Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Tidak Ada Yang Percaya Padaku [Chapter 51]

No One Believed Me. If You Say You Believe Me Now, It’s Too Late Bahasa Indonesia




Chapter 51: Chisa Hizaki


[POV Chisa]


“Dia terbawa suasana akhir-akhir ini, bukan?”


"Benar.  Kudengar novelnya akan segera diterbitkan.”


"Maksudku, dia aneh."


"Dia dulunya adalah ikan mas di kelompok kita.  Itu agak mengganggu, jadi jangan jadikan dia hub.”


"Ya, terima kasih."


Aku, Chisa Hizaki, mengira bahwa aku akan menjalani kehidupan SMP yang normal.


Kupikir aku agak tertutup, menulis novel adalah satu-satunya hal yang kukuasai, dan kupikir aku akan menghabiskan kehidupan sekolahku dengan tenang.


Ada banyak murid nakal di kelasku, baik anak laki-laki maupun perempuan.


Seharusnya aku diam saja.  …… tapi aku terlalu senang karena novelku akan diterbitkan sehingga aku memberitahu teman-teman sekelompokku tentang hal itu.  Tapi ternyata itu adalah sebuah kesalahan.

[TL: Sirkel maksudnya.]


"Eh? A-Apa yang sedang kalian bicarakan?  Apa kalian tidak menantikan field trip minggu depan?"


Mereka melakukan percakapan yang tidak kumengerti di depanku.  Hub?


Anak-anak yang ada di dalam kelompokku, yang sebelumnya berbicara dengan normal, sama sekali tidak melakukan kontak mata denganku.  Mereka benar-benar mengabaikan kata-kataku.


Aku mengerti apa yang sedang terjadi.  Inilah yang kusebut dengan ...... menjadi orang buangan.


Aku tidak bisa berbuat apa-apa terhadap tembok yang telah mereka dirikan dalam sekejap mata, dan hanya perasaan kesepian yang muncul di hatiku.


Sejak hari itu, aku dianggap bukan siapa-siapa oleh seluruh kelasku.


Sulit bagiku untuk pergi ke sekolah.  Aku tidak menyangka bahwa pengucilan ini bisa begitu merusak hatiku.


Kelompokku adalah salah satu yang paling menonjol di kelas.  Teman sekelasku melihatku dengan niat untuk melihatku jatuh.


Aku telah berbicara dengan mereka secara normal sampai kemarin, tetapi karena takut diabaikan.  Aku hampir trauma.


Karena itulah, aku memutuskan untuk mencoba mengupdate novelku.  Karena ketika aku menulis novel, aku tidak akan memikirkan hal lain.


Tapi tepat saat aku berhenti mengetuk keyboardku, aku langsung mengingat tatapan dingin teman sekelasku yang menempel di otakku dan tidak mau pergi.


Sehari, dua hari, sepuluh hari berlalu, tetapi pengucilan ini tidak hilang.


Namun, tepat sebelum kami akan melakukan field trip, aku menerima pesan dari seorang gadis dari kelompokku.


"Aku mulai bosan, jadi mari kita berteman saat field trip."


Itu adalah pesan yang cukup, tapi aku tetap senang.


Semua emosiku kacau.  Aku senang meskipun aku tidak menyukainya.  Dan aku merasa lega.


Sekarang, aku akhirnya bisa memiliki kehidupan normal dengan teman-teman sekelasku yang lain.


Itulah yang kupikir.


Tapi hal itu tidak terjadi.


Pada hari dimana field trip dimulai, para gadis dari kelompokku berbicara kepadaku.  Hanya pemimpinnya, Miyuki Mitobe, yang tidak berbicara denganku.

[TL: Berbicara disini mungkin maksudnya dibully secara verbal.]


Meskipun aku hanya merasa kesepian selama beberapa hari, tapi aku tetap merasa senang karena ada yang berbicara kepadaku.


Jadi, aku mencoba untuk tidak melihat suasana yang tidak menyenangkan ini.  Aku membiarkan kata-kata dan frasa yang mengejekku mengalir.


