Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Tidak Ada Yang Percaya Padaku [Chapter 13]

No One Believed Me. If You Say You Believe Me Now, It’s Too Late Bahasa Indonesia




Chapter 13: Ibu tiri


"Aku pulang."


Aku diantar pulang oleh Shinozuka dan Saeko-san.


Shinozuka dan aku berjalan pulang bersama, sambil menyembunyikan rasa malu kami satu sama lain.


Saeko-san tidak mengatakan apa-apa.  Dia kelelahan, tetapi dia diam-diam tetap mengawasi kami.


Ketika aku mengucapkan selamat tinggal kepada mereka dan membuka pintu depan rumahkh, aku menemukan ibu tiriku sedang berdiri di sana.


Dia memasang ekspresi pahit di wajahnya.


“Selamat datang kembali ……, Makoto, kenapa kamu tidak memberitahuku …….'”


Aku langsung tahu bahwa itu tentang buku yang sedang kukerjakan.


Aku mencoba untuk berpura-pura tersenyum seperti biasa, tapi...


Aku tidak bisa mengeluarkan senyumku.


Mau tak mau aku memiliki ekspresi kosong di wajahku.


“…… Maaf, aku terlambat melaporkannya.”


Ketika ibu tiriku mendengar kata-kata itu, dia mengepalkan tangannya erat-erat.


Tangannya yang putih bersih berubah menjadi merah.


"Ya, ya, tidak apa-apa, ini adalah sesuatu yang harus dirayakan.  ...... Makoto, yang sudah menjadi penggemar manga dan anime sejak masih kecil.  ...... Hmm, novel ringan, huh?  Ibu tidak begitu yakin tentang itu, tapi dia bukan ...... Penerbit penipu, bukan?”


TV di rumahku hanya ada di ruang tamu, waktu aku masih kecil, aku suka menonton anime disana.


"Kamu adalah Onii-chan-nya, jangan menonton hal-hal itu sepanjang waktu kamu harus belajar sebagai gantinya."


“Apakah kamu membeli manga lain, huh? Jangan membuang-buang uang sakumu.”


"Jika kamu hobi menonton hal-hal seperti itu, lebih baik kamu menjaga Haruka daripada membuang waktumu untuk hal yang seperti itu."


Karena itulah, perpustakaan sekolah adalah istanaku.  Perpustakaan adalah tempatku berada.


Bahkan setelah insiden dengan Saito-san, aku tetap pergi ke perpustakaan.  Itu adalah satu-satunya tempat di mana aku bisa berada.


Untungnya, Saito-san telah berteman dengan orang lain dan melupakanku dan juga tidak pernah datang ke perpustakaan lagi.


Itu sebabnya aku tidak menonton TV ataupun membaca manga di rumah.


Aku pergi ke SMP itu karena mereka memiliki perpustakaan terbaik di distrik ini.


Itulah satu-satunya alasanku.


Aku tahu bahwa ibu tiriku tidak memiliki niat yang buruk padaku.


Dia pasti tahu bahwa aku tidak menonton manga atau anime di  rumah ini lagi.


Ibu tiriku tidak tertarik padaku.  Dia hanya merawat adik tiriku sejak dia masih kecil.


Aku selalu menjawab, “Aku akan berusaha keras untuk tidak mengganggumu …… Sebanyak mungkin.  Aku akan …… Belajar dengan giat dan mendapatkan nilai yang bagus.”


Tapi aku sudah memutuskan bahwa,


Aku akan menulis buku.


“Jadi, tolong dengarkan satu-satunya keegoisanku.  Aku akan pergi ke universitas yang bagus, mendapatkan pekerjaan yang bagus, atau ke mana pun yang ibu tiri ingin aku untuk lakukan.  Satu-satunya ...... Hal yang ingin kulakukan hanyalah ...... Menulis buku, aku janji.”


Aku menatap ibu tiriku dengan mata penuh tekad.


Aku tidak akan menggunakan senyum palsuku lagi.  Aku tidak tahu apakah dia akan mempercayainya atau tidak, tetapi aku telah memutuskan untuk bergerak maju.


