Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pria Yang Menolak Diasuh Oleh Kakak Yang Cantik [Vol 1 Chapter 1.1]

A Man Who Doesn't Want To Be Fed By A Beautiful Onee-san Bahasa Indonesia


Chapter 1.1: Onee-san Menjemputku


"Terima kasih banyak."


Malam itu, aku seperti biasa berada di tempat kerja paruh waktuku, saat aku melihat jam yang dipakai pelanggan hampir menunjukkan pukul 22 malam.


"Sudah hampir waktunya dia datang..."


Dan tepat setelah aku memikirkannya, pintu otomatis terbuka dan suara bel yang mengumumkan datangnya pelanggan baru berdering.


"Selamat datang."


Ketika aku berbalik, aku bisa melihat sosok seorang wanita.  Dia mengenakan rok biru tua dan kain krem ​​​​musim semi, yang cocok untuk usianya ... yang mungkin berada di paruh pertama usia 20-an, dengan tinggi sekitar 150 lebih setengah inci, memiliki rambut panjang dan langsing.  Dia memancarkan suasana yang sedikit hangat dengan ekspresi tenangnya.  Itu benar, onee-san ini adalah orang yang telah aku tunggu-tunggu, dia adalah onee-san cantik yang diam-diam aku rindukan.


Itu karena dia ... adalah orang yang cantik ...


Sudah setahun sejak aku memulai pekerjaan paruh waktu, tepatnya sekitar di waktu yang sama ketika aku memasuki SMA. Dia selalu datang sini, khususnya ketika aku yang sedang berjaga.  Karena dia selalu datang setiap hari, aku jadi berpikir bahwa mungkin di hari-hari dimana aku sedang tidak ada, dia juga datang, tetapi pekerja lain mengatakan kepadaku bahwa dia tidak datang ketika aku sedang off.  Mendengar hal itu membuatku memiliki beberapa harapan, dimana aku mulai berpikir bahwa mungkin dia datang kesini hanya untuk menemuiku.


'Tidak, tidak, tapi memangnya kenapa jika aku berharap...?'


Sambil menghela nafas, dia datang ke kasir dengan puding di tangan yang selalu dia beli.


"Terima kasih banyak."


Aku mengambil barang yang dia bawa dan kami pun melanjutkannya dengan pembayaran.


'Apa kau sangat menyukai puding ini?"


"…?!"


"Yah, kau membelinya setiap hari. Dan sebenarnya, aku juga menyukainya."


Aku menguatkan diriku dan mulai berbicara dengannya, tetapi dia terus diam tanpa bersuara.


"Itu..."


Yah, tentu saja dia akan terkejut jika ada seseorang yang mengajaknya berbicara dengan begitu tiba-tiba… Karena kami bertemu setiap hari, jadi kurasa kami akan bisa menjadi dekat meskipun aku tahu peluangnya sangat sedikit… Agh, aku jadi merasa malu karena memiliki harapan seperti itu.  Tapi, saat itulah aku menerima sedikit kejutan ketika aku memberinya kembalian.


"Ah..!?"


Ketika tanganku menyentuh sedikit tangannya, dia mengeluarkan suara kecil, dan segera setelahnya, onee-san itu ambruk jatuh ke tanah.


"Ah, pelanggan!!?"


Koin-koinnya jatuh berserakan di tanah, dan aku bergegas menghampirinya.


"Apa kau baik-baik saja!?"


Aku mengangkatnya sedikit dari tanah dan mulai berbicara dengannya dengan putus asa, dan setekah melakukan itu, dia mulai membuka matanya, tapi...


"Nn..."


"…!?"


"T-Tidak mungkin…"


Apa? Kenapa? Ketika dia melihatku, ekspresinya berubah menjadi sangat merah dan dia mulai kehilangan kesadaran.


"Pelanggan!!  Sadarlah!"


Aku tidak tahu apa yang sedang terjadi padanya, tapi ketika dia bangun lagi, dan mata kami bertemu lagi, dia...


"Nn..."


"Apa kau tidak apa-apa?  Apa perlu kupanggilkan ambulans...?!"


"T-Terlalu banyak kebahagiaan ... I-Ini idak mungkin..."


Kenapa!?  Dia baru saja bangun!  Tapi yang dia maksud dengan terlalu banyak kebahagiaan?! Dan apanya yang tidak mungkin!?!


