Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Tidak Ada Yang Percaya Padaku [Chapter 4]

No One Believed Me. If You Say You Believe Me Now, It’s Too Late Bahasa Indonesia




Chapter 4: Pengakuan Palsu Bukanlah Sebuah Permainan


“Makoto, bagaimana menurutmu tentang kuliah?  Kamu bisa saja memasuki perguruan tinggi, tetapi kamu malah mengalami kesulitan ketika memasuki SMA biasa.  ...... Kamu tidak perlu khawatir tentang biayanya.”


Adik tiri dan ibu tiriku sedang duduk mengelilingi meja makan untuk sarapan.


Adik tiriku, dengan ekspresi mengantuk di wajahnya, menggigit sepotong roti.


Aku sudah berpikir untuk mengganti seragamku dan pergi ke sekolah.


Aku tidak pernah sarapan bersama keluarga.


Hanya ada keheningan dan suasana yang berat ketika aku melakukannya.


“…… Tidak, seperti yang kamu katakan sebelumnya, aku akan meninggalkan rumah setelah lulus.  Aku tidak bisa mengganggu kalian lagi.”


Ibu tiriku membuat ekspresi pahit lagi.


Aku masih mengingatnya.


'Sulit untuk membiayai sekolah untuk dua anak.  ……, Apalagi salah satu dari mereka selalu membuat masalah.’


'Seorang anak laki-laki yang melakukan kekerasan terhadap seorang gadis bukanlah putraku!'


'Kamu, dasar penganiaya, ......, yah, Kenapa ...... Kamu ...... Aku ingin kamu pergi dari sini.'


Itulah yang dikatakan padaku ketika aku masih anak-anak.


Kata-kata itu telah menusuk hatiku.  Mereka menjadi duri yang tidak bisa dihilangkan dan membusuk di dalamnya.


Ibu tiriku menatapku dengan pahit.


"I-Itu hanyalah metafora.  …… Kamu adalah anakku, jadi bersikaplah tegas dan berikan contoh yang baik untuk Haruka.  Kamu adalah kakak laki-lakinya——-.”


'Kamu adalah kakak laki-lakinya.'


Aku tidak tahu sudah seberapa banyak kata-kata ini telah menghancurkan hatiku.


…… Tidak masalah.  Lagipula aku tidak merasakan apapun saat ini.


"…… Ya, aku mengerti."


Adik tiriku yang mengantuk bergumam sambil menumpahkan remah roti.


"Ugh, aku tidak bisa mengingat apapun dari tadi malam……Aku melupakannya ketika aku tidur……Aku sangat mengantuk…….  Onii-chan, kamu akan meninggalkan......, rumah? Apa kamu akan melakukan perjalanan ke suatu tempat?”


Ibu tiri menyeka mulut adik tiriku dengan tatapan murung.


Itu adalah sikap seperti merawat anak kecil. Seakan-akan dia tidak memperlakukan dirinya sebagai siswi SMA.


"Kamu tidak perlu mengkhawatirkannya.  Ayo, kamu akan terlambat, jadi bersiaplah."


“Fu ~a i……, O-Onii-chan! Jangan berangkat duluan…….”


Aku mengambil tasku dan meninggalkan ruang tamu.


***


Aku tidak membenci sekolah.


Ada banyak siswa di sana, jadi sangat tipis kemungkinan bagiku untuk melihat seseorang yang kukenal.  Lagipula tidak ada yang mau berbicara denganku.


Tidak ada orang di sekitarku.


Meskipun ada banyak siswa berjalan ke arah yang sama.


Ada kalanya aku merasakan perasaan yang aneh.


'Apa yang akan terjadi——– Jika aku bisa pergi ke dunia lain?'


Karena itulah aku mulai menulis novelku.


Pagi ini, aku merasa sedikit berbeda dari biasanya.


Aku biasanya tidak melihat ponselku, tetapi aku mendapati diriku sangat penasaran tentang halamanku di situs novel.


Bukannya aku mengharapkan sesuatu.  Tapi ini adalah novel yang kutulis.


Aku menemukan diriku memeriksa halamanku.


"Tidak ada notif apa-apa, huh."


Aku jarang mendapat pesan.  Tapi pesan dari Pomeko tadi malam membuatku merasa tenang.


