Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Teman Masa Kecilku Yang Terimut Di Dunia [Chapter 49]

Forever And Always, My Childhood Friend Is The Cutest Girl In The World Bahasa Indonesia




Chapter 49: Penggemar Nomor Satu di Dunia


[POV Rin]


Sejak hari itu, aku mulai bertingkah lebih proaktif di sekitar Tohru-kun


Aku terkejut bahwa aku memiliki sisi tegas pada diriku sendiri, itu seperti mendorong diriku lebih dulu ke Tohru-kun.


Aku membuatkannya bento dan kami makan siang bersama. Kami pulang dari sekolah bersama. Kami pergi melihat bioskop bersama. Kami kembali ke tempat burger dan makan disana lagi, aku dengan santai mencoba untuk menutup celah diantara kami. Kami berpelukan. Dan ketika Tohru-kun menjadi lelah karena terus menulis, aku akan membiarkannya beristirahat di pangkuanku.


Menjadi tegas seperti ini artinya aku harus benar-benar berani dan itu membuat hatiku berdetak sangat kencang. Dan meskipun begitu, aku merasa sangat bahagia. Aku sekarang bisa melakukan banyak hal yang tidak pernah kusangka akan kulakukan bersama Tohru-kun. Aku bisa merasakan aroma, hangat dan kehadirannya lebih daripada sebelumnya. Aku telah terlalu lama menantikan hal ini, karena keinginan ini tersembunyi jauh di dalam dadaku sejak dulu.


Sekarang, aku tahu bagaimana perasaan Tohru-kun, dan aku pun membulatkan pikiranku. Aku tidak perlu menahan diriku lagi. Bendungan itu pun akhirnya hancur dan semburan emosi telah menerobos keluar. Kurang dari satu bulan, celah di antara kami telah diperkecil secara signifikan. Aku yakin perubahan sikapku yang tiba-tiba ini pasti mengejutkan Tohru-kun, tapi dia menerimanya dengan sepenuh hati. Dan itu membuatku senang karena bisa menghabiskan waktuku setiap hari seperti ini, dan mungkin suatu hari nanti, dia akan tersadar dengan sendirinya.


Aku ingin Tohru-kun sadar pada perubahan ini dengan sendirinya, itulah mengapa aku mulai melakukan ini. Itu membuatku sangat bahagia, seolah-olah kami saling mengerti perasaan satu sama lain. Sangat jelas bahwa kami saling mencintai satu sama lain...


Tapi aku tidak akan mengakui perasaanku lebih dulu kepadanya. Itu terasa seperti Tohru-kun tidak ingin berpacaran denganku sekarang. Mengingat karakternya, tidak mungkin dia tidak akan sadar pada semua yang telah kulakukan, terutama mengingat betapa jelasnya itu. Tohru-kun terkadang agak keras, tapi dia bukanlah seorang protagonis di Syosetu yang sama sekali tidak menyadari segalanya.


Itu artinya, masih ada alasan lain mengapa dia lebih memilih untuk tidak mengembangkan hubungan kami meskipun dia sudah dengan jelas melihatnya. Tohru-kun bukan orang yang malu untuk menunjukkan perasaannya, dia selalu mengatakan apa yang ada di dalam pikirannya. Itu berarti ada beberapa halangan lain yang menghalanginya, aku yakin itu.


***


Akhir-akhir ini, Tohru-kun terlalu memaksakan dirinya sendiri. Dia tiba-tiba meningkatkan frekuensi update ceritanya. Satu chapter sehari saja sudah berat, jadi lebih dari itu jelas tidak masuk akal. Ya, jelas sekali, pasti ada sesuatu yang mempengaruhinya. Di pagi dan sore hari itu, Tohru-kun terlihat lelah dan lelah sekali. Jika ini terus berlanjut, ada kemungkinan besar bahwa dia akan ambruk.


Kenapa Tohru-kun tiba-tiba  memaksakan dirinya? Mungkinkah itu ada hubungannya dengan perubahan perilakuku baru-baru ini.


