Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Hanya Tanganmulah Yang Meraihku [Vol 5 Chapter 11]

The Only Thing That Reached Out to Me, Who Was Broken, Was Your Hand Bahasa Indonesia




Chapter 11: Mengakhiri Trauma


"Gah….!”


Aku penasaran sudah berapa lama aku telah dipukuli.


Aku batuk darah dan berjongkok sambil memegangi perutku.


Wajahku mungkin sudah bengkak sampai seperti bubur.  Itulah betapa sakitnya wajahku ini.


Ini jauh lebih menyakitkan daripada apa pun yang pernah kuderita akibat pembullyan.


Tapi aku tidak akan memintanya untuk berhenti.


Jika aku melakukannya, itu hanya akan membuatnya menjadi lebih agresif.


"Ayolah, apa itu masih tidak cukup?  Bawa kemari Kuro atau Mishiro, yang mana pun terserah.  Jika kau melakukannya, aku akan memberimu rehat sejenak.”


“Ha, haa….  Kau sudah gila….Setelah memukuliku begitu keras… kau bilang kau akan memberiku rehat…?”


Ketika aku menantangnya lebih jauh, sambil merasa seperti kehabisan napas, tinjunya melayang lagi ke arahku.


Orang ini seperti monyet.  Dia tidak memiliki kecerdasan atau akal manusia.  Yang dia miliki hanyalah keinginan untuk mendominasi dan seks?


“Ah, astaga…. Aku akan membunuhmu, kau tahu? Dan kemudian, aku akan meluangkan waktuku untuk mencari mereka sendiri!”


Dia mengeluarkan pisau.


Hei, hei, kita ada di halaman sekolah, ya Tuhan.


Jangan bilang, karena dia pernah dipenjara sekali, jadi orang ini memiliki mentalitas terbalik terhadap kejahatan?


'Jika aku tidak melakukan sesuatu, maka dia akan membunuhku.'


Kemungkinan itu terngiang-ngiang di kepalaku, tapi hatiku sudah menyerah, karena berpikir bahwa jika Kuro dan Mishiro aman, maka aku tidak keberatan.


Aku tidak peduli jika aku mati.  Aku tidak memiliki penyesakan apa pun———Yah, aku tidak memilikinya...


Tapi, ini mungkin akan membuat Tsumugu, Kuro-senpai dan Mishiro-senpai sedih.


Lalu, apakah mereka bertiga akan menangis untukku….?


Apakah Sakura dan Anju-san juga ikut bersedih…?


Seperti lentera yang menyala, wajah orang-orang yang pernah terlibat denganku hingga saat ini muncul dengan jelas di benakku.


Inilah yang terakhir kalinya.


"Mati….!"


Pisau di tangannya mengayun ke arahku.


Ini dia, sayonara...


"Tunggu;"


Aku mendengar suara yang sangat pelan mengatakan itu.


Pisau itu berhenti telat di depanku, dan Miyakaze dan aku menoleh ke arah suara itu.


“Kuro….senpai….”


Orang yang berdiri di sana, tidak diragukan lagi adalah Kuro-senpai.


"Ha ha ha ha!  Apa kau Kuro?  Itu kau, bukan?  Kau jadi semakin cantik dari menit ke menit!  Ayo, datanglah ke ayah!  Sudah lama sejak kita terakhir bertemu!  Aku bahkan sangat ingin memelukmu!”


Miyakaze, yang sedang berdiri di atasku, meletakkan pisaunya dan mendekati Kuro dengan tangan terentang.


Setiap kali Miyakaze mendekat, Kuro-senpai akan mundur selangkah demi selangkah, dan giginya bergemeletuk.


“ah, uu…..”


Dalam kasus Kuro-senpai, mungkin karena dia sedang menghadapi sumber dari traumanya, jadi tubuhnya mulai sedikit gemetar.


Warna wajahnya bahkan lebih buruk daripada semalam.  Dan dia terlihat seperti ingin menangis.


Aku ingin mendekat padanya.  Untuk melindunginya.


Tetapi, karena aku telah dipukuli begitu banyak, seluruh tubuhku terasa sakit dan aku tidak sama sekali bisa menggerakkan anggota tubuhku.


'Terus kenapa!?  Bahkan jika aku tidak bisa menggerakkan tubuhku, aku masih bisa berbicara!  Aku akan berteriak sekeras yang kubisa!'


“Kuro-senpai!  Jangan mundur!”


