Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sekali Kepercayaan Itu Hancur, Maka Habislah Sudah [Chapter 22]

Once Trust Is Broken, It Can’t Be Regained – No Matter What You Say Now, It Won’t Affect Me Bahasa Indonesia




Chapter 22: Aku Akan Menghancurkanmu!


[POV Renya]


"Baiklah!  Kita harus membalaskan dendam Sasaki, Renya!"


Saijo menepuk punggungku saat dia mengatakan itu.  Sebentar, kenapa jadi seperti ini?


"Lawan melakukan tekel kejam padanya, jadi aku meminta pelatih untuk mengizinkan pergantian pemain.  Ayo tunjukkan pada orang-orang ini apa yang bisa kita lakukan!”


“Tapi kenapa aku?  Biarkan orang lain yang punya motivasi yang melakukannya.”


Aku tidak termotivasi.  Meskipun teman sekelasku sedang terluka.


"Jangan katakan itu!  Mereka sedang memimpin dan bermain kasar!  Aku tidak akan pernah memaafkan mereka!"


“Itu benar, Tsukiyomi!  Kau tidak boleh kalah dari orang-orang itu! ”


Teman-teman sekelasku pada marah.  Perbedaan suhu antara diriku dan mereka sangat mengerikan.  Tidak masalah jika kalian marah, tetapi bisakah kalian tidak melibatkanku?


Saat aku sedang memikirkannya dalam hati, Saijo meraih bahuku.


"Apa yang kau inginkan?"


“Jika kita menang, kau akan bisa mendapatkan kupon yang kami dapatkan.”


"Oke, serahkan padaku."


Bermain kasar sangat tidak sportif!  Jadi biarkan aku yang mengurus mereka!


Pertandingan dilanjutkan dan bola dioper kepadaku.  Sudah lama sejak aku merasakannya.  Aku kemuidan berlari ke wilayah lawan, sambil merasakan nostalgia.


"Aku akan mengambilnya darimu!"


Musuh berkata demikan dan aku menghindarinya.


"Apa!"


Aku mungkin tidak ahli, tetapi aku tidak terlalu bodoh hingga tidak bisa menghindari seseorang yang hanya datang lurus ke arahku.


Ketika aku menghindari yang lainnya, lawanku menjadi tidak sabaran dan langsung menyerangku bertiga sekaligus.  Itu adalah keputusan amatir.  Siapa yang akan mempertahankan gawangmu jika kalian semua menyerbuku?


Dengan pemikiran itu, aku mengoper bola ke Saijo yang berada di dekat gawang.


“Umpan yang bagus!”


Saijo menerima umpan dariku dengan akurat dan mencetak gol.


"Orang-orang bilang aku tidak terlalu berpengalaman atau ahli dalam hal ini."


Haruskah aku memberi mereka kemudahan?


[POV Ruri]


Sebuah gol tercipta begitu Renya memasuki lapangan.  Aku merasa kasihan pada Sasaki yang cedera, tetapi aku juga senang saat melihat Renya bermain sepak bola lagi.


"Sudah lama sejak terakhir kali aku melihatnya bermain sepak bola."


"Ya."


Yona, yang datang untuk menonton setelah pertandingan yang diikutinya selesai, juga tampak senang.


Mengalihkan perhatianku ke lapangan, aku melihat teman sekelasku telah mencetak gol setelah menerima umpan dari Renya.  Renya jarang menggiring bola, kecuali saat pertama kali masuk lapangan, tetapi dia mengoper bolanya dengan akurat, menghentikan serangan lawan dan memotong umpan mereka.  Meskipun lawan memiliki beberapa pengalaman, tetapi aliran permainan lebih mengarah kepada kelas kami.


Pertandingan berjalan seperti itu, dan ketika pertandingannya akan berakhir, lawan dengan ekspresi marah di wajahnya melakukan sliding ke arah Renya, dan bukan pada bolanya.


"Sial!  Ini salahmu!”


"Hati-Hati!"


Namun, Renya mengelak dengan ringan seolah-olah itu bukan apa-apa, dan sedikit mengangkat bola.


"Apa!"


Lawannya terkejut, tetapi Renya bahkan tidak menatapnya saat dia melepaskan tembakan ke tengah gawang.  Bola menembus gawang lawan seolah-olah tersedot ke dalamnya, dan peluit dibunyikan untuk mengakhiri pertandingan.


[POV Renya]


"Maaf, apakah itu terlalu berlebihan untuk kalian?"


Aku bicara sendiri ketika aku melihat tim lawan sedang lemas.  Tim lawan tampaknya memiliki pengalaman, tetapi mereka tidak dapat menghentikanku.


"Kau yang terbaik, Renya!  Terima kasih!"


“Kau luar biasa, Tsukiyomi!  Kau benar-benar hebat dalam sepak bola!"


"Apa kau tidak akan bergabung dengan klub sepak bola?"


Teman sekelasku tiba-tiba muncul, tetapi haruskah aku benar-benar merasa bahagia?  Sepertinya para pemain berpengalaman sedang diberi tahu untuk tidak melampaui batas pada pertandingan bola dan membaca suasananya.


Aku meninggalkan teman sekelasku dan menuju ke kelas.  Kelas lain akan membenciku, tapi itu salah kalian karena bermain kasar.  Kuponnya akan jadi milik kelasku.  Aku tidak akan pernah bermain sepak bola lagi, jadi maafkan aku.


"Apakah Tsukiyomi ada?"


Tepat setelah upacara penutupan dan home room selesai, seorang murid senior menerobos masuk ke kelas kami.


"Itu orangnya."


Aku menunjuk Saijo dan meninggalkan kelas.  Sebaiknya aku tidak terlibat dalam hal ini.


"Tunggu, tunggu, Renya!  Dia menanyaimy!"


"Sial."


Itulah yang Saijo katakan, dan dia menahanku.  Aku melihat kakak kelas telah mengelilingi kami.


"Kenapa kau berbohong padaku?"


"Aku tidak ingin terlibat."


"Jangan mengatakan itu.  Tsukiyomi, apakah kau ingin bergabung dengan klub sepak bola?”


"Aku tidak mau."


Perekrutan … sangat menyebalkan.


"Kenapa tidak?  Jika kau sehebat itu, kau akan langsung menjadi pemain reguler.”


"Aku tidak tertarik dengan sepak bola lagi."


Itu benar.  Aku tidak ingin bermain sepak bola lagi.


“Jangan mengatakan itu.  Bergabunglah, oke?  Aku tahu kalau insiden itu terjadu sudah lama sekali, tapi itu tuduhan yang salah, bukan?  Kami tidak mempedu—“


"Senpai.”


Aku menyela senior yang terus berusaha merekrutku.  Bukannya aku mengkhawatirkan masa lalu, tapi aku tidak ingin hal itu dibicarakan di tempat ramai.


"Aku minta maaf.  Aku akan mundur saat ini, tetapi jika kau tertarik, kau selalu dapat mendatangiku."


"Ya, jika ditakdirkan."


Aku memberinya salam dan meninggalkan kelas untuk kebaikanku.  Kupikir aku akan pergi ke kedai kopi dan membaca di sana. Aku sudah lama tidak ke sana.