Itu lebih snarky daripada sebelumnya, tapi itu lebih baik daripada diabaikan.


Aku menghabiskan sisa perjalanan sambil menyembunyikan perasaan jijikku.


Saat kami memasuki taman dan dibagi menjadi beberapa kelompok, suasananya langsung berubah dengan cepat.


Kami memang bersama, tetapi tidak ada percakapan yang dilakukan di antara kami.  Aku hanya berjalan di belakang para gadis itu.


Seolah-olah mereka benar-benat tidak ingin melihatku.  Kupikir ini sudah berakhir, tetapi pengucilan ini terus berlanjut.


Jantungku mulai berdetak lebih cepat dan lebih cepat.  Dimana letak kesalahanku?


Apa kesalahan yang telah kuperbuat?  Aku hanya memberitahu semua orang bahwa aku senang karena novel yang kukerjakan dengan sangat keras akan diterbitkan.


Ketika aku mengantre untuk memasuki tempat atraksi, aku sendirian.  Semua orang di dalam kelompokku berdiri di depanku, dan saling berbicara dengan gembira.  Kadang-kadang, mereka akan melihatku dan mulai mencibir.  Aku berpura-pura tidak peka dan tidak menyadarinya.


Aku sebenarnya sangat menantikan field trip ini yang ingin kulakukan dengan semua orang.


Aku tahu bahwa ini akan menjadi perjalanan yang istimewa, jadi aku telah mengerjakan seluruh pekerjaan rumahku jauh-jauh hari sebelumnya.


Aku tidak pernah berpikir bahwa sendirian akan terasa sangat menyakitkan.


Bagaimana bisa mereka menjadi begitu kejam terhadapku?


"Chisa, kamu tunggukah di sini.  Kami ingin ke toilet.”


Matanya tidak menatapku.  Ia tampak seolah-olah dia sedang berbicara pada dirinya sendiri.


Selama satu jam berikutnya, aku hanya berdiri di sana …….


Aku tahu bahwa mereka tidak akan pernah datang kesini lagi.  Namun, aku tetap berharap bahwa mereka akan kesini lagi.


Sangat menyakitkan untuk diabaikan oleh semua orang di dunia kecil yang disebut SMP ini.


Aku mencoba menahan rasa frustasiku, menahan air mataku dan menahan rasa maluku…….  Tapi aku sudah mencapai batasku.


Dan saat itulah aku melihatnya.


Itu adalah onee-san yang sangat cantik dan onii-san yang sangat tampan.


Itulah pertemuan pertamaku dengan, onee-san Shinozuka dan onii-san Shinjo.


Kemudian, aku bertemu dengan Takeru Dojima di bus dalam perjalanan pulang.


Pertemuan itulah yang akan mengubahku menjadi lebih baik.


“Fumu, kenapa Hizaki diabaikan oleh semua orang?”


“K-Kamu langsung menanyakan hal yang paling sensitif secara langsung, …….  Alasannya sepele.  Itu karena aku terlalu terbawa suasana.”


Dojima dan aku sedang makan malam bersama di Saigeria, sebuah restoran Italia di dekat rumah kami.


Aku mengesampingkan suvenir dari Destinyland yang aku, onee-san dan onii-san pilih dan beli bersama, dan melahap semangkuk doria.


Dojima adalah anak yang aneh.


Dia ingin mendengarkanku membicarakan tentang novelku karena dia ingin tahu tentang ekspresiku.


Sulit untuk melihat wajahnya dengan rambut yang acak-acakan, tetapi dia memiliki wajah yang sangat rapi.


“Jadi, kamu juga sendirian saat field trip?  Aku belum pernah melihatmu berbicara dengan teman sekelasmu.  ...... Apa kamu tidak merasa kesepian?”


"Kesepian ……? Perasaan itu telah hilang ketika aku masih SD.  Yah, aku bisa mengerti makna daru kata kesepian karena nilai emosionalnya telah hilang.”