Bagaimanapun, firasatku sepertinya benar, dan tepat sasaran. Itu ketika aku mengunjungi rumah Tohru-kun untuk pertama kalinya sejak lama sekali.


Di kamarnya, aku melihat pesona "Realization of Dream" yang tergantung di lampu mejanya, dan saat itulah semuanya masuk ke tempatnya untukku. Aku mulai mengikuti jalan pikirannya. Aku yakin dia sedang membandingkan dirinya sendiri dengan yang lain. Dia biasanya tidak seperti ini, tapi berada dalam pertempuran terus-menerus dalam ranking Syosetu mungkin akan membalikkan tuas yang ada di dalam dirinya. Apakah mungkin dia sedang membandingkan dirinya sendiri denganku?


Maksudku, itu memang benar bahwa dalam hal nilai, aku memang lebih tinggi. 'Jika aku ingin mengejar levelnya, aku harus menjadi seorang author secepat mungkin'. Apakah mungkin dia jatuh ke dalam pikiran yang seperti itu? Jika itu masalahnya, mengapa dia terlalu memikirkannya...?


Aku tidak pernah benar-benar peduli dengan status Tohru-kun, karena sikapnyalah yang kusuka darinya. Selain itu, karena Tohru-kun juga, aku jadi bisa menjadi seperti sekarang ini. Itulah kenapa, membandingkan dirinya sendiri denganku sepertinya agak kontraproduktif bagiku. Itu sebabnya dia tidak perlu memaksakan dirinya sendiri, dan bahkan, aku juga tidak ingin dia terlaku memaksakan dirinya sendiri.


"Maksudku, aku tahu kita membuat janji bahwa kamu akan menjadi seorang author suatu hari nanti dan aku akan menjadi orang pertama yang membaca bukumu."


Aku berada di tempat tidurnya, memeluk tubuhnya yang lebar saat aku mengatakan itu.


"Lebih dari apapun, aku hanya ingin kamu sehat dan bahagia."


Aku menaruh kekuatan pada setiap kata-kataku.


"Itulah kenapa... kumohon... jangan terlalu memaksakan dirimu, oke...?


Tohru-kun terus meminta maaf saat dia mendengar permohonanku. Dia meminta maaf karena dia telah membuatnya khawatir, bahwa dia tidak menyadari bahwa dia telah menyakiti orang lain karena mendorong dirinya sendiri terlalu keras.


"Tolong jangan salahkan dirimu sendiri seperti ini."


Karena itu semua salahku.


"Selain itu... melihat Tohru-kun bekerja sangat keras, membuatku senang juga. Dan itulah mengapa aku juga merupakan bagian dari masalahmu."


Itu sebagian merupakan salahku juga karena Tohru-kun telah memaksakan dirinya terlalu banyak. Itu sebabnya aku mengatakan itu. Jika dia tidak bekerja keras, maka dia tidak akan hancur.


"Sebelum memikirkan tentangku, kamu seharusnya memikirkan tentang dirimu sendiri dulu. Raihlah mimpimu untuk dirimu sendiri dan bukan untuk orang lain."


Setelah mendengar permohonanku, Tohru-kun membuat janji.


"Aku akan menulis dengan tempoku diriku sendiri mulai sekarang."


Kata-kata itu memberikan ketenangan di dalam pikiranku, aku bisa merasakan sesuatu berubah di dalam diriku. Aku ingin hubungan ini terus berlanjut bahkan setelah dia menjadi seorang author. Laki-laki yang tampak sombong melebihi kepercayaan dirinya sendiri. Meskipun aku tidak terlalu mengerti itu, tapi aku harus menghargai fakta itu. Karena berdasarkan emosi itu, mencoba untuk meniadakannya secara logis tidak ada gunanya. Itu sebabnya Tohru-kun harus merasa puas. Itu sebabnya dia memaksakan ini pada dirinya sendiri.


