Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pernyataan Selamat Tinggal [Vol 1 Chapter 3.6]

Goodbye Declaration Bahasa Indonesia




Chapter 3.6: Kiritani Kakeru Dan “Dia”


“Aku dulu sama seperti Kiritani-kun.”


Ketika aku mendengar kata-kata Nanase, aku tidak tahu bagaimana harus bereaksi untuk sesaat.


“Eh… Apa maksudmu?”


“Dengan kata lain, di masa lalu, aku tidak bersekolah sebanyak … atau bahkan kurang banyak darimu, Kiritani-kun.”


Aku tercengang dengan pernyataan Nanase.


"Benarkah…?"


"Itu benar.  Dan tidak seperti Kiritani-kun, yang datang ke sekolah setidaknya beberapa kali, aku bahkan tidak pergi ke sekolah sama sekali.  Aku benar-benar membolos.”


"Nanase tidak pergi ke sekolah…”


Aku tidak dapat mengatakan apa-apa karena pengakuan yang tidak terduga ini.


Aku tidak bisa membayangkan bahwa Nanase pernah membolos sebelumnya.  Aku tidak bisa membayangkannya sama sekali.


"Umm, kenapa Nanase bolos sekolah?”


Ketika aku bertanya dengan sikap tenang, Nanase berhenti sejenak sebelum menjawab.


"Kamu pernah bilang kalau sekolah di SMP itu sulit karena kamu harus menyesuaikan diri dengan suasana di sekitarmu, bukan?  Aku juga merasakan hal yang sama.”


Kemudian, Nanase menceritakan tentang masa lalunya.


Ketika Nanase masih SMP, dia benar-benar kebalikan dari dirinya yang sekarang.


Apa yang ingin dia lakukan adalah yang kedua dari apa yang ingin dilakukan orang lain, dia selalu peduli dengan orang-orang di sekitarnya, dia mengutamakan apa yang ingin dilakukan oleh teman-temannya, dan jika seseorang memintanya untuk melakukan sesuatu yang tidak dia sukai, dia tidak bisa mengatakan tidak.


Kemudian, suatu hari di tahun kedua SMP, Nanase muak dengan dirinya sendiri dan juga pada hubungannya dengan orang lain dan berhenti bersekolah sama sekali.


Setelah dia berhenti sekolah, dia hanya berdiam diri di dalam rumah sama sepertiku, bermain video game dan menonton TV sepanjang hari.


Nanase mengatakan bahwa pada saat itu, dia pikir dia tidak akan pernah pergi ke sekolah lagi.


“Jadi itu yang terjadi padamu, huh...”


“Ya, itu sebabnya aku dulu sama sepertimu.”


Nanase tersenyum, tapi senyumannya agak sedih.


Mungkin dia sedang mengingat masa lalunya saat sedang berbicara.


"Tapi, bagaimana Nanase bisa menjadi tipe orang yang ... membela dirinya sendiri setiap saat?"


"Semuanya dimulai dengan sebuah film."


Nanase langsung menjawab pertanyaanku.


"Film…?"


"Ya, film itu memberiku banyak keberanian."


Setelah itu, Nanase menceritakan tentang film yang telah mengubah dirinya.


Ayahnya tampaknya suka menonton film, dan Nanase, yang saat itu tidak bersekolah, memutuskan untuk menonton salah satu dari koleksi filmnya untuk mengisi waktu luangnya.


Karakter utama film ini adalah seorang wanita yang bercita-cita menjadi seorang novelis dan memiliki tunangan.  Wanita itu miskin dan tunangannya kaya.  Tentu saja, keluarga dan kerabatnya bersikeras agar dia menikahi tunangannya.


Tapi suatu hari, ketika tunangannya melamar wanita itu, dia menolaknya.


Dia menolaknya, dan mengatakan bahwa dia tidak berniat menikah karena dia memiliki mimpinya sendiri.


