Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Si Cupu Rupanya Suhu [Vol 1 Chapter 3.1]

The Asocial Guy Who Gets Pushed Around Is Actually The Strongest Bahasa Indonesia




Chapter 3.1: Jatuh Cinta Dengan Pria Asosial


[POV Akira]


Jam 7 pagi.


Aku sedang menuju ke kelas ketika masih belum banyak murid yang datang untuk latihan pagi.


Tidak ada tanda-tanda orang lewat. Jadi, aku yakin jika tidak ada orang di kelasku ... lalu, aku membuka pintu kelas dengan pemikiran seperti itu.


"U-Usui-kun?!  Kamu datang pagi sekali!"


Tidak, ternyata ada orang di sana.  Dia adalah Ketua Kelas yang hampir melompat saat melihatku.


Tiba-tiba, aku teringat saat memeluk Ketua Kelas yang sedang kebingungan minggu lalu.  Aku jadi sedikit malu karenanya.


"Selamat pagi ... kau juga datang pagi sekali, Ketua Kelas."


"Selamat pagi ... yah, aku mencoba untuk datang ke sekolah lebih awal karena aku bangun kepagian.  Soalnya aku tidak memiliki kegiatan apa pun di rumah."


Seperti yang diharapkan dari Ketua Kelas, itu sangat berbeda dariku yang akan lanjut tidur jika tidak ada kegiatan yang harus kulakukan.


"Kamu sendiri bagaimana, Usui-kun?  Padahal kamu selalu memiliki image sering terlambat..."


"Aku lupa membawa lembar soal matematika di mejaku.  Jadi aku datang lebih awal untuk mengerjakannya."


"Oh, lembar yang dibagikan minggu lalu.  Kalau begitu, kita harus cepat mengerjakannya."


Aku hanya mengangguk dan pergi ke mejaku.


Seperti yang dikatakan Ketua Kelas, kita harus menyelesaikan PR-nya dengan cepat.


Tapi meski begitu, aku penasaran dengan apa yang dilakukan oleh Ketua Kelas.


Dia sedang merapikan meja semua orang dan menyapu lantainya.


Aku tidak berpikir kalau hal seperti itu ada dalam pekerjaan seorang Ketua Kelas.


"Apa kau selalu melakukan itu?"


Ketua Kelas terkejut karena amj tiba-tiba berbicara dengannya.


"Apanya?"


"Yah ... mengurutkan meja dan mengumpulkan sampah?"


"Ah ... aku hanya melakukannya pada hari di mana aku datang lebih awal.  Kelasnya akan berantakan jika semua orang telah datang ke sekolah, jadi terkadang ... aku berpikir bahwa akan lebih baik jika semuanya tetap rapi seperti awal."


Ketua Kelas melakukan semua ini secara alami tanpa meminta pujian.


Dia sadar bahwa dia hanya mengkhawatirkan tentang hal-hal kecil, tapi pemikiran sederhananya itulah yang membuatnya mudah untuk diperhatikan.


Aku duduk dan menatap seisi kelas yang semakin cantik berkat Ketua Kelas.


'Aku iri padanya.'


Ketika aku menatap Ketua Kelas, aku tiba-tiba merasa seperti itu.


Setelah berada di kelas yang sama dengan Ketua Kelas pada tahun kedua, aku sering merasakan hal ini.


Aku mengagumi Ketua Kelas yang selalu penuh emosi dan bekerja keras dalam segala hal.


Aku terlahir sebagai orang yang tidak bisa mengungkapkan perasaannya.


Aku merasa bahwa aku merasakan perasaan sukacita, kemarahan, dan kesedihan seperti orang lain, tapi sulit bagiku untuk menyampaikannya ke orang-orang di sekitarku.


Aku tidak pandai dalam mengekspresikan perasaanku.


Hal ini menyebabkan orang-orang di sekitarku takut dan menjauh dariku sejak aku masih SD.


Karena berkurangnya kesempatan untuk berhubungan dengan orang lain, aku pun jadi tidak merasa perlu untuk mengekspresikan emosiku.


Dan aku datang ke sini tanpa berpikir untuk mengubah diriku sendiri.


"Aku tidak tahu apa yang sedang dia pikirkan."


Ya, aku tidak tahu sudah berapa kali aku diberitahukan hal seperti itu.


Apa yang sebenarnya sedang kupikirkan adalah bahwa aku mengkhawatirkan tentang banyak hal dan sedang memikirkan tentang bagaimana caraku untuk menanggapinya.


Namun, aku tidak ingin menjelaskan hal itu satu per satu, karena aku juga tidak tertarik pada orang lain.


'Yah, begitulah.  Aku bisa hidup sebagai orang yang tidak memikirkan apa-apa di dalam pikirannya.'


Bahkan jika orang-orang menghindariku, atau aku yang tidak bisa bergaul dengan orang-orang di sekitarku, aku tetap akan berakhir dengan menyelesaikan semuanya sendirian.