***


Saat itu, aku sudah sampai di gerbang sekolah.


Teman masa kecilku, Shizuka Miyazaki dan seorang gadis aneh sedang menunggu seseorang.


Aku merasa ingin berhenti tapi aku berkata pada diriku sendiri.


'Jangan khawatir, apapun yang terjadi, akan ada banyak orang yang melihatnya di sini.'


Aku bisa merasakan tatapan mereka padaku.  Aku pura-pura tidak menyadarinya.


Ini adalah dunia di mana hal itu dapar diterima.  Cukup abaikan saja dan–


"T-tunggu, Makoto!  A-aku ingin bicara denganmu!  K-Kamu harus menghadapi perasaanku dengan benar!”


“Benar~, uhm Shinjo-kun kan? A-Aku temannya Shizuchi, namaku Momo Kurosawa.  ...... Maksudku, apa yang kamu tertawakan?  Shizuchi bilang dia ingin menghadapimu dengan serius.”


Rupanya, aku tidak bisa melewati mereka hanya dengan senyum palsu.


......Dia menarik perhatian dari para siswa dalam perjalanan mereka ke sekolah.


Miyazaki secara objektif adalah gadis yang populer. Padahal ia cuma imut, itu saja.


Miyazaki menatapku dengan wajah sedih.  Anak laki-laki yang lain mungkin akan jatuh cinta padanya jika dia melihatnya seperti itu.


“A-Aku tidak berbohong tentang pengakuanku……, aku tahu kamu telah melalui banyak hal……, tapi itu di masa lalu, jadi mari kita move on.  Mengapa kamu tidak pergi dan menonton film denganku kapan-kapan?  Itu akan membuatmu merasa lebih baik.”


"Kau gadis yang sangat baik, Shizuka.”


Kurosawa memuji Miyazaki.  Suara Kurosawa tiba-tiba menjadi dalam.


“Maksudku, menurutmu siapa dirimu itu?  Aku benar-benar tidak mengerti.  Aku tidak peduli dengan masa lalumu!  Bahkan jika kamu melakukan kekerasan atau dicurigai melakukan pelecehan, Shizuchi mengatakan bahwa dia mencintaimu.  Menganggap bahwa pengakuannya itu bohong …….  Haa~ Kau sudah gila!”


"Cukup, Momo-chan, a-aku baik-baik saja…….”


Aku tidak bisa memasukkan kata-kata gadis ini ke dalam pikiranku.


Mengapa aku harus diberitahu sebanyak ini oleh seorang gadis yang tidak kukenal sama sekali?


Tidak ada yang bergema di hatiku.


Miyazaki bahkan tidak mencoba menyangkal tuduhanku.


'Apa gunanya pilih kasih?'


Hanya orang yang pernah merasakannya yang dapat memahami rasa sakit dari pengakuan palsu.


***


Itu sebelum aku bertemu Nanako.


Aku telah menghabiskan kehidupan SMP-ku dengan damai.


Insiden dengan Saito-san tetap ada dalam pikiranku, dan aku menghabiskan hari-hariku tanpa berbicara dengan siapapun.


Suatu hari, aku dipanggil oleh sekelompok gadis.


Ada seorang gadis yang sering kuajak bicara sebelum ...... Insiden Saito-san.


Namanya ...... Aku yakin kalau namanya, ...... Kisaragi-san.  Aku masih mengingatnya karena kami berdua sama-sama polos.


Kisaragi-san berdiri di sana dengan ekspresi seperti dia tidak tahu harus berbuat apa.


Dan kemudian dia menarik napas dalam-dalam dan berkata kepadaku.


“Aku sudah menyukaimu sejak lama…….  Tolong berkencanlah denganku …….  T-tolong.”


“Eh, a-aku?  K-kau telah ...... Mendengar banyak hal buruk tentangku dan aku ...... Dibenci.”


"Aku percaya padamu …….  Bahkan sebagai seorang teman, tolong.”


Kisaragi-san menundukkan kepalanya dalam-dalam.


Tentu saja, aku tidak membencinya pada saat itu.  Jadi aku--


“…… Uh, dari teman atau …… Mungkin akan baik-baik saja ……, yah, begitu ……, t-teman, tolong.”


Ketika aku menjawabnya, Kisaragi-san tersenyum lega.