Orang-orang di sekitarnya sangat menentang gagasannya itu, tetapi pada akhirnya, wanita itu tidak menikahi tunangannya, tetapi kemudian menjadi seorang novelis.


Setelah beberapa tahun, ia menjadi seorang novelis yang sukses, menjadi kaya raya, dan dapat tinggal bersama keluarga miskinnya di rumahnya sendiri.


"Sejujurnya, kupikir itu keren untuk melihat bahwa dia lebih memilih mimpinya sendiri, bahkan jika itu berarti dia harus melepaskan kebahagiaan yang telah dijanjikan kepadanya.  Aku memujinya."


Nanase terlihat sangat senang.


Dia pasti sedang mengingat-ingat saat pertama kali dia melihat film itu.


"Jadi, kamu ingin menjadi seperti wanita yang ada di film itu yang ingin menjadi novelis, dan kamu mulai mencoba menjadi dirimu sendiri sepanjang waktu, seperti sekarang ini?"


"Ya!  Film itu jugalah yang membuatku ingin menjadi aktris Hollywood!  Itu adalah film Barat dan ada banyak aktris Hollywood terkenal di dalamnya!”


Mata Nanase berbinar saat dia mengatakan itu.


Aku yakin dia pasti memiliki tatapan seperti ini di matanya ketika dia menonton film yang baru saja dia ceritakan kepadaku.


"Kurasa aku agak lelah karena telah berbicara terlalu banyak."


Setelah jeda dalam percakapan, Nanase meregangkan punggungnya.


Pada saat itu, pakaiannya sedikit bergeser, dan perutnya hampir terlihat.


"Kiritani-kun, jika kamu melihat pusarku, kamu akan kudenda."


"Tunggu tunggu.  Aku tidak melihat pusar Nanase.”


“Itu bohong – aku bersumpah bahwa kamu barusan melihatnya.  Ngomong-ngomong, jika kamu melihat pusarku, kamu akan didenda sepuluh ribu yen.”


"Itu terlalu tinggi."


Ketika aku menjawabnya, Nanase tertawa.


Berhentilah mengolok-olok orang lain sambil bercanda!


Ketika aku sedang memikirkannya, aku tiba-tiba teringat sesuatu.


"Mungkinkah alasan Nanase sangat ingin berbicara denganku pada awalnya adalah karena kamu dulu sama sepertiku?”


“Ya, aku khawatir kalau kamu akan menjadi seperti diriku yang dulu.”


Nanase menjawab pertanyaanku dengan jelas.


Aku penasaran pada saat itu tentang mengapa anak paling bermasalah di sekolah akan peduli pada pembolos sepertiku ini? Tetapi, sekarang semuanya akhirnya jadi masuk akal.


"Terima kasih, Kiritani-kun.  Aku merasa jauh lebih baik sekarang setelah kamu datang menjengukku.”


“Um… Y-Ya.  Aku juga senang mendengarnya."


Karena keterkejutanku pada kata-kata Nanase yang tiba-tiba, aku pun jadi kesulitan berbicara.


Tolong jangan mengucapkan terima kasih secara tiba-tiba.  Aku tidak tahu bagaimana harus menanggapinya.


"Aku telah diberi tanggung jawab atas alat peraga untuk drama itu, tetapi aku akan melakukan yang terbaik!  Aku akan membuat banyak alat peraga dengan Kiritani-kun!”


“Kau tidak harus membuat banyak alat peraga, tapi … ya, mari kita lakukan yang terbaik.”


Saat aku mengatakan itu, Nanase mengangkat tinjunya ke udara, dan penuh dengan motivasi.


Aku merasa bahwa dia berencana untuk membuat 100 alat peraga, tetapi aku ingin tahu apakah aku akan baik-baik saja nantinya?


"Tapi aku iri pada Saki~ dia bisa memerankan Juliet.”


"Apa kau benar-benar ingin memainkan peran utamanya?"


"Tentu saja.  Itu adalah peran yang paling menonjol dan aku memiliki banyak dialog dan dapat banyak berakting di dalamnya."


