Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Hanya Tanganmulah Yang Meraihku [Vol 6 Chapter 1]

The Only Thing That Reached Out to Me, Who Was Broken, Was Your Hand Bahasa Indonesia




Chapter 1: Kebencian Masih Belum Berakhir


Beberapa hari telah berlalu sejak hari itu.


Setelah kejadian itu, aku pergi ke rumah sakit untuk pemeriksaan dan diperbolehkan pulang.


Hampir merupakan keajaiban bahwa aku tidak patah tulang sama sekali dan hanya memar saja setelah dipukul sebegitu kerasnya.


Namun, katanya aku masih memerlukan istirahat, sehingga aku dipulangkan untuk pemulihan sampai lukaku sembuh.


Periode itu pun akhirnya berakhir, dan hari ini adalah hari pertama sekolah.


“Ngomong-ngomong, aku sangat senang kamu baik-baik saja. Tapi tolong jangan lakukan hal gegabah seperti itu lagi. Aku mengkhawatirkanmu, tahu.”


"Setuju. Jangan lagi."


"Y-Ya ... maafkan aku."


Dalam perjalanan ke sekolah, aku dimarahi oleh Tsumugu dan Kuro-senpai yang berjalan di sampingku.


Maa, aku juga tidak mau melakukannya lagi, jadi aku tidak punya pilihan selain menganggukkan kepalaku.


Ngmong-ngomong, setelah hari itu, Kuro-senpai tampaknya berhasil mengatasi traumanya dan bisa tidur nyenyak di malam hari.


Aku mungkin melakukannya dengan cara yang salah, tetapi hasilnya bagus. Aku tidak menyesal.


“Oh iya, Kuro-senpai. Apa yang terjadi padanya setelah itu?”


"Dia tewas."


“Hee…?!”


"Bercanda. Aku akan memberitahumu."


Bercanda, ya?


Jarang sekali bagi Kuro-senpai untuk bercanda seperti itu.


Apakah ini efek lain dari terbebas dari traumanya?


Bagaimanapun juga, apa yang kudengar dari Kuro-senpai adalah sebagai berikut.


Selain ancaman, intimidasi, penyerangan, dan percobaan pembunuhan, Aoki Miyakaze saat ini sedang diinterogasi di kantor polisi karena mencoba menyerang Kuro-senpai dan Mishiro-senpai, dan akan dikirim ke pusat penahanan setelah beberapa saat untuk diadili.


Kuro-senpai bilang jika Aoki Miyakaze dijebloskan ke penjara, dia akan menetap di sana untuk waktu yang lama.


Sepertinya dia mendengarnya dari Mishiro-senpai, tapi siapa dia sebenarnya?


Aku penasaran, tapi takut untuk bertanya.


"Maa, apa pun itu, itu bagus."


"Nn, berkat dirimu."


Kuro-senpai tersenyum dengan lembut dan memelukku.


Ekspresi wajahnya tampaknya semakin kaya, yang mana cukup menyenangkan untuk dilihat.


Tsumugu pun ikut campur di antara kami.


“Ah, tunggu Kuro-san! Kenapa kamu menempel padanya!?"


“Ini adalah ucapan terima kasihku. Cara terbaik untuk berterima kasih padanya adalah dengan menciumnya.”


“Tentu saja kamu tidak boleh melakukan itu?! Aku bahkan belum pernah melakukannya sebelumnya!"


"Aku tidak butuh izinmu."


“Gununuu~…!”


“Mumuu…!”


Keduanya tampak dekat seperti biasa.


Kuro-senpai tidak lagi menghindar dari Tsumugu, dan mereka bertengkar seperti ini hampir setiap hari.


Tapi aku bisa tahu dengan melihat mereka bahwa tak ada satu pun dari mereka yang serius.


"Aku akan meninggalkan kalian berdua, oke?"


Aku tertawa kecil sambil lanjut berjalan.


Aku berjalan di depan mereka, sambil tersenyum, dan mereka mengikutiku, sambil berdebat.


Aku merasa ini adalah hari yang baru dalam hidupku, dan rasanya cukup menyegarkan.


Ini hanya waktu yang singkat tapi aku berharap hari-hari seperti ini akan terus berlanjut.


"…Apa ini?"


Ketika aku tiba di sekolah dan membuka kotak sepatuku, kurasa kotak sepatuku kondisinya jauh lebih menyedihkan lagi daripada diriku sendiri.


Sampah berserakan di mana-mana, dan sepatu baruku dicoret-coret dengan tinta.


Ini artinya aku harus memakai sandalku lagi.


"Kanata, ada apa?"


"Kamu masih belum memakai sepatumu?"


Mereka berdua mendatangiku, curiga kenapa aku belum mengganti sepatuku.


Begitu mereka melihat bagian dalam kotak sepatuku, ekspresi mereka berubah menjadi keruh.


Tidak, bukan keruh ... Apa yah? Mereka berdua terlihat seperti siap untuk membunuh seseorang.


"Haha …. aku tidak tahu kalau masih ada orang yang mencari ribut dengannya. Kurasa aku harus mengingatkan mereka bahwa ribut dengannya berarti ribut denganku juga.”


“Fufu …. akan kutunjukkan pada mereka. Aku tidak memiliki belas kasihan untuk musuhku."


Ini cuma imajinasiku atau aku memang melihat aura gelap yang datang dari keduanya?


“Tenanglah, kalian berdua. Tidak apa-apa, aku tidak peduli dengan prank semacam ini lagi. Kelas akan segera dimulai.”