Entah kenapa, ibu tiriku terlihat terkejut.


“A-aku …… Hanya …….  Aku hanya merasa khawatir …… padamu.”


Itu bukan untukku, kau hanya merasa khawatir tentang bagaimana para tetangga akan melihatmu, singkatnya itu untuk kepentinganmu sendiri.


“Y-ya!  Kita harus merayakannya!  Ah, aku tahu!  Bagaimana kalau pergi makan bersama ibu dan Haruka?”


“Tidak perlu, terima kasih.”


“Kenapa ……, kenapa ……, tapi aku yakin Haruka akan senang jika mendengarnya.  Jadi, bisakah kamu ceritakan lebih banyak tentang itu?…… Dan …… Mengapa kamu tidak memberitahu ibu terlebih dahulu tentang hal itu?  ...... Kenapa kamu malah menelepon ayah?”


Kupikir perkataan tetangga akan lebih penting bagimu.  ...... Adik tiriku tahu tentang hal ini tapi dia berpura-pura bodoh.  Yah, terkadang dia memang benar-benar bodoh.  ……


Sangat mudah untuk mengabaikannya.  Tapi itu bukan caraku untuk maju.


Aku harus jujur ​​padanya.  Aku tidak perlu menggunakan topeng itu lagi.


"Aku tidak tahu harus berkata apa kepada ibu tiri, yang tidak pernah mempercayaiku, tetapi kupikir kamu akan menolak kesepakatan bukuku dan kamu juga tidak akan pernah memahami diriku."


Ibu tiriku goyah dan mundur.


Wajahnya pucat.


Jika aku perhatikan lebih dekat, aku dapat melihat bahwa rambut abu-abunya baru-baru ini meningkat banyak.


"Tidak, tidak ... Aku tidak akan .."


"Itu pasti.  Seperti yang selalu kamu katakan, "Kamu adalah onii-chan-nya," "Jangan ganggu aku," dan "Ibu-ibu lain akan mengolok-olokku."  Dan bahkan ketika aku berada dalam masalah, tidak ada satupun yang percaya padaku.  Bagaimana bisa aku mempercayai seseorang yang bahkan tidak pernah percaya padaku?”


“Jadi, itulah yang kamu … Pikirkan selama ini.  Bukannya aku tidak percaya padamu!  Kupikir caraku mendisiplinkanmu itu salah.  ……, jadi--"


“Oh, jadi kamu tidak mempercayaiku barusan, kan?  ...... Ibu tiri, aku tidak akan menghalangi jalanmu.”


Aku menatap ibu tiriku, yang tubuhnya gemetar.


“Maaf, tapi kurasa hatiku telah hancur….. Ini bukan salah ibu tiri.  Ini semua karena ...... Tidak ada satupun yang percaya padaku.”


"……Tidak apa-apa……"


Ibu tiri mengucapkan kata-kata itu tanpa daya.


Dia tidak menatapku.  Kupikir dia mungkin sedang melihat diriku yang dulu.

[TL: Mengingat masa lalu.]


Aku mempersenjatai diri dengan menggunakan honorofik lagi...


“…… Maaf, aku hanya mengatakan apa yang ingin kukatakan.  ...... Jika aku menghalangi, aku akan segera meninggalkan rumah ini–“


Ini adalah apa yang ibu tiriku sering katakan kepadaku sejak lama.


'Jika kau menyebabkan begitu banyak masalah, pergi dari sini! Kau bukan anak kami!”'


Aku yakin dia sudah melupakannya, tapi kata-kata yang dia katakan padaku ketika aku masih kecil, masih menancapkan duri di hatiku.


Kata-kata itu melukai dan mengikat hidupku.


Ibu tiriku menggelengkan kepalanya ke kiri dan ke kanan dalam penyangkalan, sambil menahan isakan.


“Mako..to, maafkan aku.  ……, Makoto, maaf.  ……”


Dia memanggil namaku dan meminta maaf, lagi dan lagi…….


Tapi aku tidak merasakan apa-apa di hatiku ketika aku mendengarnya.


...... Ibu tiriku membesarkanku dengan baik.  Ada saat-saat ketika dia baik padaku.