Selama mengalami itu, aku tidak tahu apakah aku merasa kesepian atau sakit, tapi itu mungkin karena emosiku jauh lebih rendah daripada orang lain.


'Hatiku mulai banyak bergerak akhir-akhir ini.'


Perasaan iri juga baru kurasakan akhir-akhir ini.


Ketua Kelas yang merawat orang lain setiap harinya berhasil menarik perhatianku.


Melihat Ketua Kelas membuatku senang.


Dia sangat mudah dalam mengeluarkan emosinya, yang membuatku tidak pernah merasa bosan saat melihatnya karena ekspresi wajahnya selalu berubah-ubah.


Aku ingin terus melihatnya....


'Ketua Kelas adalah orang yang luar biasa.  Aku iri padanya.  Kuharap aku juga bisa seperti dirinya.  Padahal aku tidak pernah berpikir untuk mengubah diriku sendiri.  Tapi berkatnya, aku jadi mulai berharap untuk berubah.  Terima kasih kepada Ketua Kelas karena telah membuatku merasa seperti itu.'


Tiba-tiba, Ketua Kelas berbalik ke arah sini.


Sepertinya dia telah menyadari tatapanku.


"Ano ... ada apa?"


Sepertinya aku telah membuatnya berada dalam kesulitan karena aku terus menatapnya sejak tadi.


Ketua Kelas tersenyum pahit.


"Tidak, tidak ada apa-apa..."


Aku tidak bisa menjelaskan padanya mengapa aku melihatnya.


Aku langsung membuang muka dari Ketua Kelas dan tiba-tiba tubuhku berhenti sendiri.


'Tunggu sebentar, kenapa aku datang ke sekolah begitu pagi, yah?'


"Usui-kun, jika kamu tidak mengerjakan PR matematikanya dengan cepat, kamu akan kehabisan waktu, loh."


Ketika mendengat apa yang dikatakan oleh Ketua Kelas, aku jadi mengingatnya.


Ya, aku di sini untuk mengerjakan PR.  Aku mengeluarkan empat lembar soal dari kolong meja. Kemudian, aku menulis namaku di kertas pertama dan mulai menjawab soalnya.


Ketua Kelas bilang soalnya merepotkan, tapi aku tidak merasa seperti itu.


Aku jadi penasaran apakah soal di halaman berikutnya benar-benar sesulit itu...


"Usui-kun, kamu mengerjakannya cepat sekali..."


Aku menemukan Ketua Kelas sedang berada di dekat mejaku dan melihat ke dalam lembar soal yang sedang kukerjakan.


Rambut Ketua Kelas, yang diikat menjadi dua bagian itu bergoyang dan ujung rambutnya menyentuh meja.


"Usui-kun, kamu pandai dalam matematika ... hebat.  Aku sendiri benar-benar tidak pandai dalam matematika."


Ketua Kelas tersenyum.  Aku merasakan aroma yang lembut dan menenangkan di saat yang bersamaan.


Beberapa hari yang lalu, aku sempat melakukan kontak fisik dengan Ketua Kelas, tapi aku tidak menyadarinya karena aku begitu tegang.  Ini pertama kalinya aku mencium aromanya dan aku dibuat linglung karenanya.


"Tapi, kenapa ada empat lembar?"


Kata-kata Ketua Kelas menghentikan pergerakan pensilku.


Sejujurnya, aku berada dalam masalah.  Bahkan aku merasa bahwa aku akan tetap berada dalam masalah jika aku tidak jujur padanya.


"Sisanya untuk Trio Idiot..."


"Ya, Tuhan!  Padahal aku baru saja melihat mereka secara berbeda karena mereka mengatakan sesuatu yang luar biasa kemarin!  Tapi aku tidak percaya bahwa mereka tetap menjadikan Usui-kun sebagai pesuruh!"


"Ah, tapi aku tidak dipaksa untuk melakukannya..."


"Kamu tahu kalau bukan itu yang sedang kubicarakan, kan?  Tidak akan ada gunanya jika mereka tidak mengerjakan PR-nya sendiri!  Usui-kun, jangan menerimanya lagi!"


Ketua Kelas terlihat serius dan tegas, yang sangat berbeda dengan ekspresi tenang miliknya.


Ketua Kelas mungkin mengerjakan PR-nya sendiri karena berpikir bahwa itu berguna untuknya.


Jadi, dia tidak berniat untuk mengatakan bahwa Trio Idiot yang tidak mengerjakan PR-nya sendiri adalah pemalas.


Melainkan, itu karena dia merasa khawatir bahwa ini tidak akan baik untuk Trio Idiot.


Dia benar-benar orang yang serius dan baik.


Beberapa orang tidak bisa menerima niat baiknya dengan benar, dan beberapa orang juga tidak mau menerima sarannya, dan menurutku itu adalah hal yang wajar.


Tapi setidaknya, aku menyukai sisi Ketua Kelas yang seperti itu.