“U-uhm…… aku tidak mengerti apa yang kamu katakan.……”


“Haha, jangan pedulikan itu.  Aku mencoba untuk mendapatkan kembali emosi diriku dalam kehidupan SMP ini.  Dan untuk melakukannya, aku membutuhkanmu.”


Aku terkejut ketika dia tiba-tiba mengatakan bahwa dia membutuhkanku.


Senyum Dojima terlihat murni dan polos.  Ada yang berbeda dari dirinya dengan teman-teman sekelasku yang lain.  Dia adalah orang aneh yang mengaku tidak memiliki emosi.  Aku ingin tahu apakah dia menderita chuunibyou?


"Sekarang, bisakah kau menjelaskan tentang novelmu padaku?"


“Eh, y-ya.  Baiklah, mari kita mulai dengan halaman ini–“


Dan kami pun mulai membicarakan tentang novel dan seluk-beluk isinya selama kami di Saigeria.


Dojima tampaknya memiliki pengalaman yang menyakitkan saat SD.


Dia tidak memberitahuku detailnya, tetapi dia mengatakan bahwa dia berharap bahwa semua perasaan buruknya akan menghilang.  Dan kemudian, perasaan itu langsung menghilang begitu saja.


'Apakah itu benar-benar mungkin?'


Dojima mengalami masa sulit, hingga dipindahkan ke SLB, dan kemudian dipindahkan lagi ke SMP-ku ini sejak tahun kedua.


Itu bukan karena dia tidak memiliki emosi sama sekali.  Dia memahami tentang kegembiraan, rasa sakit, kesedihan, dan kemarahan dari pengalaman masa kecilnya.


Namun, dia tidak memiliki rasa malu dan sama sekali tidak dapat membaca suasana.


"Hizaki, aku datang untuk menjemputmu.  Hmm?  Ada apa dengan wajahmu?”


“K-kenapa kamu bisa ada di depan rumahku?!”


“Yah, dengan melakukan ini, aku akan bisa menghabiskan lebih banyak waktuku bersama Hizaki.  Aku bisa belajar banyak darimu.”


“Y-Yah, baiklah……”


“Apa lagi yang bisa kukatakan? Nilai Hizaki sangat buruk!  Itu adalah masalah besar.  ...... Oke, kau dapat meminjam catatanku.  Dan aku akan memberimu satu set soal untuk ujian besok. ”


“Ugh, ……, oh, mengapa nilaimu bisa sangat bagus!  Ah, nilaiku juga sebagus milikmu dalam pelajaran bahasa Jepang.”


“Fumu, bisakah kau memberitahuku mengapa pria ini rela mempertaruhkan nyawanya demi melindungi …… orang yang dicintainya?  Akan menarik untuk melihat apakah dia akan menempatkan perasaan dan kemauannya di atas kepentingannya sendiri.”


“Dojima!  Kamu berbicara terlalu keras!  Kita ada di ruang kelas, kau tahu! Jadi, mari kita berbicara pelan-pelan.”


"Kasar sekali.  Kalau begitu, aku akan pindah sedikit lebih dekat—-“


“Hiyaa!?  K-Kamu terlalu dekat!”


Itu adalah perasaan yang aneh.


Ketika aku berbicara dengan Dojima, aku bisa melupakan tentang teman sekelasku yang telah mengabaikanku.  Perasaan kosong dan tidak menyenangkan itu bisa menghilang begitu saja.


Rasanya sama seperti ketika aku menerima pesan dari onee-san dan onii-san.


Berhubungan dengan orang lain membuat pikiranku tetap stabil.


Di pagi hari, jam istirahat, makan siang, dan pulang sekolah, aku menghabiskan seluruh waktuku bersama Dojima.


Ini adalah hal yang biasa, tapi tampaknya itu adalah waktu-waktu yang sangat penting bagiku.


Aku lupa bahwa aku sedang dikucilkan.  Aku tidak memperhatikan teman-teman sekelasku.  Itulah mengapa tidak pernah terpikirkan olehku untuk bisa terlibat dengan Dojima—