Tapi aku tidak bisa mempercayai ibu tiriku.  Hatiku menolaknya.


Aku melepas sepatuku dan mencoba berjalan melewati ibu tiriku.


Aku mendengar suara bantingan dari tangga.


"Tunggu!  Huhuhu, Onii-chan, tunggu!  Aku tidak ingin kamu pergi……!  Aku tidak ingin kamu….. Pergi, tolong jangan tinggalkan aku, Onii-chan!”


Adik tiriku muncul, sambil menangis.


Hmm, aku tidak merasakan apa-apa.


Adik tiriku berusaha menahan air matanya ketika dia mengatakan sesuatu padaku.


"Hiks……, Onii-chan…, Hiks ……, jangan pergi……,jang--… …. an!”


Adik tiriku memukul pipinya seolah-olah mengingat sesuatu, itu cukup kuat.


Wajahnya mulai memerah, tetapi ekspresi di mata adik tiriku berubah.


“….Oni….Makoto, Jika kamu ingin keluar rumah, kamu boleh melakukannya, oke?  Hiks, jika kau merasa lebih nyaman tanpa kami,……, iya, kan, Bu?  Aku dan ibu sangat mengkhawatirkanmu.  ...... Aku yakin kau tahu rumah mendiang kakekmu, bukan?  Aku kadang-kadang pergi ke sana untuk membersihkannya, dan kau dapat tinggal di sana, bukan?  Mengapa kamu tidak memintanya pada ayahmu?"


Adik tiriku memberitahu ibunya dengan suara lembut.


"Tidak, tidak, tidak.  ...... Makoto adalah kebanggaan dan kegembiraanku.  ...... Aku tidak percaya kamu akan meninggalkan rumah.  ……”


"Bu, ini salah kita karena tidak percaya padanya…….  Jadi kami akan menunggumu kembali, oke?”


Adik tiriku memeluk ibu tiriku.


Dia mengusap punggung ibu tiriku, menatapku, dan hanya mengangguk.


“Aku akan menjaga ibu, oke?  Kamu bebas …… Pergi …… Ke tempat manapun yang kamu inginkan tanpa diganggu oleh siapapun.”


Dia mengatupkan giginya, dan menahan air matanya.


Ini pertama kalinya aku melihat wajah adik tiriku seperti itu.


Itu mengingatkanku pada beberapa kenangan nostalgia yang sudah lama terlupakan.


Haruka-san berlari ke arahku dengan gembira, dan berkata, “Onii-chan!, Onii-chan!”


Dalam hatiku, aku tidak bisa merasakan apa-apa .......Apakah aku benar-benar tidak merasakan apa-apa?


Perasaan nostalgia apa ini?


Aku menekannya ke dalam pikiranku.


Tapi itu tidak bisa kutahan dan mulai bocor keluar.


Aku mendekati mereka.


Topeng palsuku sudah hilang.  Aku tidak tahu seperti apa penampilanku saat ini.


Aku mengingat kehangatan dari sentuhan lembut Shinozuka di tanganku.


Tubuhku bergerak sendiri.


Aku mengelus kepala adik tiriku, yang sepertinya akan mulai menangis. Ini seperti yang biasa kulakukan di masa lalu.


“Huh, ……?  Eh ...... Makoto?”


"Aku tidak tahu, tapi terima kasih."


Kata-kata itu juga keluar dengan sendirinya.


Dia pasti sedang memikirkanku ketika dia menyarankan agar aku meninggalkan rumah.


Aku dapat mengatakan bahwa dia membiarkan perasaan di hatinya keluar.


Kenangan samar, tapi penuh nostalgia masuk ke dalam pikiranku.


Aku tidak tahu seperti apa wajahku tanpa senyum palsu di atasnya.


Aku yakin kalau itu pasti menakutkan.


“‘…… Uh, aku akan mengantarmu dengan senyuman!  Ha ha ha!  A-ha-ha-!  Hee, hee ……, guh ……”


Adik tiriku menahan air matanya.


Dia mencoba memberiku senyuman seolah-olah untuk menenangkan pikiranku.