Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pernyataan Selamat Tinggal [Vol 1 Chapter 4.5]

Goodbye Declaration Bahasa Indonesia


Chapter 4.5: Festival Seiran


Setelah insiden cedera Ayase yang tidak disengaja, pertunjukkan kami terus berlanjut tanpa adanya hambatan.


Semua orang berpikir bahwa cerita itu mungkin akan berakhir dengan cara yang sama.


Namun sayangnya, masalah lain muncul menjelang akhir cerita.


"Ouch!"


Panggung menjadi gelap, dan Akutsu, yang telah kembali ke belakang panggung, tiba-tiba berteriak dan terkapar.


Dia memegangi kakinya persis seperti yang dilakukan oleh Ayase sebelumnya.


Dia pasti melukai kakinya sendiri seperti yang dilakukan Ayase ketika dia mencoba membantu Ayase.


"Akutsu-kun!"


Nanase berlari ke arah Akutsu dengan panik.


"Apakah kamu baik-baik saja?"


"Diamlah.  Aku masih baik-baik saja meski seperti ini.”


Bahkan meskipun dia mengatakannya, Akutsu sepertinya tidak bisa berdiri lagi.


Sepertinya sampai sekarang dia telah memaksakan dirinya untuk berakting sambil menahan rasa sakit.


Dan sekarang dia telah mencapai batasnya.


Karena khawatir tentang Akutsu, kroni-kroninya, Takahashi, Suzuki, dan Tachibana, mendatanginya.


"Kau sama sekali tidak baik-baik saja!"


"Itu benar, jujur saja."


"Ya.  Tidak … bagus untuk memaksakan dirimu seperti itu.”


Mereka bertiga memberi tahu Akutsu dengan ekspresi cemas di wajah mereka.


Melihat mereka seperti ini, kurasa Akutsu memang teman yang baik bagi mereka.


"Itu tidak akan pernah terjadi.  Aku akan melanjutkannya.”


Akutsu mencoba untuk berdiri lagi, tetapi dia ambruk di tengah usahanya.


"Akutsu-kun, ayo minta orang lain untuk memainkan peran itu.”


Nanase yang mengatakannya.


"Jangan bodoh.  Tidak mungkin aku akan melakukan itu.”


"Tapi jika tidak, dramanya akan dibatalkan.  Apakah kamu tidak masalah dengan itu?"


“Ugh, itu…”


Akutsu kehilangan kata-kata ketika Nanase mengajukan pertanyaan serius padanya.


Seperti yang diharapkan, dia tidak ingin membatalkan pertunjukkan terakhirnya di SMA.


“Tapi ... siapa yang akan menggantikanku?”


“Kamu harus menanyakannya kepada semua orang seperti yang kamu lakukan untuk Saki.”


Nanase menjawab demikian, dan berbalik menghadap teman-teman sekelasnya.


"Apakah ada orang di sini yang bisa memerekan Romeo selain Akutsu-kun?"


Nanase bertanya, tapi tidak ada yang maju.


Sulit untuk mengatakan "ya, aku akan melakukannya." seperti yang dilakukan Nanase ketika ditanya secara tiba-tiba.


"Sekarang sudah masuk ke penghujung cerita dan Romeo hanya memiliki satu scene lagi.  Dia tidak punya banyak dialog.  Dan aku juga akan berada di sana untuk scene yang berikutnya, jadi jika kalian melupakan dialognya, aku yang akan mengcovernya.”


Nanase ingin mencari murid untuk memainkan peran Romeo, tetapi tidak ada yang mau melakukannya.


Jika kami terus bermain-main seperti ini, maka scene Romeo akan datang.


“…………”


Jika itu aku yang sebelumnya, aku pasti tidak akan pernah mau maju ke depan di tempat seperti ini.


…Ketika aku bertemu Nanase, dan melihatnya terus menjadi dirinya sendiri, aku mengaguminya.


Jika Nanase ada di posisiku seperti ini, dia pasti akan maju dan memainkan peran Romeo meskipun dia seorang gadis.


Jika itu masalahnya, maka aku ingin mencoba yang terbaik juga.


Dengan begitu … aku mungkin bisa menjadi sedikit lebih dekat dengan Nanase.



“Umm… aku yang akan memainkan peran Romeo.”



Saat aku mengangkat tangan dan mengatakannya, semua mata teman sekelasku menoleh ke arahku.


Dan mereka semua menatapku seolah-olah, "Kau?"


"Bagaimana caramu memainkan peran Romeo?"


Akutsu bertanya langsung padaku.


“Y-Yah, umm…”


Mengapa aku ditatap oleh kalian semua hanya karena aku mengatakan bahwa aku akan mengambil alih peran itu untuknya?


Aku hanya mencoba mencegah agar pertunjukkannya tidak dibatalkan…


“Jangan khawatir, Akutsu-kun.  Kiritani-kun akan baik-baik saja.”


Nanase membelaku.


"Kamu tahu, Kiritani-kun itu, dia mengingat dialog Romeo dengan cukup baik."


