Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sekali Kepercayaan Itu Hancur, Maka Habislah Sudah [Chapter 30]

Once Trust Is Broken, It Can’t Be Regained – No Matter What You Say Now, It Won’t Affect Me Bahasa Indonesia




Chapter 30: Tidak Ada Bedanya Dengan Seorang Anak Yang Merajuk Dan Memuntahkannya


"Ada apa denganmu tiba-tiba?"


Bukankah itu sedikit di luar konteks?


“Kita membicaran tentang ball game pagi ini.  Jadi aku hanya penasaran."


"Begitu.  Aku sudah memberi tahu yang lain bahwa aku tidak ingin bermain sepak bola lagi.”


“Begitu…, Tsukiyomi, menurutmu kapan pertama kali kau melihatku?”


"Kupikir itu setelah masuk SMA."


"Seperti yang kuduga.  Sebenarnya, kita sempat memiliki pertandingan sepak bola di SMP, kau ingat?"


"Aku tidak ingat."


Maaf Sasaki, tapi aku memang tidak ingat apa-apa tentang hal itu.


“Tentu saja kau tidak ingat.  Aku tidak setenar Tsukiyomi-kun, dan aku juga tidak terlalu hebat.  Aku hanya pelengkap dalam pertandingan."


"………”


“Aku tidak berbakat.  Dan meskipun aku tidak pernah berhenti mencoba, tetapi batasku hanya menjadi starter untuk tim yang lemah.  Di mana Tsukiyomi-kun tidak pernah melakukannya.”


“………”


“Aku tidak bisa mengatakan bahwa Tsukiyomi-kun tidak bekerja keras.  Faktanya, kupikir kau telah berlatih jauh lebih keras daripada diriku.  Dan aku mengagumimu.”


“………”


"Aku bekerja lebih keras lagi dari sebelumnya.  Aku ingin menjadi sebaik dirimu.  Tapi ketika aku bermain melawan timmu lagi, aku merasa hancur karena melihat orang-orang yang berbakat dapat dengan mudahnya melampaui kami yang telah berusaha begitu keras."


“………”


"Jadi aku tidak ingin bergabung dengan klub sepak bola di SMA.  Kupikir aku tidak cocok untuk itu.  Faktanya, aku bahkan dikalahkan oleh para pemain berpengalaman di turnamen sepak bola.”


“………”


“Aku senang saat kau mengalahkan mereka atas namaku.  Tapi…"


Dia menoleh dan menggigil seolah-olah dia sedang mencoba menahan sesuatu.  Beberapa saat kemudian, dia mendongak dan berteriak.


“Mengapa kau berhenti dari sepak bola, Tsukiyomi?! Kau memiliki skill yang tidak akan pernah kumiliki!  Jangan begitu mudahnya kau membuang sesuatu yang tidak bisa kudapatkan tidak peduli seberapa keras aku mencobanya!  Jika kau ingin membuang bakatmu, maka berikan kepadaku!"


Mata Sasaki dipenuhi air mata saat dia meneriakkan ini.


“Haa…haa…”


"Apa kau sudah selesai?"


Aku bertanya pada Sasaki, yang terengah-engah karena suaranya yang tiba-tiba mengeras.


"Aku minta maaf.  Kupikir itu hanya akan mempermalukanku jika aku mengatakan ini, dan aku juga tahu tentang situasi Tsukiyomi-kun, jadi aku tidak mau mengatakannya kepadamu, tetapi aku sudah tidak bisa menahannya lagi..."


"Jangan khawatirkan itu.  Aku tahu kau tidak bermaksud seperti itu.”


Untuk seseorang yang telah melakukan upaya keras, aku mungkin tidak bisa dimaafkan.  Terutama untuk anggota tim yang telah kukalahkan di SMP.


Aku tidak jauh berbeda dengan seorang anak yang membuang gairah dan hasil dari usahanya hanya karena dia bosan dalam apa yang sudah dia lakukan.


"Aku sangat menyesal.  Aku bahkan tidak mempertimbangkan perasaanmu…”


Sasaki meminta maaf padaku seolah dia sudah merasa tenang, tapi aku tidak peduli.


Sasaki bilang dia tidak memikirkan perasaanku, tapi aku juga tidak memikirkan perasaan orang lain.


Karena sejak awal, hanya orang itu sendirilah yang tahu tentang apa yang dia rasakan.