Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Tidak Ada Yang Percaya Padaku [Chapter 62]

No One Believed Me. If You Say You Believe Me Now, It’s Too Late Bahasa Indonesia




Chapter 62: Kopi Susu


“Pomeko-san……, beginilah caranya memotong sayuran.  Ya, tanganmu harus berbentuk seperti tangan kucing.……”


“Y-Ya, apakah seperti ini?  Bukankah kamu terlalu dekat?  Meskipun aku tidak keberatan....... "


“Tidak, itu akan menjadi masalah jika tangan Pomeko terpotong.  Aku harus membantumu dengan benar……"


Kami berbisik bolak-balik.


Bus tiba dengan selamat di lokasi sekolah hutan tanpa ada insiden apa pun.  Aku merasa agak khawatir karena di dalam novel tentang perjalanan jauh, ada scene di mana terjadi kecelakaan.


Ketika aku memberi tahu tentang itu kepada Anri, dia menertawakanku.


Setelah hari pertama hiking dan orienteering, kami bersiap untuk makan malam.


Berbeda dengan tamasya, sekolah hutan lebih merupakan kursus, dan para murid dibagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan nama mereka.


Shinozuka dan Shinjo.  Kami cukup beruntung karena berada di grup yang sama.


......Saito-san juga ada di grup kami.


Aku malu sekarang saat mengingat percakapan kami di bus saat itu.  Aku tidak mengatakan sesuatu yang salah.  Tidak ada yang mengolok-olokku.  Hanya saja, aku sangat takut untuk memberi tahu mereka apa yang sedang kupikirkan.


Kata-kata dan tindakanku bisa saja menyakiti orang lain.  Di SMP, Saito-san terluka karena sikap dinginku.


“Tunggu~ kalian harus membantuku juga  Ayo sini bantu aku menyiapkan sup dan salad."


“Maksudku, Sato lah yang harus melakukannya."


"Sungguh menjengkelkan……”


Saito-san seharusnya adalah orang yang paling populer di kelas.  Namun, ada beberapa murid tidak jarang bicara di kelas.  Mereka adalah Seo-san dari klub voli dan Sato-san dari klub basket.


Mereka berdua memiliki perasaan ceria yang merupakan ciri khas klub atletik di kalangan para gadis.


Mereka adalah tipe gadis yang berkemauan keras dan menyebut diri mereka cerdas.


Aku belum pernah melihat Saito-san dan para gadis ini saling berbicara di kelas.


…… Dunia para gadis adalah tempat yang menakutkan.  Sama seperti Nanako-san yang pernah dibully, apa pun bisa terjadi di balik layar.


“Oh, Mako-- Shinjo-san.  Ayo pergi mengunjungi Nanako-san dan Haruka-chan nanti.  Lagi pula, kalian sudah saling mengenal dengan baik.”


Anri balik lagi ke nada suara sebelumnya di hadapan murid lain.  Dia memanggilku Shinjo, misalnya.


Rasanya cukup lucu saat melihatnya malu-malu.


“Ya, baiklah, Anri.  Lagi pula adikku tidak bisa memasak sama sekali.  Aku khawatir jika dia melakukan sesuatu yang mengerikan.  Dia memiliki sejarah dalam mencoba memasukkan pasta kacang merah ke dalam karinya.”


"Tunggu, Shinjo, namanya…….”


"Hmm?  Sudah terlambat untuk itu sekarang, bukan?  Aku telah memutuskan bahwa aku akan memanggilmu Anri dalam segala situasi."


“A-Aku mengerti …….  k-kalau begitu, aku akan……, menunggu sebentar lagi. ……”


"Aku akan menunggumu selama yang kau mau.  Jadi, beginilah caranya mengupas kentang–“


Tiba-tiba, aku menyadari bahwa Seo-san dan Sato-san sudah tidak terlihat.


Aku tidak berpikir bahwa mereka adalah anak yang buruk.  Mereka tidak pernah mengatakan hal buruk tentang kami.  Mereka juga bukan anak yang bermasalah.  Hanya saja, mereka tidak cocok dengan Saito-san.


Karena dia sangat populer di kalangan anak laki-laki.


Saat kami berdiri di meja dapur dan Saito-san sedang sendirian menyiapkan hidangan, anak laki-laki mengunjunginya satu demi satu.  Salah satu dari mereka, Hiratsuka, juga datang ke sana.


Dia adalah orang yang sama dengan orang yang mengobrol denganku selama ball game.


Dia memiliki senyum lebar di wajahnya dengan rambut panjang yang disisir ke belakang.


“Miyu-chan, kan?  Apa kau sendirian?  Aku akan membantumu!”


“Yah, aku baik-baik saja, mungkin?  Shinjo-kun dan timnya sangat efisien, dan sebagian besar persiapan makanan sudah selesai.”


“Shinjo, serius?!  Dia bisa memasak juga?  Maksudku, bukankah dia terlalu baik?  Dia pelajar dan atlet yang hebat … ugh …aku benar-benar iri!  Oh, Hi-Hirano?!”


Kemudian Hirano, seorang pria pendiam, muncul.


Untuk beberapa alasan, dia dan Hiratsuka, sesama pria genit, tampak rukun dan mereka sering bergaul bersama.


“Hiratsuka, persiapan kita belum selesai.  Ayo balik."


“Jangan pegang-pegang aku!  Kau akan membuat jerseyku melar!  Maksudku, aku tidak bisa memasak, kau tahu?!"


“Setidaknya coba dulu.”


“S-Sampai jumpa lagi, Miyu!  Oi, Shinjo, ayo kita bicara nanti!”


Hirano membungkuk padaku, meraih lehernya, dan berjalan pergi—


Aku menundukkan kepalaku dengan senyum ceria.


......Aku merasa bahwa duniaku telah berkembang, meski masih sedikit demi sedikit.  Seperti Yamada pagi ini, ini pertama kalinya aku berinteraksi dengan laki-laki lain seperti ini.


Aku melakukan kontak mata dengan Saito-san.


Saito-san tersenyum pahit, seolah dia tidak tahu bagaimana berinteraksi denganku.


“Shinjo-kun, aku sudah selesai di sini.  Apakah ada yang bisa Miyu bantu?”


“Tidak, kita juga hampir selesai di sini.  Yang tersisa hanyalah rebusan. ”


Kemudian, Seo-san dan yang lainnya kembali.


Tanpa mengatakan apapun secara khusus, Seo dan Sato duduk di meja menunggu makanan selesai dimasak.


Saito-san sepertinya ingin mengatakan sesuatu.


……Anri dan aku bisa menikmati tamasya bersama.  Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku dapat menjalani acara sekolah yang menyenangkan.


Di sekolah hutan ini, aku harus berinteraksi dengan murid lain selain Anri.


Hanya karena kami berada di kelas yang sama bukan berarti kami semua akrab.  Aku tahu itu.


Kami yang telah mengalami kengerian hubungan antar manusia secara langsung tahu akan hal itu.


Aku mengumpulkan sedikit keberanian dan berbicara dengan Seo-san.


Ini adalah pertama kalinya bagiku untuk berbicara dengan teman sekelas perempuan, dan aku bingung apakah aku harus berbicara menggunakan honorifik atau tidak.


“Uhm, ……, S-Seo-san dan Sato-san.  Aku tidak tahu berapa banyak nasi yang dimakan oleh para garis, karena garis dasarku agak jauh, jadi aku tidak dapat mengandalkannya.  Itu sebabnya, bisakah kalian datang dan berbagi salad kalian denganku?"

[TL: Saya tidak paham apa maksud dialog ini.]


Jika aku tidak bisa akrab dengan keduanya, kupikir pihak ketiga dapat berdiri di antara kami dan membuat suasana yang lebih baik untuk grup kami.


Anri mengawasiku dari samping.


Seo-san membuat suara kosong.  Mirip seperti Haruka …….  ah, klub voli, yah.  Haruka pasti sering membantunya.


"Huh?!  S-Shinjo-kun …….  Y-Ya, b-benar.  A-Aku akan membantumu!  Ayo, Sato, berdiri juga.”


“Eh, eh?  Baiklah……"


Syukurlah, suasana di antara kami mulai melunak.  Aku tersenyum lega.


"Terima kasih."


Mereka berdua berbagi makanan denganku, meski terlihat sedikit malu dan menunduk.


Seisi meja makan kami tampak damai.


Saito-san memamerkan kemampuan komunikasi alaminya.  Mereka bersenang-senang dengan membicarakan tentang cinta dan fashion.


Tidak ada alasan bagiku untuk ikut campur.  Aku belum pernah berbicara dengan Saito-san sebelumnya, dan aku hanya menghindarinya karena penampilannya dan fakta bahwa anak laki-laki mencoba mendekatinya.


“Tunggu, Saito, serius?  K-Kamu tidak menyukai siapa pun.  Kamu tidak suka cowok genit.......”


“Heeh, jadi begitulah caramu merias wajah itu.  Aku akan mencoba menirunya.”


Semakin berjalannya waktu, Seo-san mulai berbicara dengan Anri dan aku.


Aku tergagap dan entah bagaimana berhasil menjawabnya.


“Maksudku, Shinozuka-san memiliki kulit yang sangat cantik, kan~  Dia pemain 

voli yang bagus, bukan?  Haruka sangat memujinya.”


“A-Aku tidak sebaik itu.  ...... Itu semua cuma karena Haruka-chan yang mengajariku.……”


“Uwa, tsundere!  Imut sekali!  Kamu sangat imut ketika berbicara dengan Shinjo-kun!”


“E-EEH!?  T-Tunggu sebentar.  Kapan aku pernah memiliki cara bicara yang imut!  I-Ini normal, kan?  B-Benar, kan, S-Shinjo?!”


"Anri selalu berbicara dengan cara yang imut.  Tidak peduli bagaimana caramu berbicara, Anri.”


Anri terbatuk dan bersembunyi di belakangku.  Apa kau baik-baik saja?


Seo dan Sato-san saling memandang dan tertawa terbahak-bahak.


"Itu sangat imut!!  Maksudku, sangat menakjubkan bahwa kamu bisa mengatakan kalimat seperti itu dengan ekspresi datar.  Aku iri padamu, Shinozuka-san…….”


"Ya, sayang sekali.  Aku juga ingin diberi tahu seperti itu.  Anri-chan sangat imut!”


Saito-san juga memegangi perutnya dan tertawa.


Apanya yang lucu?  Aku tidak tahu, tetapi aku mengerti bahwa itu bukanlah semacam ejekan.


Karena ada senyum di wajah mereka, yang sesuai dengan anak SMA seusianya.


Inilah yang kusebut suasana percakapan.


Setelah itu, ada kegiatan rekreasi bagi para murid.  Aku mendengar bahwa beberapa murid akan menyanyikan lagu dan yang lain akan menari.  Tidak ada acara di mana semua murid di SMA ikut menari bersama, tetapi tampaknya ada api unggun.


Api unggun…….  Kedengarannya seperti sekolah hutan yang berbeda dari yang kuikuti si SMP.


“Osu!!  Aku di sini untuk bermain!!  Shinjo, ayo main bisbol!!”  (Yamada)


"Y-Yamada-kun, tidak boleh, hari sudah mulai gelap.  ......Uhm, aku membawa makanan ringan, bisakah aku duduk denganmu?”  (Tanaka)


“Nice!  Oh, bukankah suasana hati Seo-san berbeda dari biasanya?  Bukankah biasanya kau lebih jahat?”  (Hiratsuka)


“Kau sangat menyebalkan, Hiratsuka no baka!  Kamu ke sini hanya karena ingin mengejar Saito-san!”  (Seo-san)


Yamada dan Tanaka tiba-tiba datang ke meja kami.


Hiratsuka juga ada di sini, dan berbicara secara terbuka dengan Seo-san.


“……Mereka itu adalah teman masa kecil.  Mereka sangat dekat satu sama lain tapi mereka tidak bisa jujur pada perasaan masing-masing.  Tapi yah, aku tidak peduli.”


Hirano, seorang pria raksasa, menatap hangat pada semua orang saat dia tertawa bersama mereka sambil minum kopi botol.  Apakah Seo-san cemburu pada Saito-san ……?


Hirano menawariku dua botol plastik baru.


“Ini adalah kompensasi karena telah mengganggu waktumu dengan Shinozuka.  Minumlah.”


Aku menerimanya dengan senyum kecut.


Anri, yang bersembunyi di belakangku, mengintip keluar.  Aku memberikan sebotol lainnya pada Anri.


Aku memilih kopi biasa, sedangkan Anri kopi susu.


Aku membuka kopiku dan memasukkannya ke dalam mulutku, sambil merasakan tubuh Anri di punggungku.


Kenapa, yah?  Padahal ini hanya sebotol kopi plastik …… tapi rasanya lebih enak dari biasanya.