"Pelanggan, Pelanggan!!"


Aku merasa putus asa, karena menurutku situasi ini sangat buruk, dia selalu tersadar dan pingsan lagi secara berulang-ulang.  Apalagi tidak ada orang lain di toko ini, hanya teriakanku saja yang bergema berulang kali.


"Nn..."


"Tolong pertahankan kesadaranmu!  Aku akan segera meminta bantuan…!"


"Sekarang ... aku bisa mati dengan tenang..."


Tolong jangan mati!  Akan jadi masalah nanti jika kau mati di tanganku!


Sekarang setelah memikirkannya, aku hanya bisa melihatnya sebagai adegan komedi ... tetapi, aku benar-benar merasa putus asa karena ketika aku memeganginya, dia terus pingsan berulang kali.  Dan setelahnya, manajer toko bergegas turun ke tempat dimana kami berada.


"Ichinose-kun, apa yang sedang terjadi disini!?"



"Onee-san ini tiba-tiba pingsan..."


"Aku akan segera memanggil ambulans, tolong terus pegangi dia!"


"Baik."


Setelah menjawabnya, aku mengembalikan pandanganku padanya.


"Are?"


Saat aku melakukan itu, pandanganku jatuh pada kalung yang tergantung di lehernya.


"Itu ... di mana aku pernah melihatnya, huh...?"


Aku memikirkan hal itu sementara kami menunggu ambulans yang datang 15 menit kemudian.  Selama waktu itu, setiap kali dia bangun, dia selalu mengatakan hal-hal seperti "mimpiku menjadi kenyataan..." "lebih erat lagi..." atau "Aku tidak peduli tentang apa pun lagi..." dia hanya mengatakan hal-hal yang tidak dapat kupahami sambil terus kehilangan kesadarannya.  Itu terjadi beberapa lusin kali ... dan itu adalah 15 menit yang cukup melelahkan.


***


Setelah melihat Onee-san dibawa pergi dengan ambulans, sudah waktunya aku untuk pulang, jadi aku pergi ke ruang ganti untuk berganti pakaian.


'Aku ingin tahu apakah dia akan baik-baik saja...'


Dia pingsan segera setelah aku memberinya uang kembalian, itu tidak terlihat seperti sesuatu yang istimewa sedang terjadi padanya, dan itu juga tidak seperti dia telah melakukan sesuatu yang istimewa terhadapku. Dia hanya mengatakan hal-hal yang tidak dapat kupahami dan dia juga tampak seperti tidak tahu apa-apa ... dia agak mengkhawatirkan, kuharap ketika lain kali aku melihatnya, dia sudaj baik-baik saja.  Aku pun meninggalkan ruang ganti sambil memikirkan hal itu, dan ketika aku melangkahkan kakiku ke ruang istirahat...


"Ichinose-kun!  Ini menyebalkan!"


'Apa yang sedang terjadi sekarang?'  Ketika aku sedang memikirkan hal itu, manajer menyalakan TV.


"Ini, lihatlah!"


"Hmm?"


Apa yang ada di TV adalah berita. Sepertinya seorang WN Jepang telah menghilang di zona perang di luar negeri, baik penyiar pria maupun wanita terus menyiarkan tentang berita tersebut.


"Hari ini sekitar pukul 10:00 waktu nasional, sebuah situs berita luar negeri menunjukkan informasi tentang seorang WN Jepang yang menghilang di zona perang.  Ichinose Kasumi-san, 40 tahun, telah melakukan panggilan telepon 3 hari sebelumnya kepada sesama rekan jurnalis dan tampaknya itu adalah kali terakhir mereka dapat menghubunginya. "Mungkin ini akan memerlukan beberapa waktu." begitulah katanya dalam panggilan terakhirnya dengan nada yang sangat gembira."


Ketika dia selesai mengatakan itu, wanita yang berada di sebelah pria yang membuat pengumuman itu mulai berbicara dengan aneh.


"Kata "Mungkin ini akan memerlukan beberapa waktu." cukup menarik."


"Rekan-rekan jurnalisnya tampaknya tidak peduli dan mengatakan bahwa "itu akan baik-baik saja jika kita meninggalkannya sendiri." dan mengesampingkan apa maksud yang sebenarnya… Bukankah itu mengkhawatirkan?  Ya, kami akan terus menginformasikan perihal kabar ini."


Ketika aku melihat berita itu, aku menghela nafas secara tidak sengaja.