"Tsk ... kita hanya perlu mengurus ini nanti."


“Muu …. aku setuju, kita akan bantai musuhnya nanti.”


Mereka tampaknya tidak memiliki pilihan untuk tidak peduli.


Begitu ya, tampaknya mereka lebih marah daripada aku.


Aku senang mereka merasa seperti itu, tapi aku merasa kasihan pada orang yang melakukan itu saat mereka serius begitu.


‌Ngomong-ngomong, setelah menenangkan mereka, aku pergi menuju kelas.


“Selamat pagi, Kana-kun. Dan kamu juga, Tsugumi-san.”


"Ya. Selamat pagi, Kirishima.”


"Selamat pagi, Kirishima-san."


Saat aku memasuki kelas, mantan teman masa kecilku Ayaka Kirishima mendekatiku.


Hari itu, setelah topengku hancur, aku mulai berbicara dengannya dengan cara yang lebih hancur lagi.


Aku tidak ingat pernah memaafkannya.


Aku dituduh salah, dan kejahatannya akan menyakitiku tidak akan pernah hilang.


Hatiku masih menolaknya, dan seperti Tsumugu dan yang lainnya, aku mencoba untuk tidak membiarkannya mendekat lebih dari jarak tertentu.


Tapi tetap saja, dia menyapaku tanpa ragu, jadi kurasa dia pasti punya wajah yang tebal.


Aku harus belajar dari keberaniannya.


Saat kami bertukar salam dan duduk, aku merasakan rasa sakit yang menyengat di pantatku.


"….Huh?"


Aku berdiri dari kursiku dan memeriksanya, dan melihat bahwa ada paku payung kecil di kursiku.


Aku mengerti. Rasa sakit ini disebabkan oleh paku payung itu. Sepertinya ada darah mengalir dari pantatku.


Aku tidak punya pilihan selain pergi ke kamar mandi dan menyeka darahnya.


Sebetulnya aku ingin pergi ke UKS, tapi aku masih malu untuk menunjukkan pantatku pada orang asing.


Jika dokternya adalah seorang wanita, maka itu lebih memalukan lagi.


“Hm? Ada apa?"


Saat aku baru duduk, aku langsung berdiri lagi, yang pasti membuat Tsumugu heran.


Dia menatapku dengan curiga, tetapi aku tidak ingin melibatkannya dalam prank kecil semacam ini.


Mencari pelaku dalam prank seperti ini pasti akan terasa konyol.


Pada akhirnya pun, aku masih hancur, kurasa.


"Bukan apa-apa, aku hanya ingin pergi ke kamar mandi."


“Eh? Belnya akan segera berbunyi, loh…”


"Aku tidak bisa menahannya."


"B-Begitu, ya ..... kamu tidak bisa menahannya..."


Entah karena alasan apa, wajah Tsumugu memerah.


Kenapa? Apa aku mengatakan sesuatu yang lucu?


Aku memikirkan kembali kata-kataku, tetapi sepertinya aku tidak mengatakan sesuatu yang tidak wajar.


Tapi untuk beberapa alasan, wajah Tsumugu semakin merah, dan dia membuka mulutnya dengan pandangan ke atas yang imut.


"Apa kamu baik-baik saja? Kamu ingin aku ikut denganmu?”


"Ogah."


Sungguh kata yang begitu sesat untuk dikatakan.


Aku menolak saran konyol Tsumugu dan meninggalkan kelas untuk pergi menuju toilet.


“…Hm?”


Dalam perjalanan ke sana, aku merasa ada yang memperhatikanku lagi.


Tatapan menyeramkan yang sama dengan yang sebelumnya.


Apa? Siapa itu?


Aku pun melihat sekeliling, tapi yang kulihat hanyalah murid-murid yang mengobrol di lorong, dan tidak ada satu pun dari mereka yang memperhatikanku.


Tapi yang jelas, ini bukan hanya imajinasiku.


Aku yakin ada yang memperhatikanku.


Mungkinkah rangkaian prank dan tatapan ini berasal dari orang yang sama?


Tidak, aku tidak bisa memastikannya.


Ada kemungkinan besar itu bukan dari orang yang sama.


Aku tidak tahu apakah bullying ini akan mereda atau meningkat jika aku membiarkannya, tapi aku akan pikirkan lagi nanti ketika saatnya tiba.


Pertama-tama, aku ingin mengidentifikasi dulu pemilik tatapan yang telah mengikutiku sejak beberapa hari yang lalu ini.


Fakta bahwa aku merasakannya barusan berarti pelakunya pasti seseorang yang ada di sekolah ini.


Jika memang benar begitu, maka Kuro-senpailah yang harus aku mintai bantuan. CCTV mungkin saja telah menangkap siapa pelakunya.


"Aku akan bicara dengan Kuro-senpai nanti…”


Mengandalkan seorang gadis seperti ini cukup memalukan, tapi mau bagaimana lagi.


Menghela nafas kecil, aku berjalan menuju toilet untuk menghentikan pendarahan di pantatku terlebih dahulu.


***


“Aha, bahaya, bahaya♪ Kamu hampir memergokiku saat sedang memperhatikanmu. Aku tidak percaya kamu sudah menjadi begitu tampan setelah lama tidak kuperhatikan ..... rasanya sepadan untuk menggerakkan si b*jingan itu. Tapi ini belum berakhir. Aku masih harus menghancurkanmu.”


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


"Aku menyukaimu."


“Aku sangat mencintaimu, sayang♡”