Namun, setelah ini, aku akan bersantai dengan jarak di antara kami. Ini akan baik-baik saja. Mimpinya tidak butuh waktu lama untuk terwujud. Satu langkah lagi dan dia akan berada disana. Aku telah melihatnya berkembang setiap hari, aku tahu bahwa dia bisa. Itulah mengapa aku akan terus menunggu. Dan untuk sementara, kupikir ini akan baik-baik saja, namun hal itu terjadi...


***


"Rin, kupikir aku akan berhenti mencoba untuk menjadi seorang author."


Momen saat dimana aku mendengar kata-kata itu, itu terasa seperti dunia tiba-tiba menjadi gelap.


"Apa kamu... bercanda?"


Dia menggelengkan kepalanya dan mulai menjelaskan. Dia belum menulis apa pun dalam tiga hari terakhir. Kondisi fisiknya memburuk karena dia terus memaksakan dirinya terlalu banyak.


"I-itu tidak seperti kamu akan berhenti menulis seumur hidup! Setelah seminggu... mungkin sebulan, kamu akan bisa mulai menulis lagi. Sampai saat itu tiba, kamu bisa beristirahat..."


Saat aku mau menyelesaikan kata-kataku, dia menaruh tangannya di tanganku dan menggelengkan kepalanya.


"Tidak apa-apa..."


Tohru-kun terus mengatakan dia sudah puas dan dia merasa lelah. Layaknya tangki air dengan lubang di dalamnya, kata-katanya terus mengalir keluar. Untuk dapat dipublikasikan, dia terus menganalisa ranking dan trend dan terus menulis. Perlahan tapi pasti, dia kehilangan dorongan awal dan kesenangan yang dia miliki awalnya. Dia juga lupa bagaimana caranya menulis untuk dirinya sendiri dan bahkan tidak tahu apa yang dia inginkan ketika ia terus-menerus membuat cerita menarik yang bagi para pembaca. Tubuhnya menolak untuk menulis untuk orang lain dan lagi, dia masih tidak tahu apa yang dia inginkan secara pribadi. Pada akhirnya, masalahnya datang pada menulis itu sendiri.


Segalanya mungkin berjalan dengan baik jika ada hasil nyata, tapi sejauh ini tidak ada satu pun. Dia bilang bahwa dia sepenuhnya telah sadar bahwa dia bukanlah apa-apa jika dibandingkan penulis rata-rata dan tidak memiliki sisi jenius sama sekali. Itu mungkin butuh upaya selama bertahun-tahun, dekade hingga akhirnya bisa menerobos, namun dia tidak punya kekuatan yang tersisa untuk terus melakukan marathon yang panjang itu. Dia sudah cukup mengabiskan begitu banyak waktu dan upayanya pada sesuatu yang tidak menyenangkan dan tidak menghasilkan hasil apa pun.


Tohru-kun memberitahuku bahwa dia akan lebih menggunakan waktu itu untuk hal lain yang lebih berarti baginya. Lima tahun membangun rasa sakit, pikiran dan masalah akhirnya mendidih. Dengan setiap kata, suasana semakin tegang karena wajahnya semakin acak-acakan.


Di samping itu, aku tercengang. Aku tidak menyadari bahwa Tohru-kun sangat menderita, dimana dia merasa sangat terpojok. Aku selalu bersamanya setiap hari, membaca chapter terbarunya saat mereka dirilis. Kupikir aku mengetahui segala tentangnya. Karena aku adalah teman masa kecilnya. Aku merasa sangat marah, tapi kebanyakan pada diriku sendiri.


"Mulai dari sekarang, daripada menghabiskan waktuku untuk menulis, aku akan menghabiskan waktuku untuk bersamamu, Rin."


Ketika dia mengangkat tangannya, aku melihat ekspresi kacau yang belum pernah kulihat.


"Seperti yang kau katakan Rin, aku harus meluangkan lebih banyak waktuku jika aku ingin menjadi penulis yang lebih baik. Tapi aku lebih memilih menggunakan waktu itu untukmu Rin."


