Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sekali Kepercayaan Itu Hancur, Maka Habislah Sudah [Chapter 4]

Once Trust Is Broken, It Can’t Be Regained – No Matter What You Say Now, It Won’t Affect Me Bahasa Indonesia




Chapter 4: Suaraku Tidak Didengar Hari Ini


[POV Ruri]


Murid perempuan yang diduga telah dilecehkan oleh Renya telah ditangkap.  Rupanya, dia dan teman-temannya melakukannya hanya untuk bersenang-senang.  Aku tidak peduli apa alasannya, tetapi ketika aku mendengarnya, darahku langsung mendidih.

[TL: Pranknya gak ngotak.]


'Renya tidak melakukannya! Tapi mengapa dia tega mengatakan hal seperti itu!'


Ternyata itu adalah tuduhan palsu, sehingga banyak orang yang meminta maaf kepada Renya.  Semua orang di klub sepak bola juga telah meminta maaf kepadanya dan mencoba meyakinkannya untuk kembali bergabung ke dalam klubnya, tetapi dia menolak, dan mengatakan bahwa dia ingin berkonsentrasi belajar untuk ujian.


Renya telah menerima permintaan maaf dan sepertinya tidak marah, tapi hanya itu saja.  Jika seseorang berbicara kepadanya, dia akan menanggapinya secara normal, tetapi ekspresinya tidak pernah berubah, dan dia tidak pernah berbicara duluan dengan siapa pun.  Dia memperlakukan semua orang dengan cara yang sama.  Bahkan kepada kami, teman masa kecilnya, kami diperlakukan seolah-olah kami adalah orang asing baginya.


Pada hari dimana aku mengetahui kebenarannya, aku mendatangi kamar Renya dan meminta maaf.  Aku akan melakukan apa saja asalkan aku bisa dimaafkan olehnya, dan bisa kembali seperti semula.  Aku tidak peduli jika dia memukulku. Dan bahkan jika dia meminta tubuhku, aku bersedia memberikannya padanya.


Permintaan maafku diterima dengan mudah.  Tapi cuma itu saja.  Dia tidak meminta apa-apa, dan dia tidak menertawakanku seperti dulu.  Kupikir dia marah kepadaku atas apa yang telah kulakukan, tetapi aku salah.  Dia sudah tidak memiliki emosi apa-apa lagi terhadapku.  Tidak peduli berapa kali aku meminta maaf, itu tidak bisa mengubah sikap Renya, yang meskipun telah memaafkanku, tapi tidak memiliki emosi apa-apa setelahnya.  Aku meminta maaf, dan dia memaafkanku, hanya itu saja.  Bahkan jika aku ingin kembali seperti dulu, itu tidak akan mungkin terjadi kecuali Renya kembali menjadi seperti dulu.  Kata-kataku tidak dapat mencapai hatinya, yang mulai memperlakukan orang asing, teman sekelas, teman masa kecil, anggota keluarga, dan semua orang dengan cara yang sama.


Bahkan ketika saya mengundang Renya, yang sedang membaca sepanjang waktu seperti yang dia lakukan ketika dia diasingkan, untuk bermain denganku, ekspresinya tidak berubah sedikit pun.  Sebaliknya, dia menolakku karena ada buku yang ingin dia baca. Bagi Renya, aku, teman masa kecilnya yang telah dikenalnya selama lebih dari 10 tahun, telah menjadi orang asing yang bahkan tidak lebih berharga dibandingkan dengan sebuah buku yang ingin dia baca.


Aku tidak ingin hubungan kami berakhir seperti ini, jadi aku bertanya kepada ibu Renya tentang sekolah mana yang ingin dia tuju, dan aku mengikutinya bersama dengan teman perempuan masa kecilku yang lain. (Teman masa kecil laki-laki yang lain tidak memenuhi syarat secara akademis)


Ketika aku mendengar dia berbicara dengan teman-teman sekelasnya tentang sepak bola, aku berharap semuanya akan kembali seperti dulu, tetapi ternyata tidak.


“Aku merindukanmu, Renya…”


Hari ini pun, suaraku tetap tidak bisa mencapai Renya.