Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Cewek Yang Kutemui Di Toserba [Vol 1 Chapter 5.3]

No One Cared About Me, But She Has. I Met Her At A Convenience Store, Then She Makes My Every Day More Fun Bahasa Indonesia




Chapter 5.3: Penentuan


Ini adalah mimpi. Aku tahu ini pasti mimpi.


Adegannya ada di kota. Mobil melaju di jalan dan orang-orang berjalan di trotoar. Adegan yang sangat normal.


Seperti roh di latar belakang, aku sedang melihat diriku yang masih SMP, ketika aku berhenti karena tali sepatuku terlepas.


"Aku jalan duluan, Onii-chan!"


"Gini amat punya adek. Jika kakaknya berhenti, harusnya adiknya menunggunya."


 .....Aku berbicara dengan cara yang aneh. Mungkin karena aku terpengaruh oleh beberapa karakter anime.


Lalu adikku yang berjalan di depanku berkata, "Bodo amat, wleek! Suka-suka aku, dong!" dia menjulurkan lidahnya ke arahku dan mengabaikanku.


Ibu dan ayahku cekikikan dan tertawa bahagia saat mereka berjalan bersama adikku.


Tanpa tahu apa yang akan terjadi, aku mulai mengikat tali sepatuku dengan gusar.


Saat aku selesai mengikat tali sepatuku, aku berdiri dan mulai berjalan lagi.


Namun, sebuah mobil menabrak orang tua dan adikku dengan kecepatan tinggi.


Anggota keluargaku terlempar layaknya lelucon.


Itu bukan lagi massa manusia. Tapi itu seperti benda ringan.


Dalam momen yang terasa seperti keabadian, keluargaku tersungkur ke tanah.


Mereka tidak menggerakkan tubuhnya.


Lingkungan sekitar mulai membuat kebisingan.


Orang tua Hoshimiya beserta dirinya turun dari mobil.



"────Ah, ugh!"



Dengan bam! Bagian atas tubuhku naik. Dalam sekejap, kesadaran muncul menjadi kenyataan.


"............"


Ruangan gelap gulita dengan lampu redup. Waktu saat itu adalah tengah malam.


Aku bangun di tempat tidur dan menyadari bahwa keringat dingin mengalir keluar dari tubuhku.


Piyama yang kukenakan menempel di kulitku dan membuatku merasa tidak nyaman.


"......Riku-chan?"


"Yono...."


Yono, yang tidur tepat di sebelahku, bangun dan duduk untuk berbicara denganku.


"Kamu memimpikannya ...... lagi, kan?"


"............Ya."


Setiap malam, aku mulai mengalami mimpi buruk. Itu mungkin karena ingatanku telah kembali.


"Kemarilah, Riku-chan."


Yono, yang memancarkan aura keibuan yang lembut, membuka tangannya dan mengajakku untuk mendekatinya.


Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, dengan lembut, aku membenamkan wajahku di dada Yono.


Kemudian dia dengan lembut memelukku, dan aku menemukan diriku secara bertahap menjadi tenang.


"Silakan tidur seperti ini, Riku-chan."


Aku berbaring dengan Yono yang memelukku dan perlahan menutup mataku.


Tanpa pikir panjang, aku membiarkan semuanya jatuh ke dalam kehangatan ini.......


Apakah ini akan baik-baik saja?


Aku mengabaikan diriku saat mengajukan pertanyaan itu.


***


Liburan musim panas berlangsung tanpa insiden. Setiap hari aku dan Yono menghabiskan waktu bersama, baik di rumah maupun di sekolah.


Hari-hari yang damai dengan tidak ada yang istimewa atau ...... berbeda bagiku.


Satu-satunya hal yang spesial adalah aku tidak melihat Hoshimiya sekali pun.


Lagi pula, Hoshimiya tidak datang ke sekolah sampai liburan musim panas tiba.


"......Yah, apa yang harus kulakukan?"


Setelah lama sendirian, aku berbaring di sofa ruang tamu dan menatap langit-langit dengan linglung.


Sekarang sudah larut malam. Aku ditinggal sendiri karena Yono sudah pulang setelah dipanggil ibunya. Yah, dia akan kembali di malam hari.......


Ketika aku sendirian, aku tidak bisa tidak memikirkan banyak hal. Terutama di sisi negatif.


"............"


Aku pergi untuk membuka lemari es untuk mendapatkan beberapa es krim.


Ada makanan beku di sana, tapi tidak ada es krim.


"Ayo kita beli......"


Aku mengambil dompetku dan memutuskan untuk pergi ke toserba.


***


Aku membeli es krim dalam cup acak dan meninggalkan toserba di dekat rumahku.


Saat melangkah keluar, aku merasakan aliran panas mengalir melalui tubuhku. Meski sudah malam, tapi di luar panas.


Aku memakai baju dan celana pendek, tapi aku masih bisa merasakan panasnya.


Orang-orang yang datang dan pergi di kota juga memakai pakaian yang memperlihatkan kulit mereka.


