Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Teman Masa Kecilku Yang Terimut Di Dunia [Chapter 57]

Forever And Always, My Childhood Friend Is The Cutest Girl In The World Bahasa Indonesia




Chapter 57: Tohru-kun Adalah Penyelamat


Kami berjalan menuju cat cafe. Setiap kucing masuk pada pandangan kami, kami akan berhenti untuk bermain. Suara kedipan dari kamera hp kami bisa didengar. Itu butuh waktu untuk menavigasi tempat sepenuhnya, karena itu adalah cat cafe terluas di kota, tapi itu tidak terasa seperti membuang-buang waktu, seperti kami menikmati diri kami sendiri sepenuhnya.


Setelah kami mengisi baterai fluffy kami, kami duduk bahu ke bahu di sebuah sofa untuk empat orang. Aku membuka mulutku.


"Aku akan mengambil beberapa minuman, kau mau?"


"Oh, aku akan ikut."


"Tidak apa-apa. Maksudku, kau masih memegang si kecil itu."


Sebuah kucing putih duduk dengan tenang di sebelah Rin. Jarinya yang halus membelai dagunya sambil mendengkur.


"Kalau begitu aku akan menerima tawaranmu. Terimah kasih banyak."


"Tidak apa-apa. Apa yang kau mau?"


"Aku mau ice cocoa."


"Baik."


Setelah menerima perintahku, aku pergi untuk menyelesaikan misi pentingku. Aku meninggalkan tempat kosong itu dan mulai menuju sudut kesegaran. Bagian utama toko memiliki bar minuman swalayan dan dengan menekan tombol, siapapun bisa mendapatkan potongan kecil tentang bagaimana rasanya menjadi kaya. Uang tidak diperlukan! Saat aku mengisi gelas plastik dengan es dan cocoa, aku mensurvei sekelilingku sebelum aku menekan tombol untuk minuman berkarbonasi yang fantastis yang resepnya hanya diketahui oleh sedikit orang. Setelah gelas plastik terisi dengan cairan penyedap rasa hitam pekat, aku kembali menuju tempat kosong itu.


"Oh."


Kakiku tanpa sadar berhenti. Kucing putih itu telah menyerahkan dirinya pada paha Rin, berbaring disana untuk tidur siang. Rin dengan lembut membelai kucing tidur itu saat dia melihat kucing itu dengan tatapan kasih sayang, seolah-olah itu adalah anaknya sendiri. Setiap partikel di depanku memiliki perasaan yang begitu suci. Aku sangat ingin lukisan dari kejadian ini, karena memiliki perasaan yang mistik. Aku menaruh gelas itu di meja saat kedipan kamera datang.


"Satu foto dihargai satu juga yen ."


"Maksudmu untuk lukisan?"


"Bagaimana kalau aku menaikkan harganya menjadi satu miliar yen."


"Tidak mungkin, aku lebih baik menggunakan itu untuk membeli sebuah mansion."


Aku duduk disebelah Rin."


"Ini."


"Terimah kasih."


Aku memberikan ice cocoa saat aku meminum gelas milikku. Kelembutan dari bubble menghantamku dengan kuat., dimana itu digabungkan dengan baik dengan penyedap yang kuat. Otakku terasa seperti meledak saat seluruh tubuhku mulai terkontaminasi, saat aku mulai mengidam pizza. Ini adalah minuman yang membuat darah, bukan perut, menjadi berteriak.


Aku membalikkan tatapanku pada sebelahku. Rin memegang gelasnya dengan dua tangan saat dia menyesap sedikit. Dia terlihat seperti hamster yang sedang memegang sebuah biskuit untuk seumur hidup imutnya. Aku mulai menggapai hp ku.


"Karena kamu tampaknya begitu cenderung, kamu seharusnya bisa menemukan sudut yang lebih baik daripada ini."


"Kau sepertinya cukup gung ho tentang ini."


"Penyimpanan dari kepalamu pasti kehabisan ruang sekarang."


"Apa kau berusaha menyiratkan bahwa aku punya otak yang kecil?"


Dengan seyum masam, aku melempar kedua gelas kami dan berdiri didepan Rin.


"Apa kamu akan mengambil foto yang lucu?"


"Jangan khawatir, itu akan lucu tidak peduli bagaimana aku memotretnya."


"Yah..."


Setelah mengeluarkan kata, Rin melihat kebawah pada kucing itu dan melihat lagi padaku."


"Jadi kamu sedang merujuk pada siapa?"


Bukankah itu sudah jelas?


"N-ngomong-ngomong, cepatlah dan ambil fotonya..."


Suaranya mulai melengking saat kulit pipinya yang putih mulai berubah menjadi merah. Aku yakin itu memaluka untuknya berbicara begitu.


"B-baiklah."


Aku merasakan detakanku mulai meningkat saat tanganku yang bergemetar memegang hp ku. Berbeda dengan tampilan gugupku, Rin dengan perlahan menghela nafas dan mengeluarkan senyum lembut.


Aku sudah memberitahumu.


Rana elektronik menutup. Tapi itu adalah adegan untuk pikiranku yang tidak akan pernah kulupakan. Aku melihat gambar yang diproyeksikan di layar saat aku mengangguk pada diriku sendiri.


"Ini benar-benar tak ternilai."


Aku yakin foto ini lebih worth it daripada mansion manapun.


"Kamu melebih-lebihkan hanya pada satu foto."