Dia pasti gugup untuk mengaku padaku, begitulah pikirku.


Aku pasti salah paham tentang semuanya.


Kami telah saling mengirim pesan satu sama lain, pulang bersama secara diam-diam, ...... Dan terbawa suasana.


Pada hari pertama kencan kami.  Aku sangat gugup hingga jantungku berdebar kencang.


Ketika aku tiba di tempat pertemuan, aku menemukan sekelompok gadis dari kelasku ada di sana.


“Kamu benar-benar berbakat, Kisaragi!”


"Luar biasa, kamu benar-benar telah melakukannya."


“Kyahaha, [aku menantikannya besok] menjijikkan.”


Kisaragi-san berdiri di belakang mereka dengan ekspresi bingung.


“U-uhm, Makoto-kun ......M-Maafkan aku.”


“Ya, katakan padanya, Kisaragi.”


"Apakah kamu akan mengungkapkan kebenarannya sekarang?"


Saat itulah aku mengerti.  Aku telah tertipu.  Kata-kata Kisaragi sangat meyakinkan.


“Itu adalah permainan hukuman …… Di mana aku harus mengakui perasaanku, tapi Shin-kun, sebenarnya—–“


Pemikiranku tentang jatuh cinta telah dihancurkan pada saat bersama Saito-san.  Aku sangat menantikan untuk pergi melihat akuarium dan menonton film pada saat itu.


Aku sangat menantikan untuk pergi ke akuarium dan menonton film.  Aku tidak bisa berlama-lama dengannya karena aku masih SMP, tetapi aku sangat menantikan untuk bisa berbicara dengannya.


Aku tidak bisa memaafkan diriku sendiri karena begitu naif.


Ada sesuatu yang bangkit di dalam hatiku.


Aku tidak ingin menunjukkannya.


Aku diam-diam memunggungi gadis-gadis itu dan berjalan pulang.


Aku bisa mendengar mereka tertawa di belakangku.


Tidak apa-apa, aku kuat.


Aku mengatur ulang ponselku ketika aku berjalan pulang–


***


“Makoto?  Apakah kamu baik-baik saja?  Wajahmu sangat pucat.”


“Haa, Shizuka sangat manis… Orang ini, di sisi lain…”


Para gadis tidak akan pernah mengerti.


Miyazaki-san harus dibuat mengerti dengan kata-kata yang lebih kasar dari sebelumnya.


Ketika aku memikirkannya, senyum palsuku mulai terkelupas.


Hatiku menjadi kosong.


“Miyazaki…”


"Ooi, kalian menghalangi jalanku."


Seseorang menyela suaraku.


Itu adalah suara yang pernah kudengar sebelumnya.  Nada suaranya sama seperti biasanya, tetapi dipenuhi dengan kemarahan yang kuat.


Shinozuka-san berdiri di sana sambil memelototi Kurosawa-san dengan ekspresi yang luar biasa.


“Hiii, S-Shinozuka-chan?  !  Tunggu, kau membuatku takut.  ...... Hei, kita berteman, ingat?  Aku tidak pernah melakukan apapun padamu!?”


Aku merasa suhu tubuhku menurun.


Suara Shinozuka-san menjadi lebih rendah.


“Teman?  …… Kau …… Jaga mulutmu ……, Aku–“


“A-Aku percaya padamu, Shinozuka!  Kau adalah teman yang baik bagiku!  Hei, kau tidak bisa menjadi berandalan lagi!  Ya!  Kenapa kamu dan Shizuka-chan tidak pergi bersama, dan kamu juga, Shin-kun!”


Percaya?


Kata-kata itu merangsang pikiranku.


Kesadaranku diambil alih oleh pikiranku lagi.


"Eh, k-kamu, tunggu ......."


"...... Makoto, jangan ikut campur.”


Tapi aku tidak bisa berhenti.


Aku berkata dengan terus terang.


“Maaf, Shinozuka, aku ingin kau tutup mulutmu.  Aku bicara padamu…….  Miyazaki, dan omong-omong, Kurosawa, apakah kamu pernah menjadi sasaran fitnah yang tidak beralasan?  Pernahkah kamu dijatuhi tuduhan palsu atas sesuatu yang sedang kau coba untuk lindungi?  Pernahkah kamu disalahpahami oleh sesuatu yang seharusnya sedang kau lindungi?  Pernahkah kamu dikhianati oleh orang yang kamu percaya?  Menurutmu kau itu siapa, kok bisa-bisanya berbicara seperti orang yang tahu segalanya ketika kau bahkan tidak tahu apa yang sedang terjadi?  Aku punya satu keinginan.  Aku tidak ingin menyebabkan masalah. Jadi, tolong tinggalkan aku sendiri."