"Orang itu, bukankah itu ayahmu?"


"Ya ... Tidak diragukan lagi dia adalah ayahku."


Itu benar, jurnalis yang hilang di zona perang, Ichinose Kazumi, adalah ayahku.  Yah, siapa pun yang mendengar sesuatu seperti itu pasti akan khawatir.  Tapi perasaanku sama dengan rekan-rekan jurnalis ayahku, aku sama sekali tidak merasa khawatir padanya, justru hal yang paling tepat adalah mengatakan sesuatu seperti "Lagi...?"  Ini bukan pertama kalinya ayahku tersesat, yah walaupun ini adalah pertama kalinya dia masuk ke dalam berita.  Ditangkap oleh orang tak dikenal, lalu diikat kaki dan tangannya, kemudian dilepaskan dan pulang ke rumah.  Dia bahkan berada pada tingkat dimana dia ragu apakah hobinya sudah ketahuan atau tidak.


Misalnya, dia pergi ke zona perang agar sengaja ditangkap oleh beberapa organisasi radikal, lalu memperdalam persahabatannya dengan mereka, dan kemudian dibiarkan hidup atau dipaksa mempertaruhkan lehernya dalam pertempuran antar suku… ada beberapa kisah seperti itu.  Ketika aku SD, pernag teman-teman ayahku mengunjungi rumahku, dan ketika mereka mendengar cerita itu, mereka mengatakan bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan, mereka mengatakan kepadaku bahwa aku harus bersabar.  Sekarang setelah aku mengingatnya, aku hanya bisa menghela nafas.


"Bagaimana harus mengatakannya ... Yah, maaf telah membuatmu khawatir."

[TL: Dia ngasih tahu maksud sebenarnya dari perkataan terakhir ayahnya di TV.]


Ketika aku mulai bekerja di toko ini, manajer bertemu dengan ayahku untuk memverifikasi dari mana aku berasal, jadi aku dapat meyakini bahwa dia sedang mengkhawatirkan ayahku.


"Di kediaman Ichinose hanya ada ayah dan anak, bukan?"


"Ya, orang tuaku sudah bercerai."


Hmm, kenapa?  Manajer mulai berbicara dengan nada kasihan kepadaku.


"Maaf, tapi ... bisakah kau berhenti dari pekerjaanmu mulai hari ini?"


"Kenapa?"


Berhenti...? Tunggu...


"Bukankah itu berarti aku dipecat...?!"


Manajer itu mengangguk kecil.


"Aku tidak bisa mempekerjakan anak SMA yang tidak memiliki izin dari orang tuanya, bukan?"


"Ehh... Tolong tunggu sebentar!  Ini bukan berarti aku tidak memiliki izin dari orang tuaku, dia hanya tersesat!  Dia telah melalui hal yang sama berkali-kali sebelumnya, dan dia selalu berakhir dengan kembali ke rumah!"


"Jadi, kau tetap ingin bekerja tanpa kehadiran dari orang tuamu?'


"I-Itu..."


Manajer melanjutkan seolah-olah dia berada dalam masalah.


"Ichinose-kun, aku tahu kau sudah berusaha keras dan kau ingin melanjutkannya, benar?  Tapi saat ini, situasinya sangat tidak memungkinkan bagiku untuk mengatakan "Aku mengerti." Akhir-akhir ini kantor pusat sangat ketat, kau tahu."


Bisa dibilang bahwa sudah tidak ada lagi yang bisa kulakukan untuk menjawabnya. Jika aku ingin terus melanjutkan bekerja di sini, maka itu akan menjadi masalah bagi tokonya.

[TL: Mungkin disana ada hukum yang melarang mempekerjakan anak di bawah umur tanpa pengawasan dari orang tuanya.]


"Jika ada sesuatu yang lain selain pekerjaan di toko, aku dapat memberitahumu nanti..."


Dia pasti berpikir bahwa apapun yang kukatakan, tidak akan berguna.


"Aku mengerti ... terima kasih banyak untuk segalanya hingga hari ini."


"Ya, kuharap ayahmu bisa pulang dengan selamat."


Setelah mendengar suara lelah itu, aku kembali ke ruang ganti dan mulai membereskan barang-barang pribadiku.


Dan suatu hari di bulan Mei tahun kedua SMA-ku, aku dipecat dari pekerjaan paruh waktuku.