"Itu akan sama tidak peduli bagaimana aku mengambil fotonya."


"Begitu..."


Rin berubah menjadu merah lagi saat dia menggosok gelisah pahanya bersamaan. Disaat yang sama, kucing putih diatasnya mulai bergoyang. Aku duduk di sebelahnya. Kami duduk disana bersebelahan untuk sementara waktu.


Beberapa waktu terlewat adn aku merasakan kehangatan di belakang tanganku. Itu dari tangannya Rin, seolah-olah itu menyelimuti tanganku. Aku melirik padanya dan dia menaruh senyum nakal pada wajahnya, seperti dia adalah anak kecil yang sedang menjahili.


Aku merasakan keinginan iblisku mulai mengambil alih, saat aku membalikkan tanganku dan membelitkan tanganku pada jari-jari Rin. Dia menatapku dengan lebar. Aku memberinya senyum bangga saat Rin menggembungkan pipinya dan membiarkan mulutnya beristirahat. Dengan senyum manis dan lembut, seperti kue sponge, kami berdua berakhir dengan tersenyum pada satu sama lain saat aku merasakan tangan Rin meremas tanganku.


Ini adalah kebahagiaan murni. Ini adalah ketenangan yang kuharap bisa berlanjut untuk selamanya, menghabiskan hari-hari yang tenang bersama Rin seperti ini.


"Kucing kecil ini terlihat sangat mirip dengan Syrup, iyakan?"


Rin mengeluarkan pikiran itu.


"Sekarang setelah kau mengatakannya, ya aku bisa melihat itu."


Selain dari kelembutannya, itu punya wajah yang sombong seperti mengatakan dia adalah penguasa dunia. Itu memang terlihat sepertu Syrup. Tapi ada satu yang berbeda.


"Aku harap Syrup sama menjilatnya seperti kucing ini."


Saat aku dengan lembut membelainya dengan jari telunjukku dibawah dagunya, kucing itu menutup matanya seolah-olah sedang menikmati ini. Bahkan jika ini dilakukan pada Syrup, dia akan langsung menyingkirkan tanganku, tidak ada pertanyaan untuk ditanyakan.


"Aku yakin Syrup akan cemburu saat dia mencium bau asing darimu."


"Tidak mungkin. Syrup tidak tertarik padaku sama sekali. Dia hanya akan meminta makanan padaku seperti biasa."


"Ketidakpedulian adalah tanda dari cinta untuk kucing, kau tahu."


"Bagaimana?"


"Yah, kau tahu..."


Dia melihat padaku.


"Tohru-kun, lagipula kamu adalah penyelamat Syrup."


Kata-kata itu, berputar dengan hati-hati seolah-olah sedang membelai harta karun yang berharga, memberikan beban misterius padaku. Sudut dari mulutku mulai bangkit dan pupilku mulai menyempit saat aku mulai mengenang. Melihat senyum lembut itu dari sudut pandanganku membuat otakku menyambar seperti tersambar petir. Sumber dari semuanya menyembur keluar saat ingatan yang terfragmentasi mulai menyebar.


Tetesan hujan yang menghujaniku, kotak kardus yang basah kuyup itu dan anak kucing yang sekecil hp itu menangis untuk kehidupan. Saat kenangan itu mengalir pada pikiranku, aku merasa sentakan mengalir di tubuhku. Seolah-plah aku sedang mengerjakan soal persamaan matematika yang komplex, petunuk untuk solusi tiba-tiba muncul di benakku. Sebuah tangan entah darimana dengan perlahan memukul kepalaku yang miring. Saat aku sedang hanyut dalam pikiran, suara seperti jentikan terdengar ke telingaku.


"Ah."


Aku dibawa kembali renunganku dan sebelum aku mengetahuinya, kucing putih itu mulai mencakar rok Rin.


"Oh, bola bulu itu!"


Aku mencoba menarik kucing itu, tapi kucing itu memutar untuk menghidari tanganku dan kukunya tertanam dalam di serat roknya.


"Ap...!?"


"Hyah...!"


Berurusan dengan ini setenang mungkin harus ideal. Gabungan dari ketidaksabarannya untuk menarik dan gerakan yang mengejutkan membuat kucing itu kehilangan keseimbangan. Rin sadar saat mata kami bertemu dan tanganku membungkus tubuh Rin.


Beberapa detik berlalu.


Mata dan hidungnya terlihat seperti karya pematung profesional. Matanya terbuka karena terkejut, saat dia berkedip dengan cepat. Perlahan sadar keadaan kami, kami mulai mendidih.


"S-salahku."


Aku memaksa tanganku untuk melepaskan tubuhnya, aku terganggu di tengan jalan. Sederhananya, Rin membungkus tangannya di tubuhku dan menarikku.


Perasaan tenang dan manis mulai mengalir pada hidungku saat kepalaku mulai mati rasa. Kehangatan Rin ditransfer secara bertahap pada kepalaku. Gendang telingaku terasa seperti mereka meledak, karena detak jantung yang berdenyut intens. Detak jantung siapa itu masih menjadi misteri.


"Ditempat... yang tidak ada siapapun, ya?"


Dia melanjutkan


"Jika sesuatu seperti ini terjadi, aku rasa aku tidak punya pilihan."


Dia terdengar malu, tapi juga senang. Seolah-olah aku tertembak menuju jantung, aku mengembalikkan pelukan Rin dalam diam.