Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Teman Masa Kecilku Yang Terimut Di Dunia [Chapter 62]

Forever And Always, My Childhood Friend Is The Cutest Girl In The World Bahasa Indonesia




Chapter 62: Meeting Pertama (Part 2)


"Jadi itu adah kondisi dari publikasi untuk perusahaan kami."


"Sempurna, aku ingin menulis untuk Sugar Bunsha!"


"Tentu saja, aku tidak mengharapkan kita untuk masuk ke kesimpulan segera, kita bisa mengakhirinya untuk hari ini... Tunggu, apa?"


Dengan suara bang, meja mulai bergetar.


"A-apa kamu yakin? Aku yakin kamu belum mendengarkan tawaran dari perusahaan lain. Ada banyak sekali penulis yang mendengarkan tawaran lain dan menunggu untuk membuat sebuah pilihan."


Aku bisa merasakan dia cukup kaget dengan hal ini.


"Tidak apa. Sejujurnya, saat aku mendapat pesanmu, aku langsung memutuskan aku akan menulis untuk perusahaanmu apapun yang terjadi."


Sugar Bunsha adalah bagian dari Tiga Besar perusahaan untuk publikasi. Alasan itu cukup untuk membuatku tertarik dengan tawarannya, tapi masih ada alasan kenapa aku langsung memutuskan hal itu.


"Aku mulai menulis karena aku ingin menjadi seperti Maple Satou."


"Ah, Maple Satou."


Amami-san menepuk tangannya bersamaan seperti dia sudah mengerti darimana aku berasal. Kenangan dari hari saat kelas keduaku adalah sesuatu yang tidak akan pernah kulupakan. Siaran minggu malam "The Sweet Continent" menampilkan penulis author light novel terkenal, Maple Satou. Gairah Maple Satou dan dedikasi meninggalkan kesan yang mendalam padaku, nilai-nilai itu menginspirasiku untuk bekerja paling keras.


Tentu saja, perusahaan publikasi Maple Satou bekerja untuk Sugar Bunsha. Sisanya hanya sejarah. Ini mungkin sedikit naif untukku, tapi itu akan menjadi kehormatan besar untuk ceritaku di publis di perusahaan yang sama seperti idolaku.


"Aku telah bicara pada Maple Satou beberapa kali saat di pesta perusahaan."


"Tunggu, sungguh?"


Tubuhku melompat dengan sendirinya.


"Setiap tahun kami mengadakan pertemuan syukuran untuk penulis dan ilustrator."


"Jadi aku punya kesempatan untuk bertemu...?"


"Maple Satou telah muncul setiap tahun sejauh ini, jadi aku yakin kamu punya kesempatan untuk bertemu!"


"Oh! Jadi pesta ini untuk orang-orang di perusahan yang mempublis buku, ya?"


"Yup. Sekali kamu mulai dipublikasi, aku akan memastikan kamu diundang!"


"Ah, terimah kasih banyak! Aku akan mengikutimu sampai ke ujung bumi!"


Dengan cepat, aku meletakkan tanganku bersamaan dan menundukkan kepalaku untuk memuji pemimpin baruku dan penyelematku.


"Ahaha, sekarang kamu hanya berlebihan. Ayolah, kamu tidak perlu menunduk."


Aku mengangkat kepalaku dan melihatnya tertawa dengan imut. Ah, sungguh menyentuh.


"Sekali lagi, senang bekerja denganmu Tan Yonekura. mari kita bekerja sama untuk membuat sesuatu yang luar biasa."


"Ya, Pemimpinku, aku akan selamanya bersyukur."


"Aku memang bilang kamu bisa memanggilku apa saja yang kamu mau, tapi bisakah kamu berhenti?"


"Maaf, Pemimpinku. Aku hanya sangat bergetar dengan kegembiraan sekarang."


"Aku sudah bilang berhenti dengan sebutan Pemimpin itu!"


Dan dengan itu. Sepertinya pengabdianku gagal. Aku harus lebih mengabdikan diri.


Ngomong-ngomong, kembali ke topik utama.


"Seberapa bebas kamu bebas hari ini?"


Saat kami melanjutkan dengan minuman kami, Amami-san menanyakanku itu.


"Aku cukup bebas sampai pagi berikutnya. Aku bisa tinggal sepanjang waktu jika anda mau."


"Aku tidak mau tinggal didalam cafe untuk dua hari seterusnya. Aku hanya ingin bicara denganmu sedikit tentang ceritamu."


"Oh..."


Wow, dia seperti seorang penulis untuk dirinya sendiri. Yah, kurasa dia sudah satu langkah didunia.


"Tentu!"