"...Es krimnya mencair!"


Aku juga membeli satu untuk Yono. Ayo pulang sebelum itu mencair.


Dan ketika aku hendak mulai berjalan dengan cepat.


"Ah, bukankah itu Kuromine?!"


Aku bertemu Kana secara kebetulan. Dia mengenakan pakaian longgar seperti pakaian santai, jadi dia pasti pergi ke luar untuk pergi ke toserba juga.


"Segarnya."


"Huh, apa?"


"Jadi begini penampilan Kana di luar seragam sekolahnya"


"Iyuh, menjijikkan. Aku sudah lama memikirkannya, tapi ternyata Kuromine memang cabul. Kamu bahkan memanggilku langsung dengan namaku."


"Maaf, aku tidak tahu nama belakang Kana."


"Eh, kalau memang begitu, seharusnya kamu mengatakan, "Aku tidak punya pilihan." ......Eh tapi, kamu benar-benar tidak tahu nama belakangku?"


Aku mengangguk diam-diam saat Kana bertanya, ekspresinya dipenuhi dengan keheranan.


"Eh, umm, ah. Yah, kurasa kita samaan. Aku juga tidak tahu ...... nama belakangmu."


"Tidak, kau baru saja memanggilku Kuromine, kan?"


"Heh, kamu pasti salah paham. Aku bilang Riku."


"Lawak sekali ... jika kau tidak keberatan, beri tahu aku nama belakangmu."


"Aku benar-benar tidak tahu."


"Masa........"


"Aku tidak akan memberitahumu bahkan jika dipaksa. Sebenarnya, aku memang tidak ingin memberitahumu."


Kana, yang benar-benar memamerkan pusarnya, menyilangkan tangannya dan memalingkan wajahnya dariku dengan "hmph." Dibandingkan dengan Yono dan Hoshimiya, dia lebih bersemangat atau apalah.......


Menilai bahwa pembicaraan sudah selesai, aku melewati Kana dan mencoba untuk pulang.


"Tunggu sebentar"


"Apa lagi?"


Dia menghentikanku, jadi aku berhenti dan berbalik.


Ketika aku berbalik, Kana menatapku dengan ekspresi yang sangat serius.


"Setelah ini ... bisakah kita bicara sebentar?"


***


Kana mengundangku ke taman kecil di dekat sini.


Kami adalah satu-satunya orang di sana, jadi mudah untuk berbicara satu sama lain.


Kuharap kami bisa menyelesaikan percakapan ini ...... sesegera mungkin. Jika kami berbicara terlalu lama, es krimnya pasti sudah meleleh.


"Duduklah."


Kana menyuruhku duduk di bangku.


Setelah beberapa jarak, Kana ikut duduk di sebelahku.


"Apa yang ingin kau bicarakan? Oh ngomong-ngomong, aku tidak akan memberimu es krim milikku."


"Aku tidak menginginkannya, oke?"


"Lalu apa?"


"Ini tentang Ayana."


"Apa...?"


Aku merasa seolah-olah jantungku dipegang erat-erat.


"Kuromi──Riku, apakah kamu tidak berhubungan dengan Ayana lagi?"


"Tidak."


"Sebentar. Bisakah kamu memberitahuku ...... apa yang terjadi di antara kalian berdua?"


"............"


"Aku hanya ingin tahu apa yang terjadi pada Ayana."


"......Maaf."


"......Kamu benar-benar menyebalkan."


Kana mengerutkan kening dan mengeluh ketika dia menyadari dia tidak bisa mendapatkan apa-apa dariku.


Tapi aku tidak ingin memberitahumu. Aku ingin melupakannya.


"......Suatu hari, kamu tahu. Aku pergi ke rumah Ayana."


"............."


Aku mendengarkan Kana saat dia mulai berbicara dengan suara tenang.


"Jika kamu penasaran, aku akan memberitahumu, tapi Ayana, dia sudah benar-benar hancur. ......Dia menangis sepanjang waktu, matanya merah semua, dan ....... rambutnya juga berantakan......."


"............"


"Dia memang mendengarkan ceritaku dan tertawa, tapi dia jelas memaksa dirinya sendiri untuk tertawa."


"Apa maksudmu?"


"......Malam itu, aku menginap di rumah Ayana. Lalu Ayana terus meminta maaf ...... dalam tidurnya."


"............"


Aku diam-diam menunggu kata-kata Kana dengan pikiran melayang.


"Maafkan aku, Kuromine-kun, maafkan aku, Kuromine-kun, maafkan aku ...... dia terus meminta maaf padamu berulang kali sambil ...... meneteskan air mata."


"───"


"Hei, apa yang terjadi? Kenapa Ayana sangat kesakitan?"


"............"


"Kamu dan Ayana bertengkar atau apa, kan? Lalu kamu menolak Ayana secara sepihak dan mulai berkencan dengan ...... Harukaze..."


"Itu tidak benar!"


Aku tidak sengaja meninggikan suaraku dan menyangkalnya.