Mendengar kata-kata itu sendirian seharusnya membuatku sangat bahagia, tapi aku tidak ingin kesenangan ini menjadi hasil dari pengorbanan mimpinya sendiri. Pada akhirnya, keinginan Tohru-kun diprioritaskan untuk bisa menghabiskan lebih banyak waktunya bersamaku ketimbang mengejar mimpinya sendiri.


"Siapa tahu, mungkin bertahun-tahun atau dekade akan terlewat, dan kau tahu, jika aku berubah pikiran, aku mungkin akan mulai menulis lagi."


Sepertinya dia sudah menyerah. Aku tidak mengatakan apa-apa saat aku terus memikirkan sebuaj solusi. Jika Tohru-kun baik-baik saja dengan itu, maka aku akan menghargai pilihannya itu, tapi ekspresi wajahnya...


"Tapi sekarang, lebih dari apapun, kau adalah prioritas utamaku, jadi..."


Itu bohong. Jika Tohru-kun memberitahu yang sebenarnya, dia tidak akan pernah membuat wajah seperti itu. Itu senyuman yang dipaksakan, itu sangat bohong. Tohru-kun yang asli...


"Itu sebabnya aku akan berhenti menul-."


... tidak akan pernah melakukan itu!


"Jangan pernah berpikir untuk berhenti!"


Aku terkejut bagaimana kerasnya aku berteriak. Aku memasrahkan diriku pada emosiku saat kata-kataku terus keluar.


"Ya, berbohong. Kamu berbohong pada dirimu sendiri. Semua pembicaraanmu tentang 'aku sudah puas' dan 'ini baik-baik saja' itu semua adalah kebohongan."


Dia tidak menyerah sama sekali, dia tetap ingin menjadi seorang author.


"Kamu pasti belum merasa cukup dan kamu pasti belum puas. Apa yang sebenarnya kamu pikirkan adalah 'ini masih belum cukup' dan 'ini tidak baik-baik saja'."


Dia ingin terus menullis, aku tahu itu, jadi aku terus berbicara.


"Itu sebabnya semua yang kamu katakan sama sekali tidak benar. Apa yang sebenarnya ingin kamu katakan adalah..."


"Hentikan, aku baik-baik saja."


Ada sedikit kemarahan di wajahnya, sesuatu yang langka baginya.


"Aku merasa sudah cukup dan aku sudah mencoba yang terbaik. Aku sudah puas dan siap untuk berhenti."


Itu bohong. Kapanpun Tohru-kun berbohong, dia selalu berkedip sangat banyak. Dia tidak bisa menerima kenyataan, dia tidak manu menyerah sekarang. Dengan penuh keyakinan, aku mulai berbicara lagi.


"Kenapa Tohru-kun? Kenapa kamu terlihat sangat kesakitan?"


Kata-kata itu adalah dorongan terakhir.


"Aku mengerti..."


Dengan itu, tangisan tidak berhenti keluar.


"Kupikir aku akhirnya mengerti."


Itu tidak berhenti sama sekali. Tohru-kun akhirnya melepaskan semuanya keluar, dan menegangkan suaranya saat melakukannya. Di kepalanya, dia ingin menyerah, dia pikir itu hanya membuang-buang waktunya, tapi di dalam hatinya, dia masih belum menyerah sama sekali, drive itu masih ada. Itulah inti dilemanya.


Setelah ribuan, jutaan karakter, dia sadar bahwa dia tidak punya bakat dan hasilnya akan tetap sama apa pun yang terjadi. Tapi meskipun begitu, dia tetap ingin menjadi seorang author. Dia ingin mencapai hati para pembaca dan memberikan mereka cerita yang bisa mereka nanti-nantikan. Dia bisa terus maju dengan itu sebagai satu-satunya pendukungnya, tapi sekali itu menghilang, hatinya mulai hancur.


"Aku tidak bisa menulis lagi..."


