Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pernyataan Selamat Tinggal [Vol 1 Chapter 4.1]

Goodbye Declaration Bahasa Indonesia


Chapter 4.1: Festival Seiran


Saat ini adalah awal Juli dimana musim panas yang hangat akan melanda kami dengan serius.


Dan hari Festival Seiran pun akhirnya tiba.


Hari ini, kelas kami, Kelas A Tahun Ketiga, telah berlatih drama selama kurang dari sebulan, jadi kami sudah sangat siap menyambut datangnya festival.


Yang harus kami lakukan hanyalah menunggu untuk melakukam pertunjukan, tetapi sebelum itu, ada satu hal yang harus kulakukan.


"Maaf telah membuatmu menunggu."


Aku sedang menunggu kedatangan Nanase di lorong depan kelas setelah homeroom pagi.


Itu benar.  Mulai saat ini, aku akan berkeliling Festival Seiran bersamanya.


Nanase mengenakan jaket putih khasnya di atas blusnya seperti biasa.


Sepertinya dia tidak akan mengubah gayanya bahkan untuk Festival Seiran.


"Jadi kamu mau kemana dulu?  Atau mungkin, apa kamu ingin makan sesuatu?”


"Eh, t-tolong biarkan aku berpikir dulu…”


Anehnya aku merasa gugup saat mengatakannya.


Aku belum pernah berkencan dengan seorang gadis sebelumnya, jadi aku tidak tahu bagaimana cara berbicara dalam situasi seperti ini.


"Ngomong-ngomong, aku agak lapar!"


"Benarkah?  Kalau begitu, haruskah kita pergi ke tempat dimana kita bisa makan lebih dulu?”


"Ya!  Terima kasih!"


Nanase tersenyum padaku.


Seharusnya, aku sudah terbiasa melihat senyumnya, tapi mungkin karena sekarang adalah hari festival budaya, jadi senyumannya terlihat lebih manis dari biasanya.


Itu sebabnya jantungku berdetak sangat kencang untuk sementara waktu sekarang.


'Apakah aku akan baik-baik saja pada tingkat ini...?'


"Kupikir anak tahun pertama sedang melakukan penjualan kue di kelas, jadi ayo kita pergi kesana."


"Oke!  Mari lakukan itu!”


Nanase menjawab dengan nada yang terlalu bersemangat dan tiba-tiba meraih lenganku.


"A-Apa!?”


"Mungkin akan ramai disana.  Ayo cepat kesana!”


Nanase berkata begitu, dan menarikku bersamanya.


Sementara itu, detak jantungku semakin meningkat.


Ini buruk.  Jika aku tidak melakukan sesuatu, maka dia akan terus memimpinku seperti ini.


Pertama-tama, aku mengundangnya untuk pergi berkeliling Festival Seiran bersamaku untuk menghibur Nanase setelah dia gagal dalam audisi untuk peran Juliet.


Jadi, aku harus menghibur Nanase entah bagaimana caranya.


Aku harus melakukan yang terbaik!


***


“Aku tidak tahu bahwa tapioka rasanya akan seperti ini.”


Nanase dan aku mengunjungi maid cafe yang merupakan tema anak tahun pertama.


Itu sebabnya semua pelayannya mengenakan seragam maid.  Untuk beberapa alasan, para pria juga diikutsertakan.


Menu yang direkomendasikan toko ini tampaknya adalah minuman tapioka, dan aku belum pernah mencicipinya seumur hidupku, jadi aku memutuskan untuk memesan dan mencobanya.  Dan ini enak.


Kudengar tapioka dibuat dari kentang, dan rasanya memang agak mirip kentang.


"Sekarang kamu juga seorang tapirer, Kiritani-kun.”


“Tapirer?  Apa itu sebutan untuk seseorang yang sangat menyukai tapioka?”


"Mungkin!"


"Mungkin…?"


Kalau begitu jangan menggunakan kata-kata yang bahkan dirimu sendiri saja tidak tahu apa artinya!