“———!?”


“Jangan lari!  Jika kau lari, maka semuanya akan jadi sia-sia!  Lagipula, apa yang sedang kau lakukan di sini, Kuro-senpai!?  Apa kau ingin menyelamatkanku!?  Itu memang satu hal, tapi ... apa yang seharusnya kau lakukan sekarang!?  Kau datang ke sini untuk mengambil langkah maju, bukan!?  Jangan kalah dari itu!  Aku akan berada di sisimu, jadi jangan pernah kalah darinya!”


 “———!”


Saat aku meneriakkannya, Kuro-senpai menggelengkan kepalanya.


***


[POV Kurou]


“Jangan lari!  Jika kau lari, maka semuanya akan jadi sia-sia!  Lagipula, apa yang sedang kau lakukan di sini, Kuro-senpai!?  Apa kau ingin menyelamatkanku!?  Itu memang satu hal, tapi ... apa yang seharusnya kau lakukan sekarang!?  Kau datang ke sini untuk mengambil langkah maju, bukan!?  Jangan kalah dari itu!  Aku akan berada di sisimu, jadi jangan pernah kalah darinya!”


Anehnya, kata-katanya membuatku tenang.


Tubuhku berhenti gemetar, dan air matakj berhenti mengalir.


Aaah, kata-katanya sangat ajaib bagiku.


Berkat kata-katanya itu, bahkan penyebab trauma yang ada di depanku ini, sekarang sudah tidak menakutkan lagi.


“Sial, dia menyebalkan.  Haruskah aku membunuhnya saja?  Tunggu aku, Kurou.  Aku akan memelukmu setelah aku menyingkirkannya.”


Mantan ayahku membuat wajah vulgar, lalu mengeluarkan pisau dan mendekatinya.


Tidak, jika aku lari dari sini, maka dia akan benar-benar mati.  Aku tidak bisa membiarkan hal itu terjadi!


Ingatlah, untuk apa aku datang ke sini?


Bukankah itu untuk menyelesaikan hutang terhadap kebencian yang telah menempel padaku!?


"Tunggu!"


"Huh?  Apa katamu?"


"Aku bilang tunggu, dasar brengsek."


"Ah, kau ingin bercinta dulu denganku, bukan?  Aah, itu benar.  Aku juga ingin bercinta denganmu di depan pria itu!  Ha ha ha!"


Aku tahu itu, orang ini jahatnya sudah sampai ke inti-intinya.


Aku sudah tidak memiliki perasaan apa-apa lagi terhadap ayahku.


Setelah mengambil napas dalam-dalam, aku memelototinya dan berkata.


“Diamlah, bajingan.  Kamu sudah tamat."


“Haa?  Apa yang kau katakan?  Bukankah kau yang sudah tamat sekarang?  Mulai saat ini, kau akan menjadi budak seksku.”


"Itu tidak akan pernah terjadi.  Seperti yang kukatakan, kau sudah tamat sekarang."


"Huh?  Apa yang kau---"


Kata-kata pria itu terputus.  Yah, tentu saja...


Ada beberapa polisi yang bergegas datang dari belakangku.


"Haaa!?  Kenapa ada polisi disini!?”


"Aku paham karaktermu sepenuhnya, dan aku tahu bagaimana kamu akan bertindak."


Ya, aku bisa langsung tahu apa yang akan dilakukan oleh pria ini.


Aku tahu bahwa bajingan ini akan menggunakan kekerasan terhadapnya untuk mendapatkan informasi tentang keberadaan kami.


Itu saja sudah termasuk ke dalam tindak kriminal penindasan dan perilaku tidak tertib.


Itu sebabnya aku telah mengaturnya sebelumnya agar Mishiro memanggil polisi kemari.


Namun, aku tidak mau menunjukkan belas kasihan kepadanya, orang yang kukenal sebagai musuhku.


"Aku punya buktinya.  Yaitu kamera keamanan sekolah.  Jika aku menganalisisnya, itu akan mudah untuk dikumpulkan.  Penyerangan, pengancaman, percobaan pembunuhan, dan bahkan komentar seputar pemerkosaan terhadapku, semuanya terekam oleh kamera.”


"Cih, tidak mungkin…. Jadi orang ini membawaku kemari karena itu!?”


Ayahku memelototiku, dan dia menyeringai lalu tertawa.


Ya, tempat ini dilengkapi dengan kamera keamanan tanpa titik buta.