“Eh?  Kok bisa?"


"Sebenarnya, ketika aku mengikuti audisi untuk peran Juliet, dialah yang menemaniku berlatih dengan memainkan peran Romeo."


Sepertinya masalahnya sudah beres, karena Nanase sudah memberi tahu Akutsu.


Selanjutnya, Akutsu menatapku dengan curiga.


Wajahnya sangat dekat dan menakutkan…


"…Baiklah.  Aku akan menyerahkannya padamu, Kirishima.”


"Namaku Kiritani ..."


Orang ini, aku yakin dia pasti melakukannya dengan sengaja.


Padahal kau baru saja mendengar Nanase memanggil namaku sebelumnya.


Kemudian, aku buru-buru berganti pakaian bersama Akutsu di pojok belakang panggung dan memakai kostum Romeo.


Ini cukup besar, tetapi tidak terlalu besar untuk kukhawatirkan, jadi aku tidak berpikir kalau kostum ini akan menjadi masalah.


Sekarang, aku sudah siap, yang harus kulakukan hanyalah pergi ke atas panggung.


"Aku sudah tahu kalau Kiritani-kun pasti akan memainkan peran Romeo."


Pada saat itu, Nanase mendekatiku.


"Mengapa?  Apakah karena aku yang memainkan Romeo untuk latihan Nanase?”


“Itu termasuk, tetapi aku juga berpikir bahwa kamu mungkin dapat melakukannya sekarang.”


"…Begitu."


Kata-kata Nanase membuatku sangat bahagia.


Aku merasa sedikit dikenali olehnya.


"Yah, orang-orang sudah menunggu, jadi ayo kita mulai."


Nanase melihat ke arah panggung dan kemudian tersenyum padaku seolah untuk meyakinkanku.


Panggung masih gelap seperti sebelumnya.


Penonton telah diberitahu oleh narasi bahwa pertunjukannya sedang terganggu karena kecelakaan.


"Baiklah, mari kita bekerja sama!  Aku akan mengcovermu jika kamu melupakan dialogmu!”


"Maksudnya?"


"Aku yang akan membacakan dialogmu untukmu, Kiritani-kun."


"Itu akan mengacaukan dramanya…”


Meskipun aku tahu jika itu Nanase, maka dia pasti akan bisa melakukannya.


Dia akan melakukan hal-hal gila, meskipun biasanya itu dilakukan untuk membantu orang lain.


"Jangan khawatir, aku mengingat dengan jelas dialogku."


"Benarkah?  Itu melegakan."


"Ya, ayo kita mulai."


Nanase dan aku naik ke panggung bersama-sama.


Saat kami tiba di posisi masing-masing, sejumlah lampu mulai menyala.


"Ah!"


Begitu lampu menyala, aku bisa melihat begitu banyaknya orang duduk di bangku penonton di depanku.


Pada saat itu, aku merasakan gelombang ketegangan di dalam diriku.


Aku belum pernah melakukan sesuatu di depan begitu banyak orang sebelumnya.


Sejujurnya, pikiran akan gagal cukup menakutkan.


Jika itu aku yang sebelumnya, aku tentu tidak akan pernah berpikir untuk berdiri di atas panggung sebagai Romeo saat ini.


Ketika aku memikirkannya, aku jadi gugup, tetapi aku juga menjadi lebih termotivasi untuk melakukan yang terbaik.


"…Fiuh.”


Untuk menenangkan pikiranku, aku menghela napas sedikit.


Scene di kuburan keluarga Capulet, di mana Romeo berpikir bahwa Juliet, yang sedang mati suri, benar-benar sudah mati dan ia pun bunuh diri dengan racun.


Sekarang, aku berlutut di tanah, sambil memegangi Nanase yang terbaring di tanah.


Juliet tidak memiliki dialog dalam scene ini.


Jadi saat ini adalah giliranku.


"Oh, Juliet sayang, kenapa kau masih tetap begitu cantik?"


Aku yakin aktingku ini pasti rata-rata atau bahkan lebih buruk.


Jauh lebih buruk dari Nanase atau bahkan Akutsu.


Tapi meski begitu, aku merasakan kegembiraan yang belum pernah kurasakan sebelumnya.


Jadi aku terus mengucapkan dialog panjang milikku tanpa membuat kesalahan satu pun.


Akhirnya, kegugupan yang kurasakan ketika aku naik ke atas panggung, berangsur-angsur mulai memudar dan aku mulai bisa menikmati diriku sendiri.


Aku penasaran apakah Nanase juga merasa seperti ini ketika dia sedang berakting?


Dan kemudian….


"Ayo, demi cintaku!"


Setelah menyelesaikan dialog terakhirku, aku pun mencoba meminum pil racun.


Meskipun itu disebut pil racun, tapi itu adalah pil palsu...


Romeo sekarang sudah mati, dan bagianku dalam cerita ini sudah berakhir.


Aku lega ... karena aku berhasil melewatinya.


Itu adalah momen yang melegakan.