Nanase bergumam, “betapa enaknya~"


Dia terlihat baik-baik saja, tapi dia mungkin masih belum pulih dari audisi tersebut.


"Tapi, mengapa Ayase mencalonkan diri sebagai Juliet?  Sepertinya dia tidak benar-benar ingin memainkan peran utamanya…”


Apakah itu untuk mempermalukan Nanase?


Dalam hal ini, aktingnya tidak tampak amatir, dan ada banyak hal yang menonjol.


"Kupikir Saki hanya ingin mengalahkanku."


“Maksudnya?"


Aku bertanya padanya.


"Yah, dia dulunya adalah aktris cilik yang terkenal."


"Eh!?  Benarkah!?"


Aku tidak tahu bahwa Ayase adalah seorang aktris cilik…


Tapi ini masuk akal mengapa dia bisa berakting dalam audisi sebelumnya.


"Dia populer ketika dia pertama kali memulainga, tetapi saat dia tumbuh dewasa, anak-anak lain mulai menyalipnya dalam hal kemampuan, dan pada akhirnya, dia kehilangan semua pekerjaannya.”


"Jadi begitu.  Itu adalah dunia yang keras.”


"Namun meski begitu, Ayase tidak menyerah pada mimpinya untuk menjadi seorang aktris dan mengikuti audisi untuk sejumlah peran. Tapi sayangnya, dia tidak mendapatkan peran apapun. Dan kemudian, dalam upaya terakhirnya, Saki mengikuti audisi untuk peran di Yunagi."


"Apa?!  'Yunagi' tempat dimana Nanase bekerja sekarang...?"


Nanase mengangguk kecil.


"Ya.  Pada hari yang sama saat Saki mengikuti audisinya, aku juga sedang mengikuti audisi bersamanya.  Saki tidak lulus, sedangkan aku lulus.”


"Sejak saat itu, Ayase berhenti berakting." kata Nanase.


Jadi, Ayase pasti sangat kesal dengan audisi itu ketika dia mencalonkan diri untuk peran Juliet.  Dan alasan mengapa dia selalu mengincar Nanase pasti karena audisi itu.


“Aku tidak tahu kalau kami bersekolah di SMA yang sama pada saat audisi.  Jadi aku terkejut ketika aku melihatnya untuk pertama kalinya di sekolah, dan dia juga terkejut.”


"Jadi, Nanase mulai diganggu oleh Ayase?"


"Itu sudah biasa.  Aku baik-baik saja dengan hal itu. ”


Nanase membusungkan dadanya dan membual.


Memang benar bahwa dia sepertinya selalu baik-baik saja bahkan ketika dia mendapat masalah dengan Ayase, dan jika ada, Nanase bahkan membalikkan keadaannya pada Ayase.


Tetapi dengan hal-hal seperti ini yanh terjadi, apakah dia akan tetap baik-baik saja?


“Kenapa kau begitu khawatir padaku?  Aku tidak cukup lemah untuk dicemaskan oleh orang seperti Kiritani-kun.”


"Maksudmu, aku orang yang lemah?”


Mendengar kata-kataku, Nanase balas tersenyum padaku.


Sungguh gadis yang nakal…


Tapi jika dia bisa melakukan itu, dia pasti akan baik-baik saja.


Aku seharusnya tidak perlu mengkhawatirkannya.


“Yah, kurasa aku harus segera pulang.  Aku tidak seharusnya tinggal disini terlalu lama."


"Kamu tidak perlu mengkhawatirkannya, oke? Kamu bahkan bisa menginap disini jika kamu mau, oke?"


“J-Jangan bodoh!  Aku tidak mau menginap disini!


"Ahaha, wajahmu semakin merah~”


Nanase tertawa dan menggodaku.


Aku telah diolok-olok sepenuhnya olehnya....


"Pokoknya, aku akan pulang sekarang."