“Apaa-apaan itu?”


"Hmm?  Apanya yang apa?  Aku hanya sedang minum tapioka, sama sepertimu.”


Seperti yang Nanase katakan, dia sedang minum tapioka menggunakan sedotan.


Gesturnya sedikit imut yang sangat kontras dengan gadis berisik seperti yang biasanya dia tunjukkan.


Tapi bukan itu yang ingin kutanyakan.


“Disitu ada lebih banyak yang bisa dimakan selain tapioka, bukan?  Bisakah kau memakan semuanya?”


Meja di hadapan Nanase dipenuhi dengan nasi omelet, steak hamburger, dan banyak hidangan lainnya.  Itu terlalu banyak bagi seorang gadis untuk memakannya sendiri, tidak peduli bagaimana kau melihatnya.


"Tentu saja aku akan berbagi semuanya dengan Kiritani-kun.”


“Eh, aku tidak mendengarnya sebelumnya.”


“Ini kejutan kecil dariku!”


"Aku tidak butuh kejutan seperti itu ..."


“Yah, sejujurnya, itu karena aku tidak ingin Kiritani-kun mengatakan kalau dia tidak menginginkannya…”


“Itu bukan karena aku tidak menginginkannya, tapi … itu mungkin karena aku memang tidak menginginkannya.”


"Oh, itu mengerikan.  Aku tidak percaya bahwa kamu tidak ingin berbagi makanan denganku.  Aku jadi ingin menangis.”


"Bukannya aku tidak suka berbagi, tapi aku tidak akan pernah bisa menghabiskan makanan sebanyak itu.”


Nanase mengalihkan perhatiannya sekali lagi pada makanan yang ada di depannya.


"Tidak apa-apa.  Kiritani-kun pasti bisa mengatasinya.”


“Kau menyerahkannya padaku?!”


Aku mendesah dengan putus asa pada komentar tak terduga itu.


"Lagipula, mengapa kau memesan begitu banyak sejak awal?"


"Untuk event spesial, aku tidak ingin ketinggalan."


"Tapi itu bukan alasan untuk memesan makanan sebanyak ini.”


Sejujurnya, kami mungkin tidak akan dapat menghabiskannya bahkan jika kami saling berbagi.


“Jangan terlalu marah, Kiritani-kun.”


Nanase menyendok nasi omelet dengan sendok yang dipegangnya dan membawanya ke dalam mulutku.


“A-Apa-apaan ini secara tiba-tiba?!"


“Kamu tidak tahu apa ini?  Ini disebut memberi makan menggunakan sendok.”


“Aku tahu itu, tapi kenapa kau melakukannya?!”


"Karena para anak laki-laki suka ini."


Dia menggodaku dan memaksakan nasi omelet itu untuk masuk ke dalam mulutku.


Jantungku mulai berdebar kencang saat memikirkan tentang suapan pertamaku.


“Apakah ini enak?  Ini enak, bukan?”


"Yah, ini enak…”


"Oke, oke!  Kalau begitu, mari kita makan semuanya seperti ini!”


“Kau tidak bisa bermaksud untuk melakukan itu sejak awal— ahmmm ”



Di tengah kata-kataku, Nanase dengan paksa menyuapiku lagi.


Berkatnya, mulutku penuh.


"Kamu terlihat seperti tupai, Kiritani-kun!  Imut sekali!"


Nanase tertawa.


'Aku tidak akan pernah memaafkanmu karena mengolok-olokku, Nanase!'


Yah, suapannya sangat bagus sebenarnya, tapi…


Dan pada akhirnya, aku terpaksa memakan semua makanan yang dipesan oleh Nanase.


Nanase membantuku sedikit, tetapi akulah yang memakannya paling banyak, dan sebagai akibatnya, perutku mengalami salah satu rasa sakit yang paling parah dalam hidupku.


Serius, aku tidak bisa makan yang lain lagi sekarang...