“Romeo…”



Yang mengejutkanku adalah, Juliet — Nanase, yang sedang dipegang olehku, tiba-tiba bangkit.


…Oi, apa yang kau lakukan?!


“Romeo!  Kamu adalah Romeo!”


Nanase mengambil kedua tanganku di tangannya dan melakukan akting yang menyentuh.


Aku pun kebingungan.


Aku tidak ingat pernah melakukan scene ini sebelumnya.


“Ju-Juliet.  Kau Juliet.  Aku tidak percaya bahwa kau masih hidup."


Aku mencoba untuk berakting seperti itu, tetapi saat aku menggumamkan dialogku, nadaku terdengar aneh dan semuanya jadi kacau.


"Ayo, Romeo!  Ikutlah denganku dan lari sejauh-jauhnya!  Ke suatu tempat yang jauh, di mana tidak ada Capulet ataupun Montague!  Dan mari kita hidup bahagia bersama selamanya!”


Kemudian, Nanase berdiri dan mengulurkan tangannya kepadaku.


Improvisasi yang tiba-tiba ini membuatku terkejut.


Aku terkejut dengan improvisasi yang tiba-tiba, tetapi aku juga sangat terpesona oleh penampilannya sehingga aku secara alami mengatakan dialog berikut.


"Ah!  Ayo kita lakukan!  Mari kita hidup bahagia bersama!”


Ketika aku mengikutinya, Nanase menunjukkan ekspresi bahagia.


A-Apakah kita sudah selesai…?


Namun, kelegaanku rupanya berumur pendek.


"Sekarang, maukah kamu berpose untuk melakukan sumpah denganku?"


Dialog yang baru datang dari Nanase.


Pose untuk sumpah?  Pose yang seperti apa itu?"


“P-Pose sumpah…?”


"Ya!  Seperti inilah pose sumpah!"


Nanase meletakkan tangan kirinya di dekat bagian depan kepalanya seperti tanda perdamaian, dan tangan kanannya di belakang kepalanya seperti tanda oke — itu adalah pose yang aneh.


Ngomong-ngomong, aku baru ingat kalau dia mengatakan bahwa dia ingin memasukkan pose ini di dalam drama Romeo dan Juliet.


Dan dia benar-benar melakukannya! Gadis ini!


"Ini dilakukan agar kita berdua bisa hidup bahagia bersama selamanya!  Ayo kita lakukan!"


Nanase mengajakku, saat dia melakukan pose misteriusnya itu


Kau ingin aku melakukan itu?  Dalam drama teater ini?


Ketika aku melirik ke arah penonton, aku melihat bahwa mereka semua memiliki ekspresi di wajah mereka yang seperti mengatakan "Apa-apaan ini?"


Sejujurnya, aku tidak ingin melakukannya sama sekali … tetapi aku harus melakukannya jika aku ingin melanjutkan pertunjukkannya!


Setelah memutuskan untuk melakukannya, aku pun mengambil risiko dan berpose indah.



“Ya, Romeo!  Sekarang kita berdua akhirnya bisa hidup bahagia bersama selamanya!”


Nanase berakting seolah dia ingin menangis ketika dia melihat pose luar biasaku sambil mempertahankan pose miliknya sendiri.  Tidak, aku masih tidak mengerti…


Juga, untuk beberapa alasan, aku bisa mendengar penonton berderak dengan tepuk tangan.  ...Dramanya kacau.


"Kalau begitu, Romeo!  Ayo pergi bersamaku!”


Kemudian, Nanase tersenyum dan mengulurkan tangannya kepadaku.


Senyuman itu seolah berkata, “Bukankah ini menyenangkan?”


Melihatnya seperti itu, aku tidak bisa menahan senyumku juga.


"Ayo kita pergi, Juliet!"


Lalu, aku meraih tangan Nanase dan mulai pergi, sambil berpegangan tangan.



"Julietnya bangun!"


“Sungguh perubahan ending yang luar biasa."


"Aku tidak menyangka kalau hal ini akan terjadi."


“Sayang sekali jika Romeo harus mati.”


"Bagus itu lucu."


"Apa-apaan pose yang di akhir itu?"


"Itu lucu, posenya."



Penonton dibuat gempar karena akhir dari ceritanya sangat berbeda dengan yang aslinya.


Tapi, ketika kami kembali ke belakang panggung, wajah teman-teman sekelasku menjadi pucat.


Melihat mereka, aku tertawa kecil, dan aku yakin kalau aku pasti telah dipengaruhi oleh Nanase dengan cara yang tidak biasa.


Ketika aku melihat ke samping, Nanase juga ikut tertawa.


Setelahnya, karena ad-lib Nanase yang luar biasa, di mana scene Juliet bunuh diri dengan belati tiba-tiba dihilangkan, dan banyak hal lain yang terjadi, kami pun berhasil menutup drama itu.

[TL: Ad-lib itu maksudnya berdialog secara spontan tanpa persiapan sama sekali.]


Berkatnya, "Romeo dan Juliet" versi kami berakhir sebagai komedi, bukan tragedi, meskipun akhirnya berantakan.