Maksudku, dengan teknologi milikku, ada banyak bukti yang akan memberatkannya.


Nungkin, inilah———


"Cih, bajingan….!”


Aku terlambat menyadarinya.


Karena terpojok, bajingan itu menerkamku, tanpa mempedulikan apa yang sedang kupikirkan.


Lalu, pada saat itu...


"Jangan berani-beraninya kau….menyentuh senpai…!”


Dia berdiri di depanku.


Meskipun tubuhnya telah babak belur dan tampak sangat kesakitan, tapi dia tetap berusaha mati-matian untuk melindungiku..


Aah, punggungnya….Aku sangat menyukainya.  Aku ingin memeluknya sekarang.


Tapi ayahku, mungkin tidak senang pada usahanya yang mencoba untuk melindungiku, jadi dia mencoba menodongkan pisaunya ke wajahnya.


"Hentikan---"


"Whoaa!?”


Aku mencoba menghentikannya, tetapi entah bagaimana, ayahku terdorong mundur.


Bukan dia yang melakukannya.  Lalu siapa?


Tapi, aku langsung mengetahui siapa itu.


“Ara ara, ada apa?  Gayamu keren sekali saat terjatuh dengan sendirinya."


Itu adalah Mishiro.  Dia mungkin telah mendorongnya, sama seperti di hari itu, aku diselamatkan oleh kakakku lagi.


Beberapa petugas polisi menangkapnya, tetapi ayahku mencoba untuk lari sambil berkata, “Lepaskan aku!”


Itu sangat tidak enak dipandang hingga aku menyampaikan coup de grace.


“Berapa tahun lagi yah kamu akan di penjara?  Sayonara.”


“Ap….!?”


Aku tidak tahu sampai berapa tahun dia akan dipenjara.


Tapi, tak perlu dikatakan lagi bahwa dia pasti akan ditahan untuk waktu yang lama.


Kemudian, tentu saja, pada saat dia dibebaskan nanti, kami sudah tidak akan berada di sekolah ini lagi, dan akan sulit baginya untuk menemukan kami.


Ayahku, tampaknya memahami hal ini, bahkan dengan otaknya yang bodoh itu, telah ditangkap oleh petugas kepolisisan dan dibawa pergi dengan mobil polisi.


Setelah itu, Mishiro membuat pengaturan untuk memanggil ambulans sesegera mungkin, dan Tsugumi Amano, yang bergegas ke tempat kejadian setelahnya, juga buru-buru untuk mengendalikan situasinya.


"Senpai…”


Di tengah semua ini, dia menoleh kepadaku, dengan penuh luka.


Dia benar-benar hancur dan dia tampak seperti akan ambruk.


Aku menusuk dahinya dengan jari telunjukku.


“Kamu terlalu ceroboh.  Apakah ini bagian dari rencanamu juga?”


"Haha….Aku tahu kalau kau pasti akan mengetahuinya.”


Mudah untuk ditebak bahwa dia mungkin telah melakukan hal yang sembrono ini hanya untuk membuatku bangkit.


Mungkin, inilah yang namanya "terapi kejut".


Cara yang menyakitkan untuk membawaku ke hadapan ayahku demi membantuku dalam mengatasi traumaku.


Dia adalah idiot.  Probabilitas keberhasilannya sangat rendah dan tidak pasti, tetapi dia menerimanya begitu saja meskipun dia tahu bahwa dia akan terluka.


Ada begitu banyak risiko, dan satu-satunya keuntungannya adalah bahwa aku akan berhasil mengatasi traumaku.  Risiko tinggi, pengembalian rendah.


Namun, orang ini rela mempertaruhkan nyawanya hanya untukku.  Dan dia juga berhasil menyelamatkanku.


Dia adalah pahlawan terbaik yang pernah kumiliki.


"M-Maaf… aku… sedikit… mengantuk….”


“Kyaa!”


Dia pingsan seperti seutas benang yang baru saja dipotong dan terjatuh ke dadaku.


Aku tidak bisa menopang diriku sendiri, dan ikut jatuh ke tanah bersamanya.


Dia berada di atasku, tetapi aku tidak merasakan beban apa pun atau rasa sakit.


Aku menepuk kepalanya dengan lembut, dan berkata sambil tersenyum,


"Terima kasih atas kerja kerasmu, Kanata.”


Ini pertama kalinya aku memanggil nama orang yang kucinta.