"Ya, terima kasih banyak untuk hari ini!  Semoga berhasil saat Festival Seiran!”


"Ya, ya. Aku tahu."


Aku berdiri dan langsung menuju pintu.


Dia akan kembali ke sekolah besok atau lusa jika seperti ini.


“Haaa..."


Saat aku meletakkan tanganku di kenop pintu, aku mendengar apa yang terdengar seperti desahan kecil dari belakangku.


Ketika aku berbalik, Nanase memegang sesuatu di tangannya dan menatapnya dengan sedih.


Itu adalah naskah untuk "Romeo dan Juliet".


Ini adalah tahun terakhir Festival Seiran bagi kami, murid kelas 3.


Itu sebabnya Nanase ingin memainkan peran utama lebih dari yang kukira.


"Huh?  Kamu tidak jadi pulang, Kiritani-kun?"


Nanase bertanya ketika dia melihatku tidak bergerak dari dekat pintu.


Apa yang harus kulakukan?  Aku bertanya-tanya apakah ada cara lain untuk menghiburnya.


Sulit bagiku untuk menemukan cara untuk menghiburnya ketika aku tidak memiliki banyak kontak dengan lawan jenis sejak SD…!


“U-Um, Nanase, apa kau akan pergi berkeliling Festival Seiran dengan seseorang?”


"Huh? Aku selalu pergi sendiri setiap tahun."


"Sendiri!?"


“Aku bebas pergi kemana pun yang kumau.  Tapi aku tidak ingin Kiritani-kun dikejutkan olehku.  Aku yakin kamu lagi belum pernah berkeliling saat Festival Seiran dengan benar, bukan?"


"Ugh ... yah, seperti yang kau bilang."


Itu bukan karena aku belum permah melakukannya, tapi itu karena aku langsung pulang ketika kelas selesai.


“U-Um… jika kau mau…”


“Hmm?  Kiritani-kun, kamu berkeringat seperti orang gila.”


"Kau tidak perlu mengkhawatirkan itu sekarang!"


Tepat ketika kami berbicara dengan agak serius, gadis ini…


“Nanase, maukah kamu pergi … berkeliling Festival Seiran denganku?”


Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku meminta seseorang dari lawan jenis untuk pergi ke festival budaya, dan jantungku berdebar-debar tidak seperti sebelumnya.


Kemudian, mata Nanase berbinar.


'Apa-apaan reaksinga itu?'


Kupikir begitu, tapi Nanase tiba-tiba mulai tertawa.


“Hei, hei!  Kenapa kau tertawa?"


“Yah, aku tidak pernah menyangka bahwa Kiritani-kun akan mengajakku kencan seperti itu.”


 Aku tidak mengerti sama sekali…”


Aku sudah sangat gugup saat mengajaknya berkencan, tapi dia malah menertawakanku... Dia terlalu berlebihan, gadis ini!


"Tentu!  Ayo kita berkeliling Festival Seiran bersama-sama!”


"Apa?  Apa kau yakin?"


"Tentu saja!  Tidak ada alasan bagiku untuk menolaknya!"


“A-Aku mengerti…”


Aku merasa sedikit lega ketika Nanase mengatakan itu padaku.


Aku akan mencoba membuat Festival Seiran menjadi begitu menyenangkan sehingga Nanase akan lupa bahwa dia tidak bisa memainkan peran Juliet lagi.  Aku tidak tahu apakah aku bisa melakukannya atau tidak, tetapi aku akan mencobany...


“Kurasa Kiritani-kun membuatku menjadi semakin menantikan Festival Seirannya.”


"Aku senang mendengarnya.  Jadi aku akan pulang sekarang.”


"Ya, terima kasih.  Sampai jumpa lagi."


Nanase melambaikan tangannya dengan manis.


“Sampai jumpa lagi, Nanase.”


Aku balas melambai dan berjalan keluar dari kamarnya.


Pada saat itu, Nanase terkikik dan tersenyum bahagia.