Aku tersenyum kaku dan membungkuk dengan sopan.


“—- Sudah terlambat untuk memperbaikinya sekarang.  Jangan berhubungan denganku lagi.”


Aku mendengar tangisan.


Ketika aku melihat ke atas, aku melihat teman masa kecilku, Miyazaki, yang sangat aku cintai, sedang menangis.  Dia menyemburkan kata-kata penyesalan.  Kurosawa memerankan dirinya yang menyedihkan itu dengan menghibur Miyazaki.


Shinozuka-san terisak dan menuju ke dalam kelas.


Aku melihat teman masa kecilku menangis, tapi itu tidak menyentuh hatiku.


***


Ruang kelas masih sama seperti biasanya.


Aku membaca bukuku dengan tenang sementara anggota kelas lainnya membuat banyak kebisingan.  Shinozuka-san tidak seperti biasanya, sedang membaca buku di ponselnya.  Aku penasaran apakah itu penulis yang sangat dia sukai.  Wajahnya terlihat santai santai.


Bahkan setelah kejadian di pagi ini, dia dan aku tidak saling berbicara satu sama lain.


Bahkan jika kami berteman – pada akhirnya kami hanya akan saling terkhianati.


Jadi tidak ada alasan bagi kami untuk berteman.


Tidak ada yang bisa kupercaya—–.


Shinozuka-san mengeluarkan suara kecil.


"…… Ya, baiklah."


Aku terkejut mendengar suara imut yang belum pernah kudengar sebelumnya.


Dia mulai mengetik pesan.


Ketika aku melihatnya, aku tidak bisa tidak memperhatikan pesan di situs novel yang ia buka, jadi aku mengeluarkan ponselku.


Kurasa tidak apa-apa jika hanya mengeceknya sebentar.


'Tidak ada notif, huh?'  Aku sudah mempostingnya. Yah, mungkin saja dia sedang sibuk.  Aku ingin mendengar pendapatnya …….


"--Hmm?"


Aku mendapat notif pesan dengan huruf merah!


“Aku akhirnya punya waktu untuk membacanya pagi ini!  Episode terbarunya sangat menarik💜.  Aku sangat malu karena aku belum pernah menggunakan emote hati sebelumnya, tapi ini sangat menarik!  Aku mengalami hari yang buruk pagi ini, tetapi kau membuatku merasa lebih baik!  Semoga berhasil dengan updatenya!  Tolong pertahankan kerja kerasmu!"


Kekuatan terkuras dari seluruh tubuhku.  Aku senang …….  Aku senang kamu menikmatinya.


Aku akan membalasnya juga.......Tidak, jika aku langsung membalas, dia mungkin tidak akan menyukainya.


Tapi ...... Aku ingin membalasnya dalam moodku saat ini.


Aku berterima kasih padanya dan memberitahunya tentang rencanaku untuk update di masa mendatang.  Itu mungkin kalimat yang kaku, tapi itulah kebenarannya.


Ketika aku akan mengirim....


Aku bisa merasakan tatapan Shinozuka-san padaku.  Itu jarang terjadi.


Setelah aku selesai mengetik pesan, aku melihat ke sampin,g ke arah Shinozuka-san.


Shinozuka-san sedang menatap ponselku.


Lalu dia menatapku dengan kerutan di antara alisnya.


Tangannya bergerak entah kemana.


Apa?  Apa kau pikir itu aneh bahwa aku tidak berbicara dengan bahasa formal?  Oh, ada pesan lain.


'……… Mungkinkah?'


'Mungkinkah?' Apa maksudnya?


Aku menundukkan kepalaku.  …… Ponselnya ……, mungkinkah …….


Aku membuka mataku dan menatap Shinozuka-san.


Pelindung ponsel Shinozuka-san memiliki karakter Pomeranian di atasnya.


“”—–EH!””


Kami kembali ke wajah datar kami dan melihat ke depan.