Bahu Kana bergetar dengan sentakan, tetapi dia dengan cepat mendapatkan kembali ketenangannya dan melanjutkan percakapan.


"Aku bertanya pada Ayana apa yang terjadi, tapi dia tidak memberiku jawaban. Aku tidak tahu apa yang harus ...... kulakukan lagi."


"......Aku juga tidak bisa begitu saja memberi tahu orang lain tentang ini.........."


"......Oh, gitu?"


Aku dan Kana memalingkan wajah satu sama lain dan menatap tanah dengan ekspresi sedih di wajah kami.


Beberapa detik hening. Setelah beberapa detik tersebut, Kana membuka mulutnya.


"......Ayana, dia pindah."


"......Ke mana?"


"Ke pedesaan. Dia bilang dia akan tinggal dengan teman neneknya."


"Aku mengerti."


Lagi pula dia berhenti sekolah selama musim panas.


"Huh?!"


Aku terkesiap. Meski kesal, Kana berkata tanpa ragu.


"Aku tidak tahu apa-apa! Aku tidak tahu apa yang terjadi pada Ayana. Tapi, kenapa Ayana harus menderita seperti itu?"


"Itu......"


"Aku tidak tahu apa yang terjadi. Kupikir hanya kamu yang bisa menyelamatkan Ayana sekarang ...... benar, kan?"


Kana menatap mataku dan berkata dengan penuh keyakinan.


"Aku tidak bisa ...... melakukan apa-apa."


"Kamu tidak perlu melakukan apa-apa, kamu hanya harus selalu ada untuk Ayana."


"Itu tidak mungkin."


"......Kamu tidak paham."


"............"


"Ayana, dia membicarakanmu sepanjang waktu sebelum kamu menjadi seperti itu. Dia bilang kamu tidak terlalu baik, kamu ceroboh, dan kamu mengatakan hal-hal aneh."


"Itu cuma keluhan."


"Tapi dia juga mengatakan ini. Dia bilang dia senang menghabiskan waktu bersama Kuromine. Dia mengatakannya dengan senyum lebar di wajahnya."


"............"


"Sabtu depan. Aku akan naik kereta ke tempat tinggal Ayana yang sekarang."


"......Terus?"


"Riku harus ikut juga."


"............Apa?"


"Kamu harus berbicara dengan Ayana. Aku tidak tahu apa yang terjadi di antara kalian, tapi kalian tidak bisa terus seperti ini."


Kana mengatakan sesuatu kepadaku, tetapi itu tidak mencapai pikiranku.


"Deal yak? Aku sudah memberi tahu Ayana bahwa aku akan mengunjunginya, jadi sisanya terserah Riku..."


"Aku............"


"Bagaimana......?"


"Aku tidak ingin pergi ke sana lagi!"


"Huh?"


Aku tidak bisa menahan emosi yang meledak, jadi aku berdiri dan berteriak.


Kana memutar matanya, tetapi masih tidak berhenti.


"Aku hanya ingin hidup …… bahagia dan damai … aku tidak ingin disakiti lagi! Aku tidak ingin disakiti………..!"

[TL: Yang nyakitin lu siapa cuy?]


"Aku mengerti, tapi..."


"Kau tidak tahu apa yang sedang kau bicarakan! Kau tidak tahu apa-apa! Kau tidak tahu seberapa banyak aku......!"


Tak kuasa menahan air mata, aku menangis. Kenangan masa lalu kembali padanku dalam sekejap.


Aku tiba-tiba kehilangan keluargaku - - didukung oleh Yono - - dicampakkan oleh Yono - - menyelamatkan Hoshimiya dari perampokan toserba - - didukung oleh Hoshimiya - - bertemu Yono - - menyelamatkan Hoshimiya dari penguntit - - kukira aku akan berkencan dengan Hoshimiya!


Aku hanya ingin hidup lebih normal dan damai.......


"Maaf ....... kurasa aku adalah yang terburuk. Aku mendorong Riku ke sudut, jadi aku ....... tapi tetap saja, biarkan aku mengatakan ini."


"Apa......."


"Hanya Riku yang bisa menyelamatkan Ayana."


"Maaf..."


Kau pasti tahu apa yang kumaksud, bukan?


Aku tidak ingin mengerti.


"Aku minta maaf karena mengatakan banyak hal. Tapibaku akan pergi ke tempat Ayana. Aku tidak berpikir aku bisa melakukan sesuatu, tapi aku akan tetap pergi ke sana ....... yah, aku akan mengunjunginya sebagai teman."


"............"


"Sekadar informasi. Keretanya akan berangat pukul 6:40 pagi. Aku akan menunggumu di depan stasiun......."


"......Aku tidak akan pergi."


"Serah."


Setelah jawaban singkat, Kana menatap mataku sekali, bangkit dari bangku, memunggungiku, dan mulai berjalan pergi. Dia meninggalkan taman tanpa melihat ke belakang.


"............"


Hanya aku yang bisa menyelamatkan Hoshimiya......?


"Aku sudah tahu itu sejak awal."

[TL: ????]