Aku bisa mendengar tangisannya.


"Aku tidak mau menulis lagi..."


Dia terdengar seperti anak kecil yang tersesat.


"Aku hanya merasa sangat lelah..."


Suaranya sangat tipis, seolah-olah itu bisa menghilang kapan saja. Setelah mendengar semuanya, dadaku drop dan aku berpikir.


'Ah, Tohru-kun, sayangku, Tohru-kun.'


Dia sama sekali belum menyerah. Dia telah berdamai dengan dirinya sendiri, penerimaannya, penderitaannya dan perjuangannya. Namun, dia masih terus menggenggam dan mencoba meraihnya. Itulah sebabnya dia tidak baik-baik saja. Aku memiliki keyakinan. Saat ini, dia hanya merasa lelah, dia tidak melihat tujuannya jadi dia berhenti. Tapi aku bisa melihatnya, dan itu sangat dekat. Karena penglihatan terowongannya, Tohru-kun tidak bisa melihat apa-apa.


Itulah sebabnya aku akan memandunya menuju tujuannya, sekarang karena aku telah menyadarinya, itu mudah. Ini adalah akhir dari hubungan yang tak terlihat di antara kami.


Mulai dari sekarang, aku bukanlah Nira, melainkan Rin Asakura. Aku akan mendukung Tohru-kun dan memberitahunya bahwa itu tidak apa-apa. Perempuan yang tidak memiliki sifat penebusan dan selalu melihat ke bawah akan memberitahu Tohru-kun bahwa semuanya akan baik-baik saja. Aku akan menyelamatkan hatimu kali ini, bahkan jika itu lancang. Aku meluruskan punggungku, saat aku mengembalikan kesadaranku.


"Terima kasih karena telah memberitahuku tentang perasaanmu."


Tohru-kun mengangkat wajahnya. Aku mengatakan kata-kata yang telah menyelamatkanku berkali-kali dari keputusasaan.


"Semuanya akan baik-baik saja."


Aku mulai menggerakkan tubuhku.


"Tohru-kun bukan seseorang yang akan hancur semudah itu."


Kebaikan dan rasa terima kasih ini, entah bagaimana aku akan memberikannya padanya.


"Aku tahu seberapa kuatnya dirimi."


Aku terus memberitahu Tohru-kun tentang perasaan jujurku saat aku menyelimuti punggungnya dengan tanganku.


"Tohru-kun adalah seseorang yang bisa menghadapi kesalahannya dan menjadi lebih kuat karenanya."


Aku dengan lembut membelai punggungnya, seolah-olah itu adalah benda yang rapuh.


"Kamu itu lebih kuat dan lebih menakjubkan daripada yang kamu bayangkan. Aku tahu itu lebih dari siapa pun."


Aku mulai berbicara dengan perasaan jujurku.


"Itulah mengapa, semuanya pasti akan baik-baik saja."


Semuanya benar-benar akan baik-baik saja.


"Setelah kamu beristirahat, aku yakin kamu akan kembali dengan kekuatan penuh. Dan saat itu terjadi, kamu akan terus berlanjut sampai kamu menjadi seorang author."


"Bagaimana kau tahu...?"


Aku tidak tahu dari mana semua kepercayaan diri ini berasal.


"Aku tahu kalau itu pasti akan terjadi."


Aku terus memeluknya dengan erat saat suaranya terus bergetar. Dan kemudian...


"Itu karena aku..."


Otakku berkedip kembali, kembali pada saat dimana kami pertama kali melangkah ke mimpi ini bersama-sama. Kembali ke masa lalu, dan aku mengingat kejadian ketika kami berada di perpustakaan berduaan setelah pulang sekolah. Sambil memegang selembar kertas tulis yang penuh dengan hiragana, aku mengingat betapa semangatnya Tohru-kun. Itu benar-benar sangat nostalgia, yang mengingatkanku kembali tentang saat itu.


"... adalah penggemar terbesar Tohru-kun."