Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Si Cupu Rupanya Suhu [Vol 1 Chapter 2.1]

The Asocial Guy Who Gets Pushed Around Is Actually The Strongest Bahasa Indonesia


Chapter 2.1: Pria Asosial Yang Tak Terkalahkan


[POV Akira]


Keesokan harinya.  Aku mengikuti pelajaran di sekolah seperti biasa.


Saat jam menunjukkan pukul 12:50.  Lonceng jam makan siang berbunyi.


Setelah mendengar suaranya, kupikir aku harus pergi untuk membeli makan siang untuk trio idiot.


Ketika aku melihat semua murid mulai bergerak, aku juga ikut bergerak menuju kursi di mana mereka bertiga selalu berada, bahkan ketika kelas sudah usai.


"Apakah kalian ingin dua roti yakisoba, roti kari, selai anpan, dan dua roti cokelat?"


"Ah..." Den menjawabnya tanpa menatapku.


Roti yang kami beli di kantin sekolah kami terkenal dengan ukurannya yang besar, meskipun harganya cukup terjangkau, yaitu hanya 100 yen per buah.


Tiga jenis roti yang dimakan oleh trio idiot selalu sama.  Tapi meski begitu, aku tetap memutuskan untuk menanyai mereka tentang apa yang ingin mereka makan setiap harinya.


Namun, hal yang tak terduga terjadi di sana.





"Yah... Akira.  Ini uangnya..."


"Apa?"


Den menyodoriku uang kertas seribu yen yang kusut.


"Ambil saja kembaliannya ... untuk melunasi utang kami.  Aku akan membayar sisanya sedikit demi sedikit setiap hari."


"Oh, oke."


Hari ini, ketiganya tampak aneh.  Aku merasa seperti mereka sedang mengawasiku, tapi mereka tidak mencoba untuk memperbudakku.  Mengapa kalian berpura-pura tidak membayarnya seperti biasanya saja?


Yah, itu bagus jika kalian membayarnya.  Dan karena aku tidak terlalu memedulikannya, jadi aku berhenti memikirkannya dan menuju ke pintu masuk kelas.


Tepat ketika aku melewati kursi ketua kelas, kakiku tiba-tiba berhenti secara alami.


"Huh?"


Ketua kelas menyadariku dan mengangkat wajahnya ke atas.


Mata ketua kelas tertuju padaku.  Aku tiba-tiba teringat pada kejadian di mana ketua kelas hendak dibawa pergi oleh seorang pria kemarin.  Masih ada sedikit memar di pergelangan tangannya.


"Umm, ada apa, Usui-kun?"


"......Apa kau baik-baik saja tentang kemarin?"


"Oh, ya ...... Usui-kun telah menelepon polisi, dan aku senang karena masalah itu bisa diselesaikan dengan baik."  jawab ketua kelas sambil tertawa.


Tapi, mungkin karena dia masih trauma tentang kejadian kemarin, jadi dia terlihat kurang energik dari biasanya.


Aku merasa bahwa aku harus mengatakan sesuatu padanya.


Tapi karena aku sedang terburu-buru sekarang, jadi aku mengatakan apa yang muncul di pikiranku padanya.


"...Aku senang karena ketua kelas datang ke sekolah hari ini."


"Eh?  Kenapa?"


Huh?  Iya juga yah?  Mengapa aku merasa senang ketika ketua kelas datang ke sekolah?


Hari ini, ketika aku memasuki ruang kelas dan melihat ketua kelas, aku tiba-tiba merasa lega.  Mengapa bisa begitu?  Yah, mungkin karena itulah kata yang tepat yang harus kukatakan padanya.


Ketika aku mengatakan, "Aku hanya penasaran tentang apa yang harus kulakukan jika ketua kelas tidak bisa datang ke sekolah." mata ketua kelas melebar.


"Oh, terima kasih ... terima kasih atas perhatianmu.  Aku baik-baik saja."


"Oh, begitu..."


"Ya..."


Setelah itu, percakapan kami terputus.  Namun, mata ketua kelas tampak berair.  Dan wajahnya juga agak memerah.


Kenapa, yah?  Aku sedikit khawatir tentang penampilan ketua kelas, tetapi aku harus pergi membeli roti untuk trio idiot itu sekarang.


Jadi, aku mengabaikannya dan menuju koridor.  Kemudian, Araki-san menyelinap melewatiku.


Araki-san melambaikan kotak makan siangnya dengan satu tangannya.  Kotak makan siang yang diayunkannya itu menghantamku dengan keras.


"Shizuka!  Ayo makan bersama!"


Tanpa dia sadari, dia telah menabrakku, tapi Araki-san tetap lanjut berlari ke arah ketua kelas.


Ketika aku menggosok pelipisku yang kesakitan dengan tanganku, aku melihat bahwa mereka berdua selalu dekat.


Araki-san menertawakan ketua kelas, yang terlihat agak putus asa.  Tapi penampilan ketua kelas tampaknya jauh lebih cerah dan berwarna daripada ketika aku berbicara dengannya barusan ... dan ketika aku melihatnya, entah kenapa aku merasa bahwa itu adalah hal yang bagus.


***


[POV Shizuka]


Setelah dikhawatirkan oleh Usui-kun, aku dengan putus asa mencoba untuk menenangkan diriku.


Jantung berdebar dan suhu tubuhku meningkat.


Kata "Aku hanya penasaran..." dari Usui-kun sangat menyegarkan pikiranku.


'Yang dia maksud sebenarnya adalah karena kejadian kemarin sangat mengejutkan dan membuatku tidak berani keluar!'


Aku yakin tidak ada yang istimewa tentang hal itu!  Otak bahagiaku malah terbang melayang dengan sendirinya.


Adegan Usui-kun kemarin tiba-tiba diputar ulang di otakku, dan aku menjadi semakin gelisah ketika mengingat keberanian Usui-kun.


Hari ini, aku merasa gugup setiap kali melihat Usui-kun.  Bahkan selama kelas berlangsung, aku mendapati diriku sendiri selalu memperhatikan Usui-kun, dan ketika Usui-kun meninggalkan tempat duduknya saat jam istirahat, aku juga mengikutinya dengan mataku.


Gara-gara kejadian itu, aku menjadi sangat penasaran tentang Usui-kun.  Dan sejak kemarin, pikiran tentang Usui-kun selalu membayangi pikiranku.


Aku bertanya-tanya apa yang sedang terjadi pada diriku ini ... dan ketika aku sedang memikirkannya,  aku teringat pada apa yang para gadis di kelasku katakan saat aku sedang piket.


"Dia terlalu mengkhawatirkannya karena dia jatuh cinta padanya, bukan?" dan semacamnya...


'Tidak, itu salah!  Aku mengkhawatirkan Usui-kun sebagai ketua kelas!  Dan aku merasa lega karena dia ternyata tidak sedang dibully!'


"Kamu kenapa, Shizuka?"  


"Kyaa!"


Tiba-tiba, seseorang menghampiriku, dan pantatku langsung melayang dari kursiku.


"Hi-Hiromi!  Jangan menakut-nakutiku!"


"Apa?  Aku sudah memanggilmu ketika aku memasuki kelas.  Shizuka!  Ayo makan bersama."


"Apa?  Ah, aku mengerti ... maafkan aku."


Aku begitu putus asa untuk menenangkan diriku sehingga aku tidak bisa mendengar suaranya.


Ketika aku sedang merasa menyesal, Hiromi tertawa terbahak-bahak.


"Karena ini tentang Shizuka, pasti kamu sedang mengingat-ingat aksi Usui kemarin, kan?  Dan pikiranmu sedang dalam mode manga shoujo iya, kan?"


"Bagaimana kamu bisa tahu...?!"


"Karena itu tergambar jelas di wajahmu."


'Dasar bodoh!  Apakah semua yang ada di dalam pikiranku tergambar dengan jelas di wajahku?!'


Tanpa memperhatikan reaksiku, Hiromi mencoba menarik kursi di dekatnya dan meletakkan kotak makan siangnya di mejaku.


Tangan kanannya diperban lebih tebal daripada kemarin, dan simpul dari saputangan yang membungkus kotak makan siangnya itu sepertinya sulit untuk ia lepaskan.


"Haruskah aku membukakannya untukmu?"


"Oh, terima kasih."


Kemudian, aku membantunya membuka bungkusan kotak makan siangnya dan memberinya garpu.