Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Teman Masa Kecilku Sang Putri Salju [Chapter 30]

My Childhood Friend, Snow White, Doesn’t Realize Her Unrequited Love Bahasa Indonesia




Chapter 30: Kuzuo Kuzuhara Dan Bakat


Saat itu adalah transisi antara SD dan SMP, periode ketika kepribadian setiap anak mulai terbentuk ketika Kuzuhara Kuzuo sepenuhnya terbangun.


Aku mewarisi ingatan fotografis ayahku dan tubuh manusia super ibuku.  Dengan dasar sekuat itu, aku mendapatkan skill unik ini dan berada di atas semua orang.


Akibatnya, tanpa sadar aku mulai menyakiti semua orang di sekitarku.


“Ketika aku bermain basket bersama Kuzuhara, aku merasa … menyedihkan.”


"Aku … aku sudah berhenti berlatih piano.  Tidak peduli berapa banyak aku mencobanya, aku tidak akan pernah mengalahkan jenius itu."


"Usaha yang sia-sia, huh … saat melihatmu, mau tak mau aku merasa kalau semua yang telah kulakukan ini tidak berguna.”


Aku bisa melakukan apa saja, tidak peduli apa itu.


Sekali lihat, dan aku bisa mempelajari apa pun.


Sekali lihat, dan aku bisa meniru apa pun.


Sekali lihat, dan semuanya selesai.


Akhirnya, aku sendirian, dan membusuk.


Mataku, yang awalnya sipit, menjadi semakin berlumpur dan stagnan.  Semua yang kulakukan, semua yang kulihat, menjadi hambar dan kering.


Usaha yang sia-sia…?   Itu benar sekali.


Ini adalah dunia yang tidak adil.  Semuanya ditentukan oleh bakat, yang merupakan sesuatu yang tidak dapat dikendalikan oleh siapa pun dan telah diputuskan saat lahir.


Seiring berjalanannya waktu, ideologiku telah mengeras menjadi filosofi yang pasif, terlalu rasional, dan berorientasi pada hasil.


Dan aku membenci diriku sendiri karena menjadi orang yang begitu dingin, meskipun aku tidak bisa menahannya.


Suatu hari, entah bagaimana, aku bertemu sesuatu yang nyata.  Ayahku memaksaku untuk pergi ke konser biola dengan seorang gadis.


Ck...


Aku terperangah.  Tak bisa bicara.


Secara teknis, dia masih belum dewasa, dan aku tentu saja bisa bermain lebih baik darinya … tapi ada nada kecemerlangan yang nyata dari penampilannya.  Dia memiliki kekuatan untuk menggerakkan hati orang lain dengan cara yang tidak bisa kulakukan.


Aku yakin dia pasti telah bekerja keras sejak saat itu dan menjadi jauh lebih baik dari diriku sekarang.


Tempat yang tidak akan pernah bisa kau capai dengan cara yang biasa.  Tempat di mana kau dapat menemukan "usaha yang sia-sia" yang telah kuhantam selama ini.


Tapi aku… ada di sini juga…


Aku ingin berubah.


Aku harus berubah.


Sejak saat itu, duniaku yang sebelumnya hitam putih, mulai berwarna.


“—Hoho?  Bagaimana penampilanmu, nona muda?”


“…Tanaka-san.”


Jalur telah ditetapkan.


"Huh?!  Onii-chan, kamu akan pergi ke SMA Hakuou?”


"Huh…?  Ayah, apa kau tidak akan memberiku uang masuk? ”


"Semuanya gratis jika kau ada di puncak."


Jalan itu teduh tanpa adanya sinar matahari.


"Kuzuo Kuzuhara…?  Ah, memangnya orang itu ada?”


“Lihat, itu anak laki-laki yang tidak mencolok.  Dia mendapat nilai buruk dan dia bukan atlet yang baik.  Bagaimana dia bisa sampai di sini?”


Aku mengenakan topeng seorang murid yang lebih rendah agar tidak mencolok dan tidak menyakiti orang lain di sekitarku seperti yang selalu kulakukan di masa lalu.


Dan kemudian...


"—Aku ingin dimanjakan.”


Dengan kata-kata itu, aku memutuskan untuk mendukung burung kecil yang sedang tumbuh, sang jenius sejati, sampai hari di mana sayapnya bisa menyebar ke seluruh dunia.


Aku akan menyaksikan dengan mata busukku, detik-detik di mana usahaku yang sia-sia akan membuahkan hasil.  Hanya dengan begitu, filosofiku yang menyesatkan, kutukan yang pasif dan terlalu rasional ini, akan benar-benar hancur.


Tapi yah … sifat manusia tidak mudah berubah, bukan?


Pada saat ini, kata-kata yang muncul di benakku adalah "usaha yang sia-sia".


Ungkapan itu membawa sikap yang meremehkan usaha, memutarbalikkan pikiran, dan merusak proses berpikir itu sendiri.


Aku tidak berubah sama sekali, bahkan tidak sedikit pun sejak hari di mana aku memutuskan untuk berubah.


Tapi faktanya, cukup sulit untuk menyalip Abashiri saat dia sudah jauh ada di depanku…


Dan yang paling penting, itu sangat bertentangan dengan caraku karena aku harus melakukan sesuatu yang menonjol di tengah kerumunan yang begitu ramai.


Tapi…


Sekali lagi…


"Kuzuhara-kun, kamu pasti bisa melakukannya!"


Dengan sorak-sorainya, aku mungkin juga perlu mencobanya.


Aku akan berjalan di jalan "usaha yang sia-sia" ini.


Yah … aku yakin otot-ototku pasti akan teriak kesakitan besok.


Dan pada akhirnya, aku menghentakkan tanah dengan penuh semangat, dan menggunakan seluruh kekuatanku.