Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pernyataan Selamat Tinggal [Vol 1 Chapter 3.4]

Goodbye Declaration Bahasa Indonesia




Chapter 3.4: Kiritani Kakeru Dan “Dia”


“Sudah lama sejak terakhir kali aku makan siang dengan Kakeru.”


3 hari setelah audisi.


Aku sedang makan siang dengan Shuichi di kantin.


“Biasanya aku selalu menolakmu ketika kau mengajakku.”


“Tadinya aku sangat yakin kalau kau pasti merasa tergantikan oleh pacarku.  Tapi ternyata, itu cuma kekhawatiran yang tidak perlu.”


"Apa maksudmu, “tidak perlu”?  Aku telah berusaha untuk tidak mengganggu kehidupan cinta temanku dengan cara apa pun.”


“Kau tidak harus melakukan itu.  Aku tidak akan putus dengannya.  Aku sudah memberitahumu sebelumnya.  Aku adalah master cinta.”


"Ya, ya.  Itu terdengar keren."


"Kau sama sekali tidak mempercayai itu, kan?"


Sambil bertukar percakapan kosong, aku melanjutkan makan siangku.  Ngomong-ngomong, makan siang hari ini adalah kari keju.  Aku hanya datang ke sini sesekali, tetapi semua yang ada di menu kantin terlihat enak.


"Kudengar Nanase tidak masuk sekolah akhir-akhir ini.”


Tiba-tiba, Shuichi bicara.


“Ya, tapi kau bahkan tidak berada di kelas yang sama denganku, jadi bagaimana kau bisa mengetahui itu?”


“Bagaimana mungkin aku tidak mengetahuinya?  Gadis paling bermasalah di sekolah itu tiba-tiba bolos sekolah selama beberapa hari, kau tahu!"


"Jadi begitu..."


Seperti yang Shuichi katakan, Nanase tidak datang ke sekolah sekali pun sejak audisinya selesai.


Wali kelas mengatakan bahwa dia sedang sakit, tetapi aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi padanya.


Mungkin dia sangat terkejut karena gagal dalam audisi hingga dia tidak mau masuk sekolah.


Ngomong-ngomong, alasan mengapa Nanase gagal audisi, sederhananya adalah, ini masih "dugaan", tapi...


Penampilan Nanase memang lebih baik daripada Ayase, tetapi Ayase lebih berkuasa di kelas dan dia juga dekat dengan Akutsu, pemimpin para anak laki-laki.


Karena takut diincar oleh Ayase atau Akutsu di masa depan, mereka pun jadinya lebih memilih Ayase.


Selain itu, para murid anti-Nanase juga ingin membuat Ayase yang memerankan Juliet.


Sebagai hasilnya, saat nama Nanase disebut, hanya aku dan beberapa fans Nanase lah yang mengangkat tangan untuknya.


'Aku penasaran, apakah Ayase telah mencalonkan diri sebagai Juliet karena tahu bahwa hal ini akan terjadi?'


"Kakeru, apa kau tidak mengkhawatirkan Nanase?”


"Ada apa denganmu yang mengatakan itu secara tiba-tiba?"


"Maksudku Kakeru dekat dengan Nanase, bukan?”


Shuichi bertanya padaku, dan aku bingung bagaimana harus menjawabnya.


Apakah aku memang sedekat itu dengan Nanase?  Aku merasa seperti akulah yang diajak kesana-sini oleh Nanase.


"Bukan seperti itu."


"Aku tidak akan berbohong padamu.  Kadang-kadang, ketika aku pergi ke kelas Kakeru, aku melihat bahwa kalian berdua sedang berbicara layaknya teman.”


'Kenapa kau datang ke kelasku?  Juga, mengapa kau tidak memanggilku?”


"Apa kau bodoh?  Aku tidak cukup bodoh untuk mengobrol dengan sahabatku ketika dia sedang mengobrol dengan seorang gadis."


“Kau membicarakan omong-kosong.  Jangan berpikir yang aneh-aneh.”


Apa yang pria tampan ini coba untuk katakan?


"Kakeru, akhir-akhir ini, kau sering datang ke sekolah."


“Ya, kurasa begitu.”


"Itu karena Nanase, kan?”


Shuichi bertanya dengan ekspresi serius.


“Ya, kurasa begitu.  Kupikir itu karena Nanase.”


"Aku tahu itu."


Shuichi menyeringai, seolah-olah dia senang karena telah memenangkan percakapan ini.


“Bagaimana kau bisa tahu tentang semua ini?  Apa kau seorang esper?”


"Tentu saja tidak.  Aku hanya berpikir bahwa Nanase dan aku adalah satu-satunya orang di sekolah ini yang bisa membuat Kakeru datang ke sekolah.”


“Yah, kau mungkin benar.”


Namun, Nanase tidak memaksaku untuk datang ke sekolah.


Bahkan, dia mengatakan kepadaku bahwa itu bukanlah masalah besar.


Itulah yang mungkin menjadi alasanku tentang mengapa aku bisa pergi ke sekolah atas keinginanku sendiri, terlepas dari absensiku.


“Jadi, aku akan bertanya lagi, apa kau tidak mengkhawatirkan Nanase?”


"I-Itu ..."


Aku kehilangan kata-kata tentang bagaimana caramenjawabnya.


Aku memang mengkhawatirkan Nanase.


Aku tahu itu tidak mungkin, tetapi pikiran bahwa alasan mengapa dia tidak ingin datang ke sekolah adalah sama seperti yang kupunya, sedang berkecamuk di kepalaku.


"Sejujurnya, aku khawatir dengan Nanase, tapi apa yang harus kulakukan?”


"Lebih baik kau menjenguknya atau apa gitu.”


“Menjenguknya, huh...”


Jika aku melakukan itu, itu artinya aku harus pergi ke rumah Nanase…


Maksudku, seorang pria yang bukan pacarnya mengunjunginya rumahnya sendirian? Apakah itu tidak apa-apa?


Yah, lagipula Nanase telah banyak mendorongku, dan dia juga banyak membantuku.


Dulu aku benci sekolah, tapi setelah bertemu Nanase, aku tidak membencinya lagi.  Seperti yang dikatakan oleh Shuichi, aku yakin bahwa aku sangat menikmati waktuku saat bersama Nanase, meskipun kupikir dia itu merepotkan.


Jadi, aku sangat berterima kasih pada Nanase.


“Sepertinya, aku memang harus pergi menjenguknya dulu.”


"Oh, kau akan langsung pergi sekarang?"


"Ya.  Aku akan mencoba ke rumahnya setelah pulang sekolah hari ini.”


"Oh, semoga berhasil… Ah, tapi kau jangan melakukan hal yang aneh jika Nanase memang terlihat sakit, oke?"


"Aku tidak akan melakukan itu…”


Ketika aku menjawabnya dengan jijik, Shuichi tersenyum.


Jadi, sepulang sekolah hari ini, aku memutuskan untuk pergi menjenguk Nanase.