"Respon yang bagus. Mari mulai dengan apa yang kita bisa perbaiki soal semuanya."


Amami-san mendorong kacamatanya dan mengeluarkan tablet dari tasnya. Menampilkan layar yang merupakan karyaku, dituangkah dalam teks vertikal.


"Karyamu akan dipublis dengan penulisan vertikal."


"Wow, itu terlihat seperti buku asli."


"Maksudku, itu memang sebuah buku!"


Dadaku muali merasakan pendengaran hangat saat aku mendengar itu. Aku tergoda untuk membuang sisa cola di kepalaku untuk memastika aku sedang tidak bermimpi atau semacamnya, tapi aku memutuskan untuk menolak itu karena itu akan berpengaruh pada komunikasi masa depan dengan Amami-san.


"Baiklah, inilah bagaimana itu akan diatur."


Amami-san akan membaca sedikit ceritaku, hari demi hari saat aku menguploadnya ke web. Tentu saja, pengalaman itu akan berbeda dibandingkan membacanya secara bersamaan di 100 ribu novel karakter.


Amami-san menyarankan beberapa adegan dihapus dan ditambahkan untuk membuat para pembaca membaca lebih baik dan juga agar sesuai dengan batas halaman yang diberikan kepada kami oleh penerbit. Dan jadi, proses revisi berat dimulai.


"Okay, dimulai dari awal prolog..."


Menggunakan stylusnya, Amami-san melingkari sejumlah kata dengan warna merah.


"Eksposisi disini juga ada di bab berikutnya, jadi kita bisa menghapusnya disni. Juga, aksi si protagonis di awal sulit untuk berhubungan, jadi aku menyarankan mengubahnya sedikit. Lalu disni juga..."


Dia menggunakan stylusnya saat dia melanjutkan amandemennya. Memiliki seseorang membaca dan menganalisa secara terperinci sesuatu yang kutulis adalah perasaan yang sangat aneh, tapi itu juga sebuah kesempatan untukku belajar dan menjadi lebih baik. Setiap kali Amami-san mengatakan sesuatu, aku mengangguk dalam setuju dan memberikan pernyataan sesekali.


Pro benar-benar ada di level lain. Bahkan dengan semua yang kupelajari sampai sekarang, aku bahkan tidak bisa memegang sebuah lilin sebagai perbandingan. Aku bisa merasakan tubuhku bergetar, tapi itu mungkin bukan karena cafenya. Setelah sejam, kami melihat kembali pada semua editan yang kami buat.


"Aku pikir itu sudah semuanya."


Seolah-olah dia selesai memasak makan, Amami-san mengelap dahinya saat aku menundukkan kepalaku.


"Aku tidak bisa mengungkapkan seberapa banyak aku belajar hari ini. Terimah kasih banyak."


"Tidak, tidak juga. Terimah kasih karena membuatku melakukan ini. Aku akan menyimpan datanya dan meng emailmu setelahnya. Saat kamu sudah dirumah, kamu bisa mengonfirmasi setelah kamu mendapatkannya."


"Kedengarannya bagus!"


Di meeting berikutnya, kami akan melihat manuskrip dan memolesnya dan memastikan semua amandemen telah ditambahkan.


"Tapi kamu tahu, semuanya sudah sangat high-tech. Aku pikir kita akan melihat hasil cetakan atau yang lainnya."


"Oh ya, itu gera."


"Gera?"


"Ya, gera adalah sebuah tipe printer yang digunakan untuk mengoreksi naskah."


Rupanya dimasa lalu, setelah revisi besar seperti organisasi dan deskripsi yang sudah selesai, meraka harus menunggu sebelum mulai memperbaiki hal-hal kecil seperti typo dan kata-kata yang dihilangkan. Fase itu dimana mereka akan mencetak dan menangkap kesalah kecil.


Aku menganggukan kepalaku, membugkus tanganku tentang bagaimana semuanya bekerja, saat Amami-san membuat wajah yang meneriakkan seorang anak SMA yang ingin berbicara tentang romansa.


"Hey, jadi heroine untuk ceritamu, apa kamu membuatnya setelah seseorang?"


"Huh?"


Suaraku melengking saat aku tidak mengharapkan pertanyaan seperti itu sama sekali.


"Maaf, maaf! Itu pertanyaan yang aneh, aku tahu, tapi aku sudah lama penasaran soal itu."


Dia menggesek tabletnya saat dia mengatakan itu.


"Ini semua berdasarkan dugaan... Tapi kamu tahu, heroine hanya terasa "hidup" jika kamu tahu maksudku."


