Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Si Cupu Rupanya Suhu [Vol 1 Chapter 1.2]

The Asocial Guy Who Gets Pushed Around Is Actually The Strongest Bahasa Indonesia


Chapter 1.2: Apa Yang Terjadi Pada Pria Asosial Itu?


Aku semakin khawatir tentang hal-hal aneh itu, dan kepalaku menjadi semakin sakit.


Kemudian, Usui-kun berkata padaku,


"Ketua kelas ...... kau tidak perlu mengkhawatirkanku.  Kalau begitu, aku akan pergi dulu."


"Apa?!  Tapi homeroom pagi akan segera dimulai dalam lima menit?!"


"Jika aku melakukannya dengan cepat, maka aku akan sampai tepat waktu."


"Hei, Usui-kun!  Hei!"


Dengan menghiraukanku, Usui-kun meninggalkan kelas.


"Oh, Akira benar-benar pria yang pintar dan berguna." kata Den-kun, yang tampak puas saat melihat Usui-kun menurut padanya.


Aku marah pada caranya yang mengatakan kalau dia berguna.  Apalagi, mereka tidak melihatnya sebagai teman sekelas yang setara.


"Hei, lalu bagaimana dengan uangnya?"


Aku bertanya kepada Den-kun atas pertanyaan yang selalu menggangguku.


"Huh?!"


"Kamu selalu menyuruhnya untuk membeli minuman dan makan siang, tapi aku bertanya-tanya apakah kalian telah membayarnya dengan benar!  Jika kamu mengatakan kalau kamu tidak membayar..."


*Tak!


Aku mendengar sebuah suara yang bergema menembus dadaku dan tubuhku melompat.


Den-kun memukulkan tinjunya ke mejaku seolah-olah untuk memblokir kata-kataku, dan kata-kataku terputus ketika dia menatapku dengan kekuatan yang seolah-olah dia tidak menganggapku sebagai teman sekelasnya.


"Terus kenapa kalau aku tidak membayarnya?  Apa kau akan memberi tahu guru?  Yah, tidak masalah, tapi urus urusanmu sendiri, oke?   Jangan berlagak keren hanya karena kau adalah ketua kelasnya."


Urus urusanmu sendiri?  Berlagak keren? Selain takut, aku juga kaget dan pusing. Apakah yang kulakukan ini salah?  Aku tidak bisa membalas kata-katanya. Aku merasa frustrasi karena tidak pandai berkomunikasi ... aku hampir pingsan ketika bahuku tiba-tiba ditepuk.


"Selamat pagi, Shizuka.  Apa yang sedang kamu lakukan?"


"Oh... Hiromi."


Itu adalah seorang gadis berambut pirang yang lebih tinggi dariku yang membawaku kembali ke kesadaranku yang mulai buyar.


Namanya adalah Hiromi Araki, yang memiliki anting-anting biru di telinganya. Hiromi, yang memiliki aura Yankee, tampaknya tidak takut ketika dia melihat trio idiot.


Dia tidak bergerak sedikit pun, dan justru tampak mencoba untuk mengintimidasi mereka dengan tatapannya.


"Ada urusan apa kalian dengan shizuka-ku?"


Suara Hiromi  jauh lebih rendah dan lebih dingin daripada saat dia berbicara kepadaku sebelumnya.


Suara agresif itu membuat Den-kun terlihat semakin buruk.


"Apa yang kau lakukan di kelasku, Temae?  Kelasmu ada di sebelah.  Cepat kembalilah ke kelasmu.  Homeroom akan segera dimulai, bukan?"


Hiromi dan Den-kun saling melotot dan melontarkan percikan api.


Sejauh yang kutahu, Hiromi adalah satu-satunya gadis di sekolah kami yang dapat bersaing dengan trio idiot, dan juga satu-satunya sahabatku.


'Bagaimana ini?  Apa yang harus kulakukan?'


"Hei, apa yang telah mereka lakukan padamu?  Haruskah aku melemparkan mereka keluar untukmu?"


Ekspresi Hiromi padaku terlihat lembut, tapi tinjunya terkepal dengan erat.  melihat itu, aku langsung menghentikan Hiromi dengan terburu-buru.


"Apa?! Tidak, aku tidak apa-apa!"


"Benarkah? Apakah kamu yakin kamu baik-baik saja?"


"Sumpah, aku tidak apa-apa!  Hei, Hiromi, kemarilah!"


Aku mendorong Hiromi menjauh dari trio tersebut.


Lalu aku mendengar Den-kun mendecakkan lidahnya, tapi aku lega karena dia tidak melakukan apa-apa.


Aku terus mendorong Hiromi menjauh dan pindah ke lorong.


Sekarang, karena kami telah pergi sejauh ini, aku seharusnya sudah tidak perlu lagi mengkhawatirkan dirinya yang ingin memukul mereka.


"Hei, kenapa?"


Hiromi berbalik dan menatapku.  Aku merasa tenang saat berada di hadapan seorang teman yang dapat kupercaya.  Dan pada saat yang sama, kemarahanku meledak.


"Hei, dengar!  Aku tidak bermaksud untuk bertingkah heboh hanya karena aku adalah seorang ketua kelas!"


"Huh?  Apa?"


"Aku tidak bangga menjadi ketua kelas!  Itu hanyalah sebuah posisi!  Dan aku mengambil inisiatif untuk mengambil posisi tersebut karena tidak ada orang yang mau melakukannya!  Tapi kadang-kadang, teman sekelasku malah mengolok-olokku, dan semua orang memanggilku ketua kelas!  Itu selalu membuatku khawatir karena tidak ada orang yang mengingat nama asliku..."


"Hei, sudah, sudah!  Tenanglah, Shizuka!"


Aku mengeluarkan banyak keluhan di hadapan sahabatku, tapi Hiromi mencubit kedua pipiku yang memaksaku untuk berhenti.



"Apakah ketiganya mengatakan sesuatu padamu atau semacamnya?"


"Ya..."


Setelah memastikan bahwa keluhanku berhenti, Hiromi melepaskan cubitannya.


Pipiku dicubit tanpa henti hingga pipiku agak memerah.  Dia kemudian berkata,


"Sekarang, kamu seharusnya bisa mengabaikan trio idiot itu, kan? Hanya membuang waktu saja jika kamu terlibat dengan mereka."


"Tapi itu tidak mungkin..."


"Apa?  Apa kamu begitu khawatir dengan laki-laki suram itu?"


"Itu benar.  Bukankah menyedihkan jika Usui-kun terus diperlakukan seperti itu oleh trio idiot dan berakhir membolos sekolah karena dia sudah tidak kuat lagi?  Hiromi pasti tahu itu, kan?"


"Tidak, tidak juga.  Jika dia berada dalam masalah, dia seharusnya meminta tolong pada seseorang, kan?"


Ya ........ hmm?  Aku terkejut ketika Hiromi, yang seharusnya menjadi orang yang paling mengerti aku, justru dengan mudah menyangkalnya.


"Aku sangat memedulikanmu, Shizuka.  Jika kamu terus mengkhawatirkan orang lain seperti itu, maka kamu akan kehilangan jati dirimu sendiri.  Oh, aku akan kembali ke kelasku sekarang karena guruku sudah datang. Sampai jumpa nanti."


Hiromi melambai dan pergi ke kelasnya.


Lonceng pagi pun berbunyi, dan aku bisa melihat para guru mulai berjalan berbondong-bondong menuju setiap kelas yang mereka hadiri.


Dengan enggan, aku kembali ke kelasku, baris kedua dari depan di dekat jendela.


Usui-kun masih belum sampai di kelas.


'Kau bilang kau akan datang tepat waktu jika kau melakukannya dengan cepat, tapi kau tidak berhasil melakukannya ...... aku duduk sambil mengkhawatirkan Usui-kun yang masih belum kembali.


Ketika aku hendak menyusulnya, wali kelasku, Yaguchi-sensei, memasuki kelas.