tapi, bukankah kamu baik-baik saja?"


"Ya.  Bahkan jika Ketua Kelas tidak berlatih, lalu tiba-tiba terjadi sesuatu padamu, akulah yang akan....."


"Huh...?"


Aku terkejut saat mendapati diriku mengatakan sesuatu seperti itu.


'Apa yang baru saja kukatakan?  Apakah aku ingin mengatakan bahwa jika sesuatu terjadi padanya, akulah yang akan membantunya...?'


Aku langsung menutup mulutku agar tidak ada kata-kata aneh lagi yang keluar darinya.


'Bagaimana mungkin aku bisa menyelamatkan Ketua Kelas?  Betapa tidak tahu malunya diriku ini ... apa yang Ketua Kelas inginkan dariku hanyalah untuk belajar bersamanya...'


Melihatku yang tiba-tiba diam, Ketua Kelas memiringkan kepalanya.


"Apakah kamu barusan mencoba untuk mengatakan sesuatu?"


"Tidak, tidak.  Tidak ada apa-apa."


"....Apakah itu benar?  Kalau begitu, buku apa yang suka kamu baca?"


Aku lega karena topiknya berubah.


Untuk menjawab pertanyaannya, aku mencoba mengingat apa yang ada di dalam rak buku di kamarku.


"Yah ... buku-buku pengetahuan yang berguna untuk bertahan hidup, buku seni bela diri..."


"Ah, aku mengerti... "


"Hmm?  Apa?"


"Ah, tidak, tidak.  Usui-kun benar-benar serius dalam mempelajari tentang bagaimana caranya menghadapi krisis!  ....Tidak ada hal yang perlu kutakutkan jika aku sedang bersama dengan Usui-kun!  Ah ... maksudku, aku merasa senang saat berbicara dengan Usui-kun!"


Ketua Kelas tertawa riang.


Senyumannya menggelitik area dadaku.


"B-Begitukah?"


"Ya, Usui-kun sangat lucu.  Aku ingin mendengar banyak hal tentangmu!"


Ini pertama kalinya aku diberi tahu hal seperti itu oleh orang lain.


Aku tidak tertarik pada orang lain, dan orang lain juga tidak tertarik padaku.


Pada dasarnya, mereka menjauhiku karena mereka tidak tahu apa yang sedang kupikirkan, jadi mereka memperlakukanku layaknya udara.


Ini adalah pertama kalinya ada seseorang yang mau mendengar tentangku sebanyak ini.


"Akira, kau banyak berbicara akhir-akhir ini."


Tiba-tiba, aku teringat pada apa yang dikatakan oleh Den padaku.


Aku sangat paham mengapa aku ingin berbicara dengan Ketua Kelas.  Itu karena Ketua Kelas mau mendengarkanku.  Ketua Kelas mau bertanya apa yang sedang kupikirkan dan apa yang ingin kulakukan.


Tidak seperti mereka yang tidak tahu apa yang ada di pikiranku, dia tidak membuatku merasa seperti itu.


'Aku sangat senang karenanya...'


Namun, aku merasa agak kurang nyaman saat pulang bareng bersama seorang gadis.  Mungkin karena ini adalah hal yang tidak biasanya kulalukan.


Ketua Kelas yang diterangi oleh lampu jalan di jalan malam yang gelap, tampak bersih dan bersinar.


Mungkin, itulah yang membuatku merasa agak kurang nyaman.



Namun, hanya karena aku merasa tidak nyaman, kupikir itu tidak masuk akal untuk meninggalkan Ketua Kelas sendirian di sini dan pergi begitu saja.


'Tapi, perasaan apa ini?  Mengapa aku merasa tidak tenang?'


Yah, mungkin itu karena aku merasa khawatir bahwa Ketua Kelas akan terlibat dalam sesuatu lagi, yang membuatku gelisah jika terjadi sesuatu padanya.


Ya, aku yakin pasti begitu...


Setelah analisis diri selesai, bahuku menjadi sedikit kaku.


Aku merasa ada yang salah, tapi karena aku tidak menemukan jawaban meski aku telah mencoba untuk memikirkannya, aku pun menyerah.


Kemudian, kerumunan orang-orang mulai nampak, dan cahaya terang stasiun muncul.


Sebentar lagi, waktu di mana aku pulanh bersama dengan Ketua Kelas akan berakhir.


Awalnya sulit untuk berjalan perlahan seirama dengan Ketua Kelas, tapi sekarang aku sudah terbiasa.


Sebaliknya, aku malah merasa seperti ingin berjalan lebih lebih lambat lagi...