Dia mengatakan itu hanya dugaan, tapi tatapan di matanya mengatakan padaku bahwa dia percaya diri. Itu terasa seperti sesuatu meledak di perutku. Aku mengambil nafas dan membuka mulutku.


"Dia didasari dai teman masa kecilku."


"Sudah kuduga!"


Home run!


Dan dengan itu Amami-san bertepuk tangan seperti seorang anak kecil.


"Itu yang kupikirkan! Uraia yang mendalam, kepribadian yang rumit, itu terasa terlalu asli dibandingkan dengan karakter lain!"


"Yup, andasungguh bisa mengetahuinya."


"Itu permainan anak-anak. Kamu harus punya koneksi emosi yang dalam dengan si heroine."


Amami-san dengan lembut menutup matanya.


"Saat aku membacanya, aku bisa merasakan emosinya. Kata demi kata, aku bisa merasakan pesan yang ingin kamu ungkapkan."


Amami-san melanjutkan pidatonya, sedikit rasa iri mewarnai suaranya.


"Aku bisa menebaknya dari ceritamu, Tuan Yonekura, kamu sungguh menyukai heroine ini."


Itulah yang meninggalkan kesan terdalam padaku. Mendengar kata-kata itu, aku bisa merasakan dadaku mulai sesak. Aku sungguh sangat senang.


Ini adalah cerita yang paling sangat ingin kutulis. Itu alah bagian yang aku ingin orang-orang untuk melihatnya. Aku memastikan untuk mengungkapkan perasaanku sebaik yang kubisa. Pikiran dan tubuku bergetar, memikirkannya.


Sebelum aku mengetahuinya, senyum Amami-san berubah menjadi nakal.


"Hey, bisa aku melihat fotonya?"


"Itu dihargai dengan 3 kuadriliun yen."


"Itu adalah anggaran naisonal! Itu jumlah yang akan dikenakan dokter di pasar gelap."


"Yah, bagaimanapun juga itu tak ternilai harganya."


"Jadi kamu tidak akan menunjukannya padaku?"


"Baiklah... itu seperti aku terlalu memikirkannya."


Kenapa dia sangat penasaran denga ini? Aku membuka gallery ku saat aku mencari foto dari Rin di cat cafe minggu lalu.


"Oh astaaggaaaaaaa!!! Foto ini... itu lebih dari yang kuharapkan! Dia sangat cantik!"


Dia tergila-gila dengan foto yang ada di hpku, seolah-olah dia mendapatkan SSR dari sebuah game gacha.


"Siapa namanya?"


"Rin..."


"Rin-chan, nama yang imut. Rin-chan, Hmm Rin-chan."


Untuk seseorang yang baru saja kutemui hari ini, mengulang nama seseorang yang kusukai dengan cara yang terpesona sungguh perasaan yang aneh. Dengan mata yang tenang, Amami-san membuka mulutnya lagi.


"Dia sangat penting untukmu, huh?"


"Tentu saja. Dia adalah yang terpenting di seluruh universe."


Dengan itu, Amami-san menyesap dari gelasnya beberapa kali, seolah-olah dia menelan kata-katanya. Setelah setiap tegukan, dia memiliki senyum yang dalam di wajahnya saat dia memiringkan kepalanya ke samping.


"Ada apa?"


"Oh, ah... tidak ada."


Tubuhnya mulai bergoyang dengan kesenangan.


"Aku tidak berpikir kamu akan mengatakan itu. Itu pasti sangat memalukan."


Sekarang setelah dia mengatakannya, aku sadar aku mengatakan sesuatu yang cukup memalukan. Aku penasaran apakah petugas tidak sengaja menyalan AC ke pemanas karena kepalaku mulai menghangat.


"Tapi terimah kasih karena menunjukanku sesuatu yang luar biasa."


Dengan tanda terimah kasihnya, dia mengembalikan hpku. Menghapus rasa malunya dengan tegukan kopi, Amami-san menepuk tangannya bersamaan.


"Baiklah, seharusnya itu saja untuk hari ini."


Saat aku menundukkan kepalaku, sebuah tangan datang pada pandanganku.


"Mari bekerja sama untuk membuat cerita yang bagus, Tuan Yonekura."


Aku mengenggam tangannya saat aku menatap matanya.


"Pastinya, aku akan menantikannya."


Meetingnya akhirnya selesai dengan diskusi singkat tentang pertemuan mendatang dan tenggat waktu potensial. Amami-san pergi dan aku ditinggal sendirian. Hatiku berdetak sangat gila.


Akhirnya, cerita yang sudah lama kutulis akhirnya akan di publis menjadi buku yang layak. Saat aku memikirkan itu di kepalaku, perjalanan kerumah tampak